Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Selasa, 15 Juli 2025

Stabilitas Keamanan Asia Masih Goyah

- Jumat, 08 Januari 2016 10:16 WIB
465 view
Stabilitas Keamanan Asia Masih Goyah
Berbagai konflik masih berpotensi menjadi gangguan keamanan di Asia tahun 2016. Sengketa Laut China Selatan masih terus memanas dan akan lebih panas lagi sebab masing-masing negara  bertikai bertahan dengan sikapnya. Negara Tiongkok mengklaim Laut China Selatan adalah wilayahnya berdasarkan fakta sejarah dimulai era Dinasti Han 110 sebelum Masehi. Era itu dilakukan ekspedisi laut ke Spratly Islands (Kepulauan Spartly) ketika Dinasti Ming 1403-1433 Masehi. Saat itu para nelayan dan pedagang China sudah bekerja dan menetap di wilayah tersebut.

Klaim Tiongkok ini diperkuat dengan mengeluarkan peta nine dashed lines (sembilan garis putus-putus) pada tahun 1947 dan Mei 2009. Berdasarkan peta itu, negara Tirai Bambu ini mengklaim semua pulau yang ada di wilayah itu mutlak miliknya. Mereka juga menyatakan perairan yang berada di wilayah tersebut masih miliknya, termasuk kandungan laut maupun tanah di bawahnya.

Sikap ini ini memicu reaksi dari negara yang wilayahnya bersinggungan dengan Laut China Selatan. Mereka adalah, Vietnam, Malaysia, Indonesia, Brunei dan Philipina. Semakin masifnya Tiongkok mengklaim wilayah tersebut dengan membangun infrastruktur semakin memicu ketegangan di Laut China Selatan. Masing-masing negara terkait yang tergabung dalam ASEAN semakin meningkatkan kekuatan militernya di sekitar Laut China Selatan. Apalagi Amerika Serikat ikut masuk dalam konflik ini makin memanaskan suasana.

Belum selesai masalah Laut China Selatan, Semenanjung Korea kembali bergejolak setelah Korea Utara melakukan uji coba bom hidrogen kemarin. Data yang dikeluarkan US Geological Survey (USGS), pada Rabu pagi, menyebutkan sebuah gempa bumi berkekuatan 5,1 skala richter terdeteksi di lokasi sekitar 19 kilometer dari Sungjibaegam, tempat uji coba nuklir Korea Utara itu di kedalaman 10 kilometer. Tentu saja ini menimbulkan kekhawatiran bagi dunia dan negara Asia khususnya, termasuk Indonesia.

Bom hidrogen merupakan bom terdahsyat dari dua jenis bom nuklir yang kekuatannya 25 ribu kali dari bom nuklir konvensional yang dijatuhkan Amerika Serikat (AS) di Hiroshima dan Nagasaki, Jepang saat Perang Dunia II. Miniatur bomnya saja sudah menimbulkan gempa 5,1 skala richter, bagaimana dengan ledakan bom hidrogen dalam ukuran sebenarnya? Sungguh tak terbayangkan bagaimana kerusakan yang diakibatkannya jika digunakan dalam perang untuk membunuh manusia?

Dewan Keamanan PBB memertimbangkan untuk menjatuhkan sanksi baru bagi Korea Utara setelah negara itu melakukan uji coba nuklir terbaru. Inggris akan menggalang kerjasama dengan negara lain untuk sebuah resolusi sanksi baru untuk Korea Utara. Amerika Serikat, Jepang dan anggota DK PBB lainnya juga akan merancang usulan resolusi yang mengecam keras uji coba bom hidrogen yang digelar Pyongyang. Semua uji coba nuklir adalah sebuah pelanggaran terhadap resolusi Dewan Keamanan PBB.

Pemerintah Indonesia telah menyampaikan kritik atas dilakukannya uji coba bom hidrogen Korea Utara. Uji coba tersebut dinilai bertentangan dengan Comprehensive Nuclear Test-Ban Treaty (CTBT) dan semangat yang terkandung di dalam perjanjian tersebut. Selain itu, uji coba nuklir merupakan pelanggaran atas kewajiban Korea Utara berdasarkan Resolusi DK Perserikatan Bangsa-Bangsa 1718 (2006), 1874 (2009), dan 2087 (2013).   Indonesia menyerukan kepada semua pihak untuk menghormati dan mematuhi Resolusi DK PBB yang terkait.

PBB bisa menjatuhkan sanksi berat bagi Korea utara. Ini  mengingatkan kasus Irak yang dituduh mengembangkan senjata biologi dan kimia yang akhirnya menjadi alasan untuk menyerang negara tersebut. Bagaimanapun Korea Utara jika diserang atau diberi sanksi tidak akan menerima begitu saja. Bom hidrogen yang dimilikinya merupakan ancaman besar yang perlu dipertimbangkan dunia. Perang bukanlah solusi bagi kasus semenanjung Korea ini.

Kita berharap semua pihak bisa menahan diri serta mengedepankan diplomasi dan dialog dalam menciptakan situasi kondusif bagi perdamaian, stabilitas dan pembangunan di kawasan Asia. PBB diharapkan bijak dalam menjatuhkan sanksi terhadap Korea Utara sehingga tidak memicu terjadinya konfrontasi. Begitu juga dengan konflik Laut China Selatan agar diselesaikan lewat meja perundingan.(**)

SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru