Kemarin sore hingga malam, media sosial banjir kecaman karena padamnya listrik di beberapa wilayah di Sumatera Utara meski kemudian dijelaskan gangguan karena adanya kebakaran pabrik kayu PT Canang Indah. Kebakaran tersebut mengakibatkan putusnya kabel Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) 150 Kilo Volt (KV) Belawan-Binjai yang menyalurkan daya dari Pembangkitan Belawan ke sistem Sumatera Bagian Utara. Pembangkit di Sistem Sumatera Bagian Utara tidak dapat beroperasi sehingga terjadi pemadaman.
Bukan itu saja, PLTU Pangkalansusu dan Naganraya ikut rusak akibat kebakaran tersebut. Bagi orang awam ini mungkin aneh, sebab kebakaran terjadi di Belawan, yang terkena dampaknya justru di Langkat dan Aceh. Ini menimbulkan pertanyaan dan ramai dibicarakan di media sosial. Secara teknis, hal itu tentu saja bisa dijelaskan mengapa dampak kebakaran di Belawan bisa merembes ke pembangkit.
Listrik saat ini telah menjadi kebutuhan primer bagi manusia. Hampir tak ada lagi kegiatan manusia yang terlepas dari listrik. Mulai dari memasak, sekolah, bekerja, hiburan dan lain-lain. Begitu ada gangguan listrik, kehidupan seolah berhenti berdenyut. Ketergantungan manusia modern sangat tinggi terhadap pasokan listrik.
PLN masih mendominasi pasokan listrik bagi masyarakat. Meski ada pihak swasta yang memiliki pembangkit, masih untuk kebutuhan sendiri. Memang ada upaya mengatasi gangguan listrik dengan menyediakan genset. Namun, kepemilikan genset belum merata dan banyak menganggap tidak perlu dengan adanya PLN.
Begitu ada gangguan yang sifatnya insidental dan perawatan terjadwal, masyarakat langsung menjerit. Apalagi pemadaman secara tiba-tiba tanpa aba-aba, tentu saja membuat konsumen menderita. Ujung-ujungnya PLN yang digugat dan dihujat serta dianggap gagal memberi pelayanan prima. Padahal namanya teknologi pembangkit, buatan manusia, pasti tidak ada yang sempurna, dan bisa rusak suatu saat.
Itu sebabnya gangguan listrik di Sumut dan di belahan bumi lainnya, sangat sensitif. Amarah warga gampang tersulut bagai jerami kering terkena api, apabila terjadi pemadaman dalam jangka waktu yang lama. Apalagi ada yang memprovokasi, maka isu pemadaman listrik gampang meletup. Tentu saja, tidak ada yang menginginkan adanya perusakan kantor PLN seperti yang pernah terjadi di beberapa daerah.
PLN diharapkan memahami psikologi massa apabila ada kemarahan akibat pemadaman listrik. Pusat layanan PLN diharapkan bisa buka 24 jam. Bukan hanya mengandalkan saluran telepon, mesti memanfaatkan semua saluran yang ada, termasuk media sosial. Upaya ini sudah dilakukan PLN, namun dianggap masih lamban merespons aspirasi dan keluhan konsumen.
Pemerintah diharapkan melakukan percepatan pembangunan pembangkit listrik di Sumut. Jangan ada lagi kesan itu proyek PLN atau pemerintah pusat. Diharapkan pemerintah daerah proaktif membantu, mulai dari pengurusan izin hingga ketersediaan lahan. Investor mesti dibuat betah dan nyaman, terutama untuk membangun pembangkit listrik baru.
Konsumen diminta memahami berbagai kendala yang dihadapi PLN manakala ada gangguan listrik. Kuncinya adalah bagaimana informasi gangguan listrik bisa diterima konsumen dengan baik. Apabila alasan pemadaman listrik masuk akal, pasti masyarakat bisa sabar menunggu. Masalah listrik tak boleh dipandang sebelah mata, hal ini sangat sensitif. (**)