Persaingan sengit industri otomotif di Indonesia menimbulkan korban. Mendadak, Ford Motor Indonesia (FMI) mengeluarkan pernyataan resmi, menghentikan semua operasinya di dalam negeri pada paruh kedua tahun ini. Mereka menutup dealership Ford dan menghentikan penjualan dan impor resmi semua kendaraan Ford. Tentu saja ini bukan kabar baik bagi konsumen.
Pejabat Kemenperin mengaku, manajemen FMI sempat mengaku kesulitan bersaing dalam pasar otomotif Indonesia yang didominasi pabrikan asal Jepang. Dalam laporan FMI, disebutkan penutupan operasi di Indonesia merupakan bagian dari strategi restrukturisasi besar-besaran yang dilakukan Ford Motor Co selaku perusahaan induk. Sudah sangat jelas bagi Ford, bahwa tidak ada potensi untuk memeroleh keuntungan yang berkesinambungan dari operasinya di Indonesia.
Tahun lalu, mobil Ford terjual 6.013 unit (ritel). Angka itu hanya mencicipi 0,6 pangsa pasar mobil di Indonesia. Tentu ini sangat minim dibandingkan produk asal Jepang. Menurut data Gaikindo, seluruh penjualan Ford sepanjang 2015 mencapai angka 4.986 unit. Di Indonesia, mereka meniagakan Fiesta, EcoSport, Escape, Everest dan Focus. Dari model tersebut, EcoSport berkontribusi paling besar dengan angka 2.713 unit. Jumlah ini turun lebih dari 50 persen dibanding tahun sebelumnya. Pada 2014, Ford Indonesia berhasil menjual sebanyak 12.008 unit kendaraan.
Penghentian operasi Ford di Indonesia, menurut Menteri Perindustrian Saleh Husin tidak berpengaruh signifikan ke industri otomotif nasional. Sebab Ford hanya mengimpor mobil dari pabriknya di Thailand, maka tidak akan ada dampaknya bagi industri otomotif nasional. Selain itu, selama ini keberadaan Ford di Indonesia tidak didukung dengan industri komponennya. Hal ini berbeda dengan industri kendaraan bermotor lain yang juga membangun struktur industri komponen di Indonesia.
Padahal penjualan otomotif sedang tumbuh baik di Indonesia. Data Badan Koordinasi dan Penanaman Modal (BKPM) tahun 2015 menunjukkan bahwa realisasi investasi sektor industri alat angkutan dan transportasi, termasuk di dalamnya otomotif, mencapai Rp 23,57 triliun. Ini naik 6,5 persen dibandingkan realisasi tahun 2014 sebesar Rp 22,13 triliun. Sedangkan untuk investasi asing yang khusus sektor otomotif baik industri maupun jasa (perdagangan dan reparasi) tercatat mencapai Rp 21,6 triliun meningkat 13 persen dari tahun sebelumnya Rp 19 triliun.
Bahkan pasar untuk penjualan mobil masih terbuka lebar dan sangat seksi. Sebab berdasarkan data OICA (International Organization of Motor Vehicle Manufacturers) rasio kepemilikan mobil di Indonesia baru sekitar 77 unit per 1.000 penduduk. Bandingkan dengan Malaysia sekitar 397 unit per 1.000 penduduk. Melihat jumlah rasio kepemilikan mobil tersebut menunjukkan bahwa peluang pasar mobil di Indonesia masih sangat besar.
Meski pemerintah menilai penutupan operasional Ford tidak berdampak, bagaimanapun tetap ada efeknya bagi Indonesia. Secara khusus dampaknya untuk karyawannya dan konsumen Ford. Keputusan yang diambil menurut manajemen Ford telah dikomunikasikan ke seluruh karyawan dan dealer yang selama ini bekerjasama menjual mobil Ford di Indonesia. Artinya, hak-hak pekerjanya akan tetap dilindungi sesuai ketentuan yang berlaku.
Lalu bagaimana dengan konsumen yang menggunakan mobil Ford selama ini? Apakah layanan purnajual tetap ada? Siapa yang memastikan hak masyarakat pengguna mobil Ford tetap akan diperhatikan. Memang manajemen Ford telah berjanji memasilitasi kesinambungan dukungan servis, suku cadang, dan garansi kendaraan mereka sehubungan rencana penutupan tersebut. Ini melegakan, sebab layanan tetap ada di Indonesia, meski operasional FMI telah berakhir.
Kita berharap, sebelum FMI benar-benar angkat kaki dari Indonesia, ada kepastian tentang perlindungan konsumen mobil Ford. Diharapkan pemerintah dan YLKI mau mendorong manajemen Ford memberi jaminan tetap melayani konsumennya. Ford tak boleh melepas tanggung jawab sebab jumlah pengguna mereknya di Indonesia tak sedikit. Hak purnajual mereka harus tetap dijamin. (**)