Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Selasa, 15 Juli 2025

Jangan Reaktif Terhadap Isu PHK Massal

- Kamis, 18 Februari 2016 09:51 WIB
204 view
Berita kasus pemutusan hubungan kerja (PHK) massal mewarnai pemberitaan media massa beberapa minggu terakhir. Sebelumnya empat perusahaan asing antara lain Chevron, Panasonic, Toshiba dan Ford Motor Indonesia dikabarkan akan menutup pabriknya di Indonesia dengan alasannya masing-masing. Tentu saja dampaknya amat sangat besar, bukan hanya bagi pekerja yang bakal kena PHK saja, tetapi akan memberi efek domino bagi perekonomian Indonesia.

Bukan Indonesia namanya jika isu PHK massal ini tidak langsung menjadi perbincangan hangat di mana-mana. Berbagai pendapat bermunculan, ada yang menyalahkan pemerintah yang bertanggung jawab atas semuanya masalah ini. Tak sedikit yang membela, dan menyatakan bukan hanya Indonesia yang sedang bermasalah, tetapi seluruh dunia saat ini sedang digoncang krisis ekonomi global. Tentu saja perdebatan ini tak menyelesaikan masalah sebab yang PHK tetap saja kehilangan pekerjaannya.

Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Christ Kanter misalnya, berpendapat masalah perburuhan di Indonesia memang menjadi persoalan yang tidak selesai ditanggulangi pemerintah. Produktivitas rendah dan tidak kompetitifnya SDM (Sumber Daya Manusia) yang ada di Indonesia membuat kegiatan PHK masih berlangsung di dalam negeri. Apalagi Indonesia saat ini sedang kebanjiran tenaga kerja asing dengan berbagai macam skill yang jelas lebih tinggi kualitasnya dibanding pekerja lokal.

Memang Menaker Hanif Dhakiri membantah adanya PHK massal. Tidak benar ada 10.000 orang pada awal tahun ini akan kehilangan pekerjaan. Bahkan dirinya mengklaim saat ini tersedia 184.000 lowongan pekerjaan baru dari 40 perusahaan. Pekerja yang tersedia masih kurang, hanya sekitar 21.000 orang. Meski demikian Kemenaker tidak menutup informasi bahwa memang benar ada PHK, tetapi masih terdapat lowongan kerja yang lebih banyak.

Apakah sikap ini terlalu reaktif? Lebih baik semua pihak berhenti saling menyalahkan. Lebih baik memikirkan bagaimana caranya mencegah terjadinya PHK massal, apabila krisis ekonomi global masih berlanjut. Kadin telah menggagas pembentukan Satgas PHK untuk menginventarisasi jumlah tenaga kerja kehilangan pekerjaan dan mencatat perusahaan apa saja yang melakukannya. Harus dipastikan ada jaminan hak-hak pekerja seperti pesangon dan lain-lain yang wajib dipenuhi perusahaan.

Tutupnya perusahaan-perusahaan raksasa elektronik dari Jepang yang berdiri di Indonesia, termasuk Ford, bukan karena masalah produknya tidak bisa kompetitif di Indonesia. Melainkan karena memang mereka harus melakukan efisiensi lantaran kondisi ekonomi global yang sedang melemah. Di sisi lain, daya beli masyarakat Indonesia sedang turun disebabkan perlambatan ekonomi maupun kepercayaan  konsumen sedang menurun. Sehingga, konsumen memilih menyimpan uangnya dibanding untuk konsumsi.

Pemerintah perlu mencari solusi yang tepat dan cepat serta menyeluruh menghadapi gelombang PHK yang telah, sedang, dan mungkin masih akan terjadi.
Kebijakan pembangunan ekonomi ke depan diharapkan lebih berorientasi pada full employment sebagaimana dipesankan pasal 27 ayat 2 UUD 1945. Strategi pembangunan mesti memberikan pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan sesuai amanat konstitusi.

Berhenti bersikap reaktif, untuk jangka pendek, bagaimana nasib para pekerja yang kena PHK perlu dipikirkan. Selain menjamin hak normatif, berbagai instrumen keuangan dari BPJS harus ada untuk memenuhi kebutuhan hidup dan sekolah anak-anak mereka. Lowongan kerja baru perlu diperbanyak dengan menggunakan anggaran pemerintah dan mengundang imvestor baru masuk ke dalam negeri.(**)

SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru