Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Selasa, 15 Juli 2025

Urgensi Revisi UU Partai Politik dan Pilkada

- Jumat, 15 Mei 2015 08:58 WIB
525 view
Urgensi Revisi UU Partai Politik dan Pilkada
Komisi II DPR RI akan merevisi Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 2011 tentang Partai Politik dan UU No 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) terkait Peraturan KPU soal pendaftaran calon peserta pilkada. Alasannya untuk memberi dasar hukum agar putusan sementara pengadilan berlaku sebagai syarat untuk mengikuti pilkada. Pasalnya, KPU bersikukuh memberikan syarat untuk parpol yang bersengketa di pengadilan harus sudah memiliki kekuatan hukum tetap atau sudah islah sebelum pendaftaran pilkada.

Rencana DPR RI ini mendapat reaksi dari berbagai pihak. Urgensinya dipertanyakan, sebab waktu pelaksanaan pilkada sudah semakin dekat. Sesuai jadwal, pada  Juni 2015 ini sudah dibuka pendaftaran bakal calon, sehingga pelaksanaannya bisa dilakukan pada Desember. Artinya, jika undang-undangnya diutak-atik, penyelenggaraan pilkada bisa terganggu. Selain waktu bisa molor, anggaran pasti akan membengkak dari sebelumnya.

Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo telah merilis sikap pemerintah yang menilai revisi undang-undang tentang pemilihan kepala daerah dan undang-undang partai politik yang diusulkan DPR tidak tepat. Pemerintah tidak mempersoalkan substansi materi yang direvisi, namun waktunya tidak pas karena terlalu mepet dengan pelaksanaan pilkada serentak. Namun, DPR tetap mendesak presiden akan menyetujui rencana revisi ini.

Revisi ini berawal dari kemungkinan tidak ikutnya Partai Golkar dan PPP dalam perhelatan pilkada serentak 2015. Konflik internal kedua partai masih berlangsung di pengadilan. Bisa dipastikan, jika ngotot tetap berperkara di pengadilan, baik PPP maupun Golkar hanya menjadi penonton. Kadernya akan lari ke partai lain karena tak bisa mencalonkan dari Golkar dan PPP. Kalau mau ikut, maka islah menjadi satu-satunya opsi bagi kedua partai ini.

Sangat mudah dibaca, rencana revisi kedua UU ini hanya untuk menyelamatkan kepentingan elite tertentu. Jelas bukan untuk kepentingan masyarakat luas. Hanya karena PPP dan Golkar terancam tidak ikut pilkada! Padahal bukan tidak ada peluang, hanya diperlukan jiwa besar dan kerendahan hati pihak yang bertikai. Kalau mereka mau islah, maka tak perlu menghabiskan waktu dan energi untuk merevisi UU pilkada dan UU partai politik.

Jika dipaksakan untuk direvisi, DPR RI periode ini akan tercatat yang paling cepat merevisi UU yang dibuatnya sendiri. Sulit menghindari munculnya opini pembuatan UU hanya menjadi komoditas politik. RUU yang lain masih banyak antre menunggu untuk dibahas DPR RI, sebaiknya itu yang diprioritaskan. Kecuali bila DPR RI bisa menjelaskan urgensinya bagi kepentingan masyarakat luas, sehingga mengesampingkan RUU yang sudah masuk prolegnas.

Ketika UU Pilkada dan UU Parpol yang sekarang berlaku masih dibahas di tingkat panitia kerja DPR, pemerintah saat itu setuju dengan usul Komisi II yang ingin merevisi sejumlah poin guna menguatkan peran KPU dan Bawaslu. KPU diberi wewenang untuk menyusun peraturan KPU asal tidak bertentangan dengan UU. Namun, begitu permintaan agar putusan sementara pengadilan berlaku sebagai syarat untuk mengikuti pilkada tidak diterima KPU, DPR RI memainkan senjata pamungkasnya dengan melontarkan rencana merevisi UU pilkada dan parpol.

Tanpa sadar, DPR RI membuka ke publik, betapa penyusunan RUU tanpa perencanaan yang matang. Harusnya, ketika masih dalam bentuk draft, dilakukan kajian secara ilmiah melibatkan pakar di bidangnya. Kalau begitu mudah diubah, berarti kualitas penyusunan RUU tersebut sangat rendah. Indikasinya terlihat dari banyak UU yang dibatalkan saat digugat di Mahkamah Konstitusi.

Ini merupakan preseden buruk yang dapat ditiru komisi dan alat kelengkapan dewan lainnya di DPR untuk melakukan hal serupa dalam mengakomodasi kepentingannya dalam aturan sah. Ke depan, begitu ada kepentingan yang tak sesuai dengan kemauan elite, maka DPR RI akan dimanfaatkan untuk merevisi UU atau membuat UU yang baru. Kita setuju UU ada evaluasi dalam rentang waktu tertentu setelah diberlakukan, namun bukan secepat kilat karena ada kepentingan.(**)

SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru