Jakarta (SIB)Sejumlah orang dari jurnalis dan pekerja media menggelar demo penolakan
Revisi UU Penyiaran di depan gedung DPR/MPR RI, Jakarta, Senin (27/5). Massa menyebut pasal-pasal dalam RUU tersebut bisa mengancam kerja pers.
"Pasal-pasal di (Revisi UU) Penyiaran itu mengancam karena banyak sekali larangan untuk media untuk melakukan peliputan, salah satunya investigasi, lalu ada pasal larangan bisa dikenai pasal berita bohong, pencemaran nama baik sementara pasal itu sudah dicabut oleh MK," kata Bayu Wardhana selaku Sekjen Aliansi
Jurnalis Independen (AJI) Indonesia.
"Jadi sebenarnya kami komunitas pers menolak karena itu mengganggu atau akan menyusahkan pekerjaan kami, profesi kami untuk menegakkan pers," sambungnya.
Baca Juga:
Bayu memberi contoh sejumlah kasus yang bisa terungkap karena peran pers. Salah satunya adalah kasus pembunuhan berencana oleh mantan Kadiv Propam Polri, Ferdy Sambo.
"Saya ambil contoh saja ya, kasus Sambo, Sambo bahwa tak ada pers, tak ada investigasi, kita hanya tahu bahwa itu cuma sekadar perselingkuhan, kedua kasus donasi ACT, Aksi Cepat Tanggap itu, yang ternyata dikorupsi oleh pengurusnya, kalau tak ada investigasi, masyarakat tidak tahu dan korupsi itu akan terjadi terus," ujarnya.
Baca Juga:
Bayu mempertanyakan di mana dampak buruknya dari jurnalisme investigasi bagi masyarakat. Dia mengatakan investigasi berdampak buruk bagi koruptor.
"Tapi untuk masyarakat itu tidak pernah ada dampak buruknya, selalu memberi dampak baik," terangnya.
Dia mengatakan, organisasi AJI tidak dilibatkan dalam penyusunan RUU tersebut. Bahkan, lanjutnya, Dewan Pers juga tidak dilibatkan.
"Itu dilakukan diam-diam, drafnya itu muncul karena bocor, kalau tak bocor kami juga tak tahu," jelasnya.
Temui MassaPerwakilan anggota komisi I DPR RI F-NasDem, M Farhan menemui massa.
Dia mengatakan kebebasan berpendapat ialah bagian penting dalam demokrasi. Dia juga mengapresiasi aspirasi yang disampaikan massa.
"Ini merupakan salah satu upaya kita untuk tetap menjaga semangat demokrasi, di mana salah satu pilar utamanya adalah kebebasan berpendapat," kata Farhan di depan massa, Senin (27/5).
Dia mengatakan bahwa saat ini, perubahan lanskap media terjadi luar biasa. Sehingga menurutnya, memang berbagai macan perubahan dilakukan.
"Secara teknis perubahan atau revisi UU Penyiaran harus dilakukan karena sudah ada perubahannya di klaster Penyiaran UU Ciptaker. Jadi induk UU-nya harus diubah, namun memang konsekuensinya adalah ketika kita membuka pintu revisi UU, maka terbuka juga berbagai macam upaya untuk melakukan perubahan di pasal-pasal yang lain," tutur legislator itu.
Dia menjelaskan pasal yang perlu diubah. Namun, menurutnya tak masalah apabila masuk ide-ide lain tentang perubahan itu.
"Karena pasalnya yang mau diubah sebetulnya cuman pasal analog switch off sudah lewat, tetapi masuk juga ide-ide lain, apakah salah? Tentu tidak," jelasnya.
"Semua orang boleh berpendapat, bahwa ternyata salah satu yang dimasukkan mengancam kebebasan pers. Saya termasuk yang setuju agar pasal-pasal tersebut tidak dimasukkan ke dalam revisi UU Penyiaran," sambungnya.
Farhan mengatakan, ada 580 kepentingan dari seluruh total anggota DPR. Dia mengatakan bahwa ada kepentingan yang ingin media dan pers dikontrol seperti dahulu.
"Kalau saya anggota DPR satu-satunya, saya berhentiin semuanya. Tapi ada 580 orang yang mewakili 580 kepentingan. Masing-masing punya kepentingan, dan dalam alam demokrasi semua kepentingan harus ditampung, diakomodir," ungkapnya.
"Jadi saya berada dalam kepentingan di mana memastikan kebebasan pers, kebebasan berpendapat, melalui media saya kepentingannya itu. Tetapi jangan salah, ada juga yang ngajak agar supaya media dan pers dikontrol lagi seperti zaman dulu, ada. Nggak itu," lanjutnya.
PelajariSebelumnya diberitakan, Ketua Komisi I DPR Meutya Hafid menegaskan pihaknya tidak mempunyai niatan mengecilkan peran pers terkait kontroversi draf RUU Penyiaran. Meutya mengungkapkan kesepakatan dari rapat internal kemarin mengenai RUU Penyiaran.
"Tidak ada dan tidak pernah ada semangat ataupun niatan dari Komisi I DPR untuk mengecilkan peran pers. Hubungan selama ini dengan mitra Komisi I DPR, yaitu Dewan Pers sejak Prof Bagir, Prof Nuh dan Alm Prof Azyumardi adalah hubungan yang sinergis dan saling melengkapi, termasuk dalam lahirnya publisher rights. Komisi I DPR menyadari keberlangsungan media yang sehat adalah penting," kata Meutya dalam keterangan tertulisnya, Kamis (16/5).
Meutya menegaskan draf RUU Penyiaran masih sangat dinamis. Dia menegaskan penulisan draf belum sempurna dan cenderung multitafsir.
Selain itu, Meutya menyebut draf RUU Penyiaran masih di Badan Legislasi dan belum dibahas bersama pemerintah. Dia menegaskan DPR membuka ruang kepada publik untuk memberikan masukan seluas-luasnya.
Politikus Partai Golkar ini menyebut Komisi I DPR telah menggelar rapat internal kemarin. Hasilnya, Panja Penyiaran DPR menyepakati mempelajari lagi masukan dari masyarakat.
"Rapat internal Komisi I DPR pada tanggal 15 Mei 2024 kemarin telah menyepakati agar Panja Penyiaran Komisi I DPR mempelajari kembali masukan-masukan dari masyarakat. Komisi I DPR telah dan akan terus membuka ruang luas bagi berbagai masukan, mendukung diskusi dan diskursus untuk RUU Penyiaran sebagai bahan masukan pembahasan RUU Penyiaran," kata Meutya. (**)