Perayaan Natal tahun ini berlangsung aman, tanpa ada gangguan yang berarti. Padahal sebelumnya sudah ada sinyalemen gangguan keamanan dari kelompok intoleransi. Polisi bergerak cepat dan menggulung kelompok yang ingin mengacau dan menebar teror saat Natal serta akhir tahun.
Ini menunjukkan potensi terjadinya teror masih ada di bumi Nusantara ini. Mereka menggunakan kedok agama untuk merekrut orang-orang baru yang umumnya pemahamannya di anggap menyimpang. Radikalisme masih tumbuh subur dengan berbagai faktor penyebabnya. Perbedaan masih dianggap ancaman, bukan sebagai kenyataan hidup yang harus diterima.
Bumi sudah ditentukan Tuhan dihuni beragam bangsa, etnis, bahasa, warna kulit, agama dan lain-lain. Berbeda adalah fakta yang tak bisa dielakkan. Menolak perbedaan sama saja melawan kehendak Tuhan yang menciptakan keragaman tersebut.
Itu sebabnya Persekutuan Gereja Indonesia (PGI) dan Konferensi Wali Gereja (KWI) menyerukan pesan agar semua umat manusia hidup bersama sebagai keluarga ciptaan Tuhan. Perbedaan bukan halangan untuk hidup bersama sebagai sesama anak bangsa. Malah jika dikelola dengan baik, bisa menjadi kekuatan besar untuk maju bersama. Meski ada tekanan ekonomi global, konflik, perang dan berbagai masalah, jika dihadapi dengan optimisme dan kebersamaan, tidak ada yang tak bisa diatasi.
Indonesia sudah beberapa kali mengalami masalah besar yang nyaris mengoyak negeri ini. Sudah tak terhitung upaya merusak keragaman dengan mengatasnamakan agama. Kelompok intoleransi menebar teror dan kebencian agar Indonesia ini bubar. Tetapi upaya tersebut gagal.
Kasus teror terbaru yang terjadi di Paris dan Amerika Serikat menjadi alarm bagi seluruh negara di dunia. Ternyata kemajuan ekonomi, kecanggihan teknologi dan hebatnya kekuatan militer tidak menjadi jaminan bebas teror. Radikalisme bisa tumbuh di mana saja, dan hanya bisa diberantas jika ada kepedulian serta kebersamaan masyarakat sebagai keluarga Tuhan.
Kesadaran sebagai anggota keluarga akan menyulitkan paham radikalisme berkembang. Terorisme akan leluasa apabila individualisme menonjol. Individualisme terbukti gagal memberi rasa aman bagi masyarakatnya. Saatnya mengembangkan solidaritas dan kepekaan terhadap sesama.
Imbauan PGI dan KWI mesti menjadi pegangan, bukan hanya bagi umat Kristen dan Katolik, tetapi semua umat. Sebab pesan ini sifatnya universal bagi semua umat ciptaan Tuhan. Hidup bersama keluarga harus dimulai dari unit terkecil dan sejak usia dini. Hidup toleran dan tenggang rasa meski ada perbedaan.
Kurikulum sekolah sebaiknya memuat tentang perbedaan sebagai anugerah Tuhan. Semua ciptaan Tuhan adalah keluarga yang telah ditentukan hidup bersama. Sebagai keluarga Indonesia, mari singkirkan egoisme. Mari bergandengan tangan dan bangun Indonesia dengan sekuat tenaga.(**)