Aneksasi Rusia terhadap Crimea melalui referendum yang terkesan dipaksakan dan ditentang oleh hampir semua negara Barat merupakan kristalisasi dari politik kawasan dan perang pengaruh. Antar negara sekarang, apalagi negara-negara maju sering diperhadapkan pada perebutan suatu pulau. Klaim negara Rusia yang ingin melindungi etnis Rusia yang jumlahnya mencapai lebih dari 52,67 persen sebenarnya alasan yang dipaksakan. Masalahnya Semenanjung Crimea merupakan basis angkatan Laut Negara Rusia, tepatnya pelabuhan Sevastopol. Menempatkan angkatan laut negara Rusia di Crimea sebagai jalur yang sangat strategis sangat penting bagi Rusia sebagai upaya menjaga pengaruhnya di negara-negara Eropa Timur (eks Uni Sovyet dulu).
Saat ini Rusia masih memimpikan kejayaan negara Uni Sovyet dulu yang pernah menjadi kekuatan penyeimbang bagi negara Amerika Serikat (bipolar). Saat ini bekas perang dingin masih belum hilang. Rusia masih menganggap USA sebagai saingan dan berusaha terus berebut pengaruh dengan negara-negara lainnya.
Salah satu basis yang tetap ingin berkiblat ke negara Rusia adalah bekas negara Uni Sovyet yang sekarang menjadi negara-negara kecil yang sudah memisahkan diri dengan Rusia. Rusia masih memimpikan kejayaan masa lalu. Untuk itu, Rusia terus melakukan konfrontasi secara diplomatik dan teknologi, dengan negara-negara Barat yang berhaluan liberal kapitalis.
Saat ini perang kawasan dengan unjuk kekuatan militer tercanggih sering kita lihat. Negara Jepang dan China masih ribut dengan kepulauan Senkhaku. Jepang dan China saling klaim. Bahkan China secara terang-terangan memamerkan armada perangnya kepada Jepang dengan fasilitas tercanggih. Dengan Filippina, Vietnam, Thailand China juga berebut pengaruh di kawasan Laut China Selatan. Semua negara seringkali terlibat konflik dan perang dingin hanya karena masalah perbatasan.
Perlu PBB turun tangan dan membangun dialog mengenai batas negara, sengketa kepulauan, dan juga masalah kedaulatan sebuah negara. Kita tidak menginginkan semua negara suatu saat nanti dihadapkan pada sebuah perang terbuka (open war). Ini bisa saja terjadi melihat perkembangan teknologi mutahir. Terlebih lagi alat-alat perang saat ini sangat super canggih. Idealnya persenjataan canggih diciptakan untuk kepentingan kemanusiaan, menjaga manusia dari rongrongan luar yang membahayakan.
Saatnya semua negara-negara dunia atas nama globalisasi merumuskan hubungan yang lebih erat, adil, jujur, dan menyelesaikan semua masalah tanpa kekuatan militer atau perang. Perang adalah kemunduran peradaban semua bangsa karena tidak akan pernah menghasilkan apa-apa. Yang dilahirkan justru penderitaan yang akan membuat sejarah manusia menjadi kelam.
Dengan mengedepankan dialog yang adil, jujur, dan duduk bersama maka kan tercipta harmonisasi manusia yang saling menguntungkan semua pihak. Negara-negara maju, atau semua negara perlu mengakui hak kedaulatan negara lain tanpa melakukan aneksasi secara paksa. Pada akhirnya masyarakat di Crimea yang akan menderita jika Ukraina dan Rusia diperhadapkan pada perang.
Mari membangun dialog dan saling pengertian dalam menyelesaikan masalah apapun juga jika menyangkut kepentingan nasional semua negara di dunia ini. Saatnya kita saling menghargai, menghormati kepentingan masyarakat yang lebih besar daripada ambisi pribadi atas nama kepentingan nasional. Padahal bisa saja konflik, perang, terjadi hanya karena ulah segelintir orang dan bukan kepentingan masyarakat yang lebih besar. Politik kawasan dan perang pengaruh ke arah yang merusak (mengeksploitasi) harus dihentikan karena merusak tatanan global yang damai, jujur, dan adil.
(#) Simak berita lainnya di Harian Umum Sinar Indonesia Baru (SIB).
Atau akses melalui http://epaper.hariansib.co/ yang di up-date setiap
hari pukul 13.00 WIB.