Mau tidak mau, kayaknya warga Kota Medan mesti pasrah menerima kemacetan. Alih-alih makin berkurang, yang terjadi justru sebaliknya. Kemacetan dari hari ke hari makin parah.
Ada tidak ada petugas di lapangan, kemacetan tetap terjadi, terutama pagi hari saat berangkat sekolah dan kerja dan sore hari saat pulang. Instansi yang berwenang berdalih bertambahnya volume kendaraan dan tidak berubahnya lebar jalan sebagai penyebabnya. Secara teori, penjelasan tersebut bisa diterima akal sehat.
Lalu apakah warga Medan mesti menerima saja keadaan ini. Apakah instansi Pemerintah yang mengurusinya sudah putus asa mengatasi kemacetannya.
Seharusnya selalu ada upaya, kajian dan rekayasa agar macetnya Kota Medan bisa berkurang. Berharap bebas macet tentu saja harapan yang utopis.
Pengamatan setiap hari, semua jenis kendaraan tumplek ke jalan raya. Mulai dari yang super besar, besar, sedang, hingga kecil. Pengguna jalan raya mesti sabar bersaing dengan sepedamotor, becak, mobil, truk, dan trailer. Memang di kawasan tertentu ada pembatasan, faktanya sering dilanggar tanpa ada tindakan.
Seharusnya Dinas Perhubungan sudah bisa mengikuti jejak Pemprov DKI. Ada zonasi bagi pengguna jalan raya. Misalnya, mana yang bisa dilewati becak, mana yang tidak boleh. Pengguna becak tak boleh dibiarkan melanggar seolah tidak ada atau kebal hukum.
Dari hulu, Pemko Medan perlu jujur berapa jumlah armada angkutan umum yang beroperasi di kota ini. Berapa sebenarnya yang rasional beroperasi. Jika memang tak layak atau melebihi mesti dilarang. Kenyataannya, banyak yang sudah tak layak, masih bebas di jalan raya.
Sebagian besar mereka malah lolos kir. Mengapa angkutan umum yang usianya tua, seksinya reot dan asap knalpot menghitam, masih bisa beroperasi. Pemko Medan harus tegas meski keputusannya tak populer bagi sebagian orang. Demi kepentingan umum, hal seperti itu tak bisa dibiarkan.
Kesadaran pengguna jalan raya di kota ini perlu digugah lewat tindakan tegas. Jangan sampai rambu lalu lintas dianggap angin lalu. Menerobos lampu merah dianggap biasa. Melewati batas garis stop sudah tak lagi tabu. Bukan hanya sepedamotor, mobil pun tak malu-malu lagi merangsek hingga ke tengah saat lampu merah.
Pelanggaran rambu lalu lintas tak boleh dibiarkan. Harusnya tak macet dan bisa diurai meski padat, malah lalu lintas menjadi lumpuh. Dishub teruslah mengkaji dan merekayasa arus lalu lintas mana yang paling tepat. Kita tak bermimpi Medan bebas macet, paling tidak beban kota ini makin berkurang.
(**)