Pelepasan lahan eks HGU PTPN II seluas 5.873,06 hektare ke masyarakat sudah di depan mata. Meneg BUMN Rini Soemarno meminta daftar nominatif penerima pembagian tanah tersebut. Setelah itu baru pemerintah pusat memroses pelepasannya dengan menerbitkan SK.
Banyak pihak berkepentingan untuk memiliki lahan tersebut, apalagi sebagian besar eks HGU PTPN II tersebut lokasinya strategis. Siapa yang tidak mau tanah secara gratis atau biaya murah.
Itu sebabnya, tidak sedikit lahan diklaim beberapa orang sekaligus. Jika tak cermat dan hati-hati, distribusi eks HGU PTPN II ini malah memicu konflik horizontal dan vertikal. Warga perang dengan warga, atau rakyat dengan aparat.
Pemerintah provinsi harus mencegah tanah tersebut dikuasai orang yang tidak berhak. Harus ada deteksi dini kemungkinan bermainnya mafia tanah. Bertopengkan kepentingan masyarakat, nyatanya belakangan hari berubah menjadi perumahan mewah.
Sebaiknya gubernur membentuk tim independen melakukan pendataan ulang siapa yang berhak atas lahan tersebut. Tentu saja dengan tetap mengacu kepada hasil kerja tim yang ada selama ini. Hanya perlu dipastikan kebenaran dan keakuratan calon penerima tersebut untuk mencegah masalah hukum di belakang hari.
Pendataan ulang untuk menyusun daftar nominatif harus transparan dan bisa diakses publik. Prosesnya harus dikawal semua pihak untuk mencegah orang yang tak berhak menjadi penerima. Jangan pula yang memang berhak justru tidak kebagian.
Sebelum dikirim ke pemerintah pusat, daftar nominatif sebaiknya diumumkan secara terbuka di media massa yang beredar luas di Sumatera Utara. Jadi ada semacam uji publik, di mana masyarakat bisa mengajukan protes dan memberi masukan. Setelah itu baru dapat difinalkan dan daftar nama nominatif ditandatangani gubernur untuk selanjutnya dikirim ke pusat.
Kita berharap pemerintah mendahulukan kepentingan publik dalam distribusi lahan tersebut. Lokasi pemakaman umum, sekolah, dan fasilitas sosial harus diprioritaskan. Jangan abaikan kepentingan publik hanya karena kepentingan perorangan atau kelompok tertentu, apalagi mereka mereka yang bertalian kepentingan dan hubungan istimewa dengan petinggi - petinggi pemerintahan di Provinsi Sumut.
(**)