Pasal 34 Ayat 3 Perubahan Keempat UUD 1945 menyebutkan bahwa negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak. Penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan ini bukan hanya gedung atau tempat tidur pasien, melainkan juga penyediaan peralatan medik dan tenaga kesehatan termasuk dokter.
Berdasarkan catatan, di Indonesia sebanyak 3 dokter harus melayani 10 ribu penduduk. Masih kalah jauh dari negara tetangga Malaysia, di mana 10 ribu penduduk mereka dilayani oleh 9 dokter. Lalu ada ketimpangan penyebaran dokter yang 50 persen ada Jawa dan Bali.Ini bermakna masih banyak daerah yang belum terlayani tenaga dokter.
Sudah bukan rahasia lagi. biaya kuliah pada program studi pendidikan dokter di berbagai perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta, lebih mahal dibandingkan program studi lain. Sumbangan pembinaan pendidikan uang kuliah tunggal per semester bisa mencapai belasan hingga ratusan juta rupiah. Belum lagi biaya hidup per bulan dan pembelian buku-buku kedokteran standar. Dulu, biaya kuliah fakultas kedokteran, khususnya di universitas negeri, relatif terjangkau, termasuk bagi masyarakat kurang mampu. Kini melonjak tinggi, khususnya sejak perguruan tinggi mendapat status Badan Hukum Milik Negara.
Besarnya dana yang diperoleh dari pendidikan dokter membuat banyak universitas swasta mengajukan pendirian fakultas kedokteran. Akibatnya, jumlah fakultas kedokteran pun melonjak drastis pada 2008-2010. Dalam rentang dua tahun itu, jumlah fakultas kedokteran naik 38 persen dari 52 menjadi 72 fakultas. Meski baru berdiri, banyak fakultas kedokteran menerima mahasiswa baru sampai 100 mahasiswa per tahun. Padahal, ketentuan maksimum jumlah mahasiswa yang boleh diterima pada tahun pertama fakultas kedokteran hanya 50 mahasiswa.
Mahalnya pendidikan dokter berimplikasi pada banyak hal, mulai dari kualitas mahasiswa yang masuk, kualitas lulusan yang dihasilkan, hingga dampak pada sistem kesehatan dan pemenuhan hak rakyat untuk hidup sehat. Dokter menumpuk di kota besar dan enggan bertugas di daerah, apalagi daerah terpencil, tertinggal, perbatasan, dan kepulauan. Keinginan mengembalikan biaya pendidikan dokter yang besar dan niat melanjutkan pendidikan dokter spesialis yang sangat mahal membuat banyak praktik kedokteran yang menyalahi disiplin dan etika dokter.
Akibatnya, pemenuhan kebutuhan dan pemerataan tenaga dokter belum terjawab. Daerah masih menjerit kekurangan dokter. Berbagai insentif seperti tunjangan besar ditawarkan tidak serta merta membuat dokter mau ditempatkan ke daerah. Terutama tenaga spesialis sangat langka, mereka lebih memilih di kota besar. Jika sempat menjadi PNS di daerah, dokternya memilih pindah dalam waktu tak terlalu lama ke kota.
Itu sebabnya muncul gagasan agar merekrut dokter saat mereka masih akan menempuh pendidikan. Universitas Padjajaran menjadi pioner pertama. Pada tahun akademik 2016/2017 ini, FK Unpad akan menerima 250 calon mahasiswa dengan rincian 125 dari jalur SNMPTN dan 125 dari jalur SBMPTN. Seluruh mahasiswa yang diterima melalui dua jalur seleksi tersebut akan digratiskan biaya kuliahnya melalui beasiswa yang dikeluarkan pemerintah daerah dari 27 kota/kabupaten di Jawa Barat maupun beasiswa dari berbagai pihak, termasuk instansi swasta.
Meski gratis, ada syarat yang ditetapkan Unpad kepada mahasiswa Pendidikan Dokter dan Dokter Spesialis, yaitu ada perjanjian antara calon mahasiswa dengan Unpad. Isi perjanjian kurang lebih menyatakan, ketika lulus nanti para dokter yang kuliah gratis ini wajib mengabdi di wilayah/instansi yang ditentukan. Jika tidak, rektor berkomitmen tidak akan mengeluarkan ijazahnya. Wah, sungguh luar biasa dan merupakan terobosan membuat dokter mau bertugas di daerah.
Alangkah baiknya jika langkah Unpad dan daerah Jawa Barat diikuti daerah lain di Indonesia. Ini bisa menjadi model untuk mengatasi kurang meratanya distribusi tenaga dokter sekaligus menambah rasio terhadap jumlah penduduk. Kita berharap pemerintah pusat bisa memprogramkan ini, sebab memang tugas negara menyediakan tenaga kesehatan termasuk dokter. Apalagi menyambut MEA, persiapan SDM lokal menjadi kunci utama memenangkan persaingan global.(**)