Tindakan oknum Satpam Universitas Sumatera Utara yang mengeroyok dan memukuli wartawan yang sedang bertugas sangat keterlaluan. Apalagi sebagai lembaga pendidikan terbesar, harusnya menjadi teladan dalam memperlakukan orang. Harusnya semua orang yang ada di kampus tersebut mulai dari pimpinan, dosen, pegawai, mahasiswa hingga Satpam harus menunjukkan perilaku sebagai insan akademis.
Memang Pejabat Rektor USU telah minta maaf atas kejadian memalukan tersebut. Namun permintaan maaf saja tidak memadai, sebab hal ini sudah pernah terjadi. Jika tidak ada evaluasi dan tindakan, peristiwa serupa bisa terulang lagi di masa depan. Kalau hari ini korbannya wartawan, besok-besok bisa orang lain yang berkunjung ke sana.
Pimpinan USU harus mengubah cara berpikir, bersikap dan bertindak terhadap satpamnya. Mereka bukanlah preman kampus yang bisa bertindak sesuka hati. Benar satpam adalah penjaga keamanan di kampus, tapi bukan pada posisi menggantikan polisi. Tindakan yang bisa diambil satpam sangat terbatas dan harus dikoordinasikan kepada polisi.
Misalnya bagaimana dalam menangani unjuk rasa sudah jelas protapnya bagi polisi. Ada aturan main yang jelas dan tidak langsung main gebuk. Penanganannya mengedepankan tindakan persuasif, dan bukan represif. Sebab menyampaikan pendapat di depan umum juga merupakan hak yang diatur dalam undang-undang.
Meski bertugas menjaga keamanan, satpam bukanlah polisi yang bisa mengambil tindakan hukum. Satpam tugasnya hanya membantu polisi. Jika ada gangguan keamanan harus tetap dikoordinasikan dengan polisi. Mereka tak bisa bertindak sendiri untuk membubarkan unjuk rasa.
Ini menjadi tugas bagi polisi untuk memberi batasan yang jelas sejauh mana Satpam bisa bertindak. Membela diri memang hak setiap manusia, termasuk satpam. Namun memukuli dan mengeroyok orang lain merupakan tindakan yang salah, kendati seseorang itu melakukan kesalahan. Hukum harus tetap dihargai dan tak boleh main hakim sendiri.
Pimpinan USU juga tak bisa lepas tangan. Sebagai lembaga pendidikan tinggi, harusnya setiap orang yang dipekerjakan memiliki etika dalam melaksanakan tugas. Satpam merupakan etalase kampus, sebab berada di barisan terdepan, begitu masuk ke sana. Satpam seharusnya mengerti tata cara berhadapan dengan orang lain.
Masa Satpam tidak bisa membedakan wartawan dengan mahasiswa. Padahal hampir di semua kegiatan USU Medan selalu diliput para jurnalis. Kalaupun bukan wartawan, tidak seharusnya main pukul dan keroyok. Sangat berbahaya mempekerjakan satpam yang bekerja berdasarkan emosi dan mengesampingkan akal sehat.
Kita mendukung tindakan polisi mengusut kasus pengeroyokan wartawan tersebut. Pelakunya harus diseret ke pengadilan, agar ada efek jera bagi orang lain. Pimpinan USU harus memberi sanksi. Ke depan harus dibuat protap yang menjadi pedoman bagaimana menangani unjuk rasa dan gangguan keamanan lainnya di kampus.(**)