Menyambut Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) pada 9 Desember 2015 mendatang, Moderamen Gereja Batak Karo Protestan (GBKP) mengeluarkan surat penggembalaan yang berisi 10 Maklumat plus empat imbauan khusus. Isinya antara lain, jemaat diminta menolak tindak atau praktek politik uang (money politics). Mereka juga dilarang meminta bantuan dalam bentuk apapun melalui penyebaran proposal-proposal kepada para kandidat calon kepala daerah (calon bupati / calon wakil bupati) tersebut.
Pimpinan GBKP menegaskan proses Pilkada jangan lagi dijadikan momen praktek politik transaksional. Misi Pilkada jangan menjadi ajang politik uang yang sifatnya atau terindikasi hanya untuk kepentingan sesaat untuk target memperoleh suara saja. Apalagi saat ini daerah Karo sedang mengalami sejumlah kondisi serius akibat bencana alam (erupsi Gunung Sinabung yang berkepanjangan) sehingga mempengaruhi faktor sosial dan ekonomi masyarakat. Rakyat membutuhkan peran dan suara kenabian dari gereja untuk mencapai kondisi daerah yang bersih dan benar-benar kondusif.
Lebih tegas, pendeta, pertua, diaken serta unsur kategorial harus nonaktif dari jabatan tersebut apabila terlibat sebagai juru kampanye atau personel tim sukses untuk kandidat tertentu. Gedung gereja GBKP juga harus bebas dari ajang kampanye pasangan calon. Ini untuk menegaskan sikap gereja yang tidak berpolitik. Gereja merupakan zona netral bagi siapa saja dan tak boleh dipolitisasi.
Menonaktifkan pelayannya yang menjadi tim kampanye atau tim sukses bukan berarti GBKP antipolitik. GBKP tetap memberi kebebasan bagi jemaat dan pelayannya menentukan sikap politiknya. Hanya tak boleh membawa-bawa nama GBKP. Itu sebabnya, jabatan gerejawi yang melekat dilepas dulu untuk sementara jika ingin terlibat aktif mengampanyekan pasangan calon tertentu.
Sikap tidak alergi terhadap politik ditunjukkan GBKP dengan imbauan agar jemaat jangan tidak menggunakan hak suara atau golput. Memang, memilih adalah hak dan tidak wajib sifatnya. Namun jika ingin pemimpin yang baik yang memenangkan Pilkada, maka orang-orang baik harus ikut memilih. Golput malah akan membuka peluang orang-orang yang kurang baik menjadi pemimpin.
GBKP tidak mau terjebak untuk mendukung satu pasangan calon saja. Apalagi yang maju saat ini ada beberapa orang yang menjadi jemaatnya. Meski begitu, GBKP merilis kriteria pasangan yang layak untuk dipilih pada Pilkada mendatang. Pertama, cermati apakah kandidat calon pemimpin itu benar-benar berideologi Pancasila dan UUD 1945 melalui visi misi dan program kerjanya. Kedua, perhatikan latar belakang dan rekam jejak (track record) calon bupati dan wakilnya tersebut.
Ketiga, teruslah berdoa untuk menetapkan pilihan berdasarkan hati nurani dan bukan karena pengaruh orang lain. Terakhir, dukunglah siapapun calon yang terpilih sebagai pemimpin daerah (dalam Pilkada tersebut), sembari terus bersatu mengawasi dan mengawal jalannya pemerintahan baru untuk pembangunan dan kemajuan daerah di semua bidang. Jadi, kriteria ini tidak mengarah ke satu pasangan, tetapi lebih bersifat panduan agar jemaat tetap berdoa dalam menjatuhkan pilihan sesuai hati nurani.
Kita mengapreasiasi keberanian GBKP menerbitkan suara kenabian sebagai panduan bagi jemaatnya menghadapi Pilkada. Meski dengan risiko akan kehilangan kesempatan meraup sumbangan dari kandidat yang biasanya jor-joran saat kampanye. Bukan rahasia umum lagi, saat masa Pilkada, tiba-tiba banyak kegiatan sosial termasuk gereja berdalih pesta pembangunan. Harapannya pasangan calon tertentu akan menyumbang dalam jumlah besar.
Langkah GBKP ini perlu diikuti gereja-gereja lainnya. Tak perlu malu meniru yang baik. Gereja tak boleh terjebak dalam dukung mendukung dan berpolitik. Kalaupun ada figur yang dirindukan, sebaiknya disosialisasikan dalam bentuk kriteria. Jemaat tidak akan terbelah karena sikap pimpinan gereja yang berpihak.
(**)