Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Selasa, 15 Juli 2025

Strategi Menyeluruh Berantas Terorisme

- Minggu, 17 Januari 2016 13:58 WIB
467 view
Strategi Menyeluruh Berantas Terorisme
Aksi peledakan bom dan penembakan menggunakan senjata api di Jakarta beberapa hari lalu menjadi bukti tak terbantahkan bahwa terorisme masih eksis di Indonesia. Mereka menerapkan strategi perang gerilya, menyusup di tengah masyarakat, tiarap manakala ada operasi, dan beraksi ketika ada celah keamanan. Perekrutan teroris terus berlangsung, terlihat dengan munculnya orang-orang baru, yang tidak terkait secara langsung dengan sejarah konflik di berbagai daerah, maupun luar negeri.

Negara sudah melakukan antisipasi untuk mencegah tindakan terorisme. Berbagai satuan antiteror telah terbentuk, menyusul Densus 88 yang telah eksis sebelumnya. Bahkan sudah ada Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) yang memang spesialisasinya menangani terorisme. Banyak sudah prestasi yang terukir dan tak sedikit anggota kelompok teror yang diseret ke penjara.

Tampaknya tindakan represif tidaklah memadai untuk memberantas terorisme sampai ke akar-akarnya. Harus ada strategi yang lebih komprehensif dari hulu ke hilir, tidak cukup hanya menangkapi pelaku teror. Banyak di antara mereka justru makin radikal dan fanatik setelah bertemu seniornya di penjara. Bahkan, perekrutan dilakukan di lembaga pemasyarakatan, yang seharusnya menjadi sarana penyadaran.

Salah satu dari pelaku terorĀ  yang tewas saat beraksi di Jalan MH Thamrin, ternyata sudah pernah dihukum karena kasus pemilikan senjata api. Dia diketahui terlibat dalam latihan militer di Jantho, Aceh. Mendekam di penjara sejak 2010 hingga 2015, tak membawa perubahan apa-apa. Hanya dalam hitungan bulan, kembali beraksi menebar teror.

Negara tak bisa lagi hanya mengandalkan satuan antiteror dalam memberantas terorisme. Semua pihak mesti terlibat, terutama masyarakat. Teknik gerilya kelompok teror akan gagal apabila masyarakat memiliki kesadaran tinggi melawan terorisme. Deteksi dini terhadap tetangga yang mencurigakan akan mempersempit ruang gerak terorisme. Masyarakat perlu dibekali ciri orang yang patut dicurigai terkait aksi terorisme.

Lalu pemuka agama mesti proaktif meluruskan pemahaman yang keliru. Para pemimpin umat telah memiliki persamaan paham bahwa terorisme merupakan musuh semua agama. Tak ada agama yang membenarkan pembunuhan dan pembantaian. Sekarang bagaimana pemuka agama memberi pencerahan kepada umatnya agar tidak terseret ke paham teroris.

Jika semua agama secara konsisten dan berkesinambungan mengampanyekan perang terhadap terorisme, maka hasilnya akan sangat efektif. Sebab umumnya orang Indonesia sangat beragama. Pesan antiteror akan mempengaruhi umat, paling tidak meningkatkan kewaspadaan terhadap terorisme. Upaya preventif juga perlu digalakkan sejak dini di lembaga-lembaga pendidikan.

Selain itu, mesti ada perlakuan khusus bagi narapidana terorisme. Mereka sebaiknya dilokasir dari narapidana biasa. Harus ada program penyadaran, untuk meluruskan kembali pemahamannya yang keliru. Begitu juga yang bebas dari lapas, bukan hanya diawasi gerak-geriknya, jauh lebih baik apabila membantu mereka meraih kehidupan yang layak.

Terorisme bukanlah kejahatan biasa. Perlu tindakan luarbiasa dan kerjasama di antara semua elemen bangsa untuk memberantasnya. Kita tak boleh kalah terhadap teror. Untuk itu, bukan hanya polisi dan tentara saja perlu terlibat dalam perang antiterorisme ini, tetapi semua anggota masyarakat.(**)

SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru