Pendidikan nasional tidak mengenal dikotomi pusat dan daerah. Lembaga pendidikan daerah sama pentingnya dengan yang berada di pusat pemerintahan.
Apalagi dengan adanya standarisasi melalui sistem akreditasi, berarti ada alat ukur yang sama untuk menilai perguruan tinggi negeri maupun swasta, dan pusat maupun daerah. Sudah seharusnya semua lembaga pendidikan tidak lagi dibeda-bedakan hanya karena lokasi di daerah dan pusat.
Kita mendukung pernyataan Ketua Umum Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta (Aptisi) pusat Prof Edy Suandi Hamid yang mengatakan lembaga pendidikan tinggi (PT) di daerah-daerah tak boleh merasa inferior, dan mau menerima stigma sebagai PT kelas dua. Menurutnya, PT daerah tetap harus percaya diri dan menyiapkan lulusan yang berdaya saing dengan lulusan yang sama dari PT di kota besar. Dengan standar kelulusan yang sama, maka tidak ada alasan lulusan PT daerah untuk minder, inferior, atau tersandera hanya bisa mengabdi di daerahnya.
Alumni PT daerah harus terlepas dari persepsi bahwa dirinya berasal dari kampus pinggiran. Pengelola PT daerah mesti mau belajar lebih profesional dalam memberi pelayanan bagi mahasiswa. Pemerintah tak boleh lepas tangan, harus memberi dukungan secara maksimal melalui program-program khusus untuk meningkatkan kualitas PT daerah. Terutama pemerintah mesti meningkatkan alokasi beasiswa bagi staf pengajar ke jenjang master atau doktoral, dan bagi para mahasiswa.
Apabila kualitas PT daerah meningkat, maka minat calon mahasiswa daerah untuk masuk ke sana akan naik juga. Tidak lagi berlomba-lomba untuk kuliah di Jakarta, Bandung, dan Pulau Jawa lainnya. Begitu juga yang di kabupaten kota tidak mesti ke ibukota provinsi, manakala di daerahnya telah tersedia perguruan tinggi. Tinggal melihat level akreditasinya yang dengan mudah diakses melalui website atau ditanya langsung ke kampusnya.
Hanya konflik internal pengelola kampus mesti diminimalkan. Pengalaman menunjukkan konflik internal sangat merugikan mahasiswa dan kampus itu sendiri. Banyak yang awalnya memiliki reputasi baik dan akhirnya banyak mahasiswa pindah ke kampus lain. Bukan itu saja, catatan Dikti, banyak PT daerah yang terpaksa dinonaktifkan karena konflik internal pengelolanya. Bukan untung yang dapat, malah semua menuai rugi jika pengelola PT berkonflik.
Penguatan PT daerah mendesak mengingat berlakunya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Masuknya pekerja dari negara-negara lain bisa membuat anak negeri menjadi penonton. PT daerah perlu memberikan stimulus kepada anak didiknya agar ikut termotivasi terjun dalam berkarya di bidang ekonomi kreatif. Sebab peluang kerja di era MEA yang masih terbuka lebar adalah ekonomi kreatif seperti yang didengungkan Presiden Jokowi.
Daerah tak boleh tertinggal dalam menghadapi MEA. PT Daerah merupakan stakeholder strategis dalam mempersiapkan sumber daya manusia andalan. Hanya seperti diungkap Aptisi, PT Daerah sering tidak percaya diri sehingga tak maksimal. Bukan hanya pengelola kampus daerah yang mesti berubah cara berpikirnya, tetapi juga pemerintah dan masyarakat setempat. Bagaimana mempersiapkan daerah agar jangan hanya menjadi penonton saja dalam era MEA.
PT Daerah memiliki peranan yang sangat penting dalam mempengaruhi perubahan-perubahan suatu masyarakat. Peran dan fungsi perguruan tinggi dapat diwujudkan dalam bentuk membangun gerakan pembelajaran masyarakat untuk mendorong segera terciptanya transformasi sosial. Hal ini telah dilirik Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi yang menggandeng kerja sama dengan 10 perguruan tinggi di wilayah perbatasan untuk meningkatkan pembangunan daerah perbatasan Indonesia. Kegiatan tersebut dilakukan karena masih terbatasnya ketersediaan tenaga kerja dan modal untuk mengelola potensi di wilayah perbatasan.
Pemerintah daerah diharapkan bisa merangkul perguruan tinggi setempat. Jadikan PT daerah sebagai mitra strategis untuk menghasilkan sumber daya manusia yang siap menghadapai era MEA. Sudah saatnya melibatkan civitas akademika PT daerah dalam setiap gerak laju pembangunan. PT daerah juga harus berbenah dan menyiapkan diri sebagai motor pembangunan nasional bersama anak bangsa lainnya.(**)