Rencana pemerintah untuk segera mengambil alih penyelenggaraan umrah menjadi polemik. Menurut versi pemerintah, banyak penyelenggara perjalanan ibadah umrah (PPIU) yang menelantarkan jemaah. Proses pengambilalihan itu akan dilakukan secara bertahap. Bahkan Kementerian Agama akan membentuk direktorat penyelenggara ibadah umrah.
Hingga saat ini, jumlah PPIU yang tercatat di Ditjen PHU 266 perusahaan. Tahun lalu, 14 PPIU dibekukan dan dikenai pencabutan izin karena menelantarkan anggota jemaah umrahnya. Meski ada nota kesepahaman (MoU) dengan pihak kepolisian untuk memberantas PPIU ilegal dan menelantarkan anggota jemaah umrah, kasus-kasus ini tetap saja terjadi setiap tahunnya.
Setiap tahun jamaah umrah dari Indonesia sekitar 600.000 orang. Itu catatan resmi yang didata Kemenag dan masih ada lagi yang pergi menggunakan asosiasi tak resmi. Warga yang menunaikan umrah menggunakan asosiasi ilegal inilah sering menimbulkan masalah, termasuk penelantaran jamaah saat perjalanan. Tak heran, penyelenggaraan umrah Indonesia menjadi sorotan Pemerintah Arab Saudi karena banyaknya masalah saat berada di sana.
Rencana pemerintah untuk menjadi operator penyelenggaraan umrah ditolak mentah-mentah oleh biro perjalanan umrah dan haji. Para biro perjalanan umrah menilai rencana pemerintah tersebut akan menghentikan bisnis mereka. Pemerintah dinilai seharusnya mendorong pertumbuhan ekonomi bukannya malah memutus hajat hidup orang banyak. Apabila mengambil alih penyelenggaraan umrah, maka pemerintah dianggap gagal membina swasta.
Anggota Komisi VIII DPR RI Khatibul Umam Wiranu juga menyatakan tidak setuju dengan rencana Kemenag yang ingin mengambil alih pengelolaan umrah. Bahkan dia ingin agar Kemenag tidak lagi mengurusi masalah haji lantaran banyaknya berbagai kelemahan. Dalam RUU Haji yang sedang dirancang di DPR RI ada gagasan agar penyelenggara haji tidak pemerintah lagi.
Komisi VIII menurutnya akan merekomendasikan pembentukan lembaga atau badan yang secara khusus mengurusi haji. Badan dan lembaga itu nantinya diisi oleh pejabat profesional yang direkrut secara khusus oleh presiden dengan persetujuan DPR RI. Posisi Kemenag nantinya hanya sebagai regulator haji bukan lagi operator. Memang RUU ini masihlah wacana dan belum tentu akan gol menjadi UU.
Paling tidak, fakta menunjukkan penyelenggaraan haji baik reguler maupun umrah belum lepas dari masalah. Persoalan pemondokan dan katering acapkali menjadi persoalan yang berulang. Memang tak mudah mengurus jamaah yang jumlahnya tak sedikit. Namun, karena ini selalu terjadi setiap tahun, mengapa tidak ada solusi agar ada sistem penyelenggaraan haji yang lebih baik.
Polemik antara PPIU dengan Kemenag meski disikapi dengan bijaksana. Ini kesempatan bagi semua pihak melakukan introspeksi diri. Sebab Kemenag sendiri masih tak luput dari kegagalan dalam menyelenggarakan haji. Namun PPIU juga bermasalah dan gagal menunjukkan tanggung jawabnya bagi jamaah. Walau harus diakui tidak semua PPIU yang bermasalah, masih banyak yang bertanggung jawab dalam usahanya.
Diharapkan ada solusi yang bijaksana diambil pemerintah untuk membuat umrah lebih baik dari sebelumnya. Mungkin bukan langkah yang tepat juga untuk menghabisi pihak swasta dari bisnis ini. Lebih baik dibangun suatu sistem yang akuntabel dan transparan sehingga penyelenggaran haji baik reguler maupun umrah bisa optimal dan bebas masalah. Kemenag sebaiknya mengajak semua pihak duduk bersama untuk membahas masalah haji ini.(**)