Siapa bilang Indonesia kekurangan ikan? Indonesia adalah negara maritim, yang wilayahnya sebagian besar adalah lautan. Tak heran Jokowi begitu getol mempromosikan poros maritim. Lautan dengan segala isinya diharapkan akan menjadi andalan di masa depan untuk menopang perekonomian Indonesia.
Ironisnya, Kementerian Perdagangan (Kemendag) baru saja mengeluarkan aturan baru untuk mempermudah impor. Dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 87 Tahun 2015 tentang produk impor tertentu, beberapa produk perikanan seperti ikan teri masuk sebagai salah satu produk yang proses impornya dipermudah. Pemerintah berdalih impor ikan teri terpaksa dilakukan karena produksi teri dalam negeri tidak mencukupi kebutuhan teri domestik.
Dalam Permendag ini, Mendag Tom Lembong menghapus ketentuan penetapan sebagai Importir Terdaftar (IT) Produk Tertentu. Produk Tertentu yang dimaksud adalah kosmetik, pakaian jadi, obat tradisional, elektronik, alas kaki, mainan anak. Dengan begitu, impor produk-produk tersebut tidak memerlukan IT lagi, hanya perlu Angka Pengenal Importir Umum (API-U) saja. Dikhawatirkan Indonesia akan banjir produk impor ikan karena sudah ada kemudahan.
Data Asosiasi Pengusaha Pengolahan dan Pemasaran Produk Perikanan Indonesia (AP5I), impor ikan teri berasal dari sesama negara ASEAN, sebagian besar berasal dari Myanmar dan Vietnam. Selain teri, Indonesia setiap tahun juga masih rutin mengimpor ikan sarden untuk industri ikan kaleng. Sepanjang tahun 2014, impor ikan dan produk ikan lainnya yang masuk ke Indonesia senilai 133 juta dolar AS dengan volume 54.739 ton.
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti memprotes Permendag Nomor 87 Tahun 2015. Aturan ini dikhawatirkan membuat pasar di dalam negeri dibanjiri ikan dan produk olahan ikan impor. Hal ini dianggap tak sejalan dengan upaya menggenjot investasi di sektor hilir perikanan. Susi mengungkapkan kementeriannya tidak diikutsertakan dalam penggodokan aturan tersebut yang sudah beberapa kali direvisi sejak 2012.
Asosiasi Pengusaha Pengolahan dan Pemasaran Produk Perikanan Indonesia (AP5I) menyebutkan aturan Kemendag membuat industri pengolahan ikan dalam negeri bisa kalah bersaing dengan para importir ikan olahan tersebut. Selama ini produksi dalam negeri sudah menurun karena kekurangan bahan baku sebagai dampak moratorium kapal eks asing. Mereka mengusulkan agar pemerintah menerapkan kebijakan impor bahan baku ikan untuk diolah lagi ketimbang ikan olahan dalam kemasan.
Impor bagi pelaku industri pengolahan ikan dalam negeri seharusnya menjadi pilihan terakhir. Memang akibat minimnya cold storage membuat keterbatasan stok ikan. Sebab selama ini masih banyak industri pengolahan ikan tidak menggantungkan pasokannya dari nelayan kecil. Ikan memang banyak di nelayan dan di pasar-pasar ikan tetapi sifatnya musiman. Ikannya tidak bisa disimpan setahun, padahal industri bahan baku harus banyak dan ada terus.
Entah karena protes Menteri Susi atau karena tiba-tiba Presiden Jokowi kembali menyoroti buruknya komunikasi anggota kabinet, Kemdag menunda pemberlakuan Permendag Nomor 87 Tahun 2015 ini menjadi 1 Januari 2016. Penundaan masa berlaku ini telah mendapat persetujuan Mendag Thomas Lembong. Aturan ini juga telah dikoordinasikan dengan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan. Mereka berdalih penundaan pemberlakuan aturan ini karena kondisi ekonomi Indonesia saat ini tidak efektif untuk melaksanakan aturan ini.
Sudah semestinya Indonesia tidak perlu mengimpor ikan, karena produksi ikan Indonesia bisa menutupi kebutuhan nasional, untuk industri maupun konsumsi masyarakat. Jika kekurangan stok bahan baku ikan, solusinya bukan dengan mengimpor tetapi dengan cara meningkatkan produksi ikan di dalam negeri.
Kementerian Kelautan dan Perikanan harus menggenjot produksi ikan dalam negeri, antara lain pemberian bantuan sarana penangkapan kepada nelayan dan melanjutkan pencegahan pencurian ikan.(**)