Uni Eropa (UE) dibangun atas nilai-nilai kebebasan, perdamaian dan persatuan. Dalam sejarah, mereka tampil bukan hanya sebagai kekuatan ekonomi, tetapi memiliki pengaruh dalam berbagai proses politik di berbagai belahan dunia. Apalagi dengan berakhirnya era perang dingin, Uni Eropa menjadi kekuatan yang pantas diperhitungkan di panggung masyarakat internasional.
Belakangan berbagai masalah muncul dan berpotensi mengguncang kekompakan Uni Eropa. Diawali krisis ekonomi 2008 yang dampaknya berlanjut hingga kini, negara Yunani, Portugal, Irlandia, Siprus dan Spanyol terbelit depresi. Lalu berlanjut dengan tumbangnya beberapa diktator Arab memicu munculnya ISIS dan krisis Suriah. Gelombang pengungsi dari Timur Tengah bagai badai membanjiri negara-negara Eropa.
Akhir 2015, serangan teroris di jantung kota Paris menimbulkan kepanikan di Uni Eropa. Selama ini perbatasan antarnegara sudah bebas, kini kembali ke zaman sebelumnya, ketat dan penuh aroma kecurigaan. Berbagai putusan yang diambil Uni Eropa malah mendapat perlawanan luas dari negara-negara anggotanya sendiri.
Jerman misalnya membuka pintu bagi satu juta pengungsi asal Suriah. Namun, negara Eropa lainnya meresponsnya dengan membangun pagar di sepanjang perbatasan untuk mencegah pengungsi masuk. Denmark malah mengesahkan UU yang mempersulit pengungsi, dan hartanya bisa dirampas. Swedia memutuskan memulangkan 80 ribu pengungsi dan langkah ini diikuti anggota UE lainnya.
Masalah pengungsi menjadi bom waktu bagi masa depan UE. Kini sudah ada 1,2 juta pengungsi mengadu nasib di sana. Mereka umumnya masuk melalui perairan Yunani. Alasan politik di negara asal menjadi dalih pengungsi, meski banyak motifnya ekonomi bahkan dicurigai bagian dari upaya ISIS ingin menebar teror di Eropa.
Kehadiran pengungsi mengubah nilai-nilai yang selama ini dianut masyarakat UE. Awalnya mereka simpati dan ingin menolong pengungsi. Namun berbagai teror dan masalah, membuat pengungsi dianggap jadi beban dan membahayakan. Semangat xenophobia merebak dan anti imigran meluas hingga ke parlemen.
Sentimen anti UE mulai muncul. Kelompok Visegrad Four (V4) yang terdiri atas Hongaria, Polandia, Ceko dan Slowakia jelas-jelas membandel dan menolak putusan UE agar menampung pengungsi sesuai kuota yang disepakati. Hasil survei di kelompok V4, masyarakatnya sudah tidak percaya lagi dengan UE dan menolak menjalankan kebijakannya. Suasana makin runyam karena publik Inggris mendesak menggelar referendum agar keluar dari UE.
Jika Inggris benar keluar dari UE, maka hancurlah pondasi aliansi ini. UE bisa berakhir tragis dan bubar begitu saja. Dampaknya tidak hanya bagi Eropa saja, bahkan ke seluruh dunia. Bukan hanya soal ekonomi, tetapi politik bahkan keamanan dunia. Amerika Serikat telah menyampaikan kekhawatirannya akan hal ini.
Pada 18-19 Februari mendatang, UE bakal bertemu di Brussels. Pertemuan bakal menentukan masa depan Uni Eropa. Banyak harapan agar anggota mengedepankan kepentingan bersama, dan kompromi terhadap berbagai isu, antara lain tentang pengungsi termasuk sikap terhadap tindakan Rusia mencaplok Crimea yang merupakan bagian dari Ukrania.Mari kita tunggu hasilnya.(**)