Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Kamis, 07 Agustus 2025

Trubus Rahardiansah: Tapera Perlu Dikaji Ulang

Jamida P Habeahan - Jumat, 31 Mei 2024 16:43 WIB
369 view
Trubus Rahardiansah: Tapera Perlu Dikaji Ulang
Dok. BP Tapera
Ilustrasi rumah Tapera. Pekerja yang sudah punya rumah atau ambil KPR masih diwajibkan setor dana Tapera.
Jakarta (harianSIB.com)
Pengamat ekonomi Trubus Rahardiansah mengatakan, kebijakan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat perlu dikaji ulang.

Program yang sudah berjalan perlu dievaluasi karena memberatkan, terutama bagi daerah dengan Usaha Menengah Kecil (UMK).

Pengamat ekonomi Trubus Rahardiansah mengemukakan hal itu kepada wartawan, Jumat (31/5/24) di Jakarta.

Baca Juga:

"Kebijakan itu memang bagus, mendorong kepemilikan rumah bagi masyarakat, tetapi caranya kurang tepat. Makanya, banyak masyarakat mengeluh dan tidak puas dengan rumah yang didapatkan," kata Trubus Rahardiansah sambil memberi contoh seperti daerah Yogyakarta yang tidak sampai 2, 5 juta, di Jakarta, Jumat (31/5/20204).

Dikatakannya, pemerintah mewajibkan setiap pemberi kerja mendaftarkan karyawannya ke program Tapera paling lambat tahun 2027.

Baca Juga:

Setelah terdaftar, pemerintah akan memotong gaji para karyawan sebesar 3% setiap bulan untuk dimasukan ke dalam Tapera. Perusahaan menanggung 0,5% dan sisanya dipotong dari gaji pekerja.

Dipertanyakan juga keterbukaan pemerintah mengenai lamanya masa pemotongan gaji apakah ada subsidinya dan berapa, termasuk siapa yang akan mengelola dana tersebut dan bagaimana caranya.

"Pemerintah tentu punya berbagai pertimbangan dan itulah yang perlu rakyat ketahui," katanya.

Apakah tidak terlalu lama jika 30 tahun, apakah pemerintah akan memberikan subsidi, berapa persen subsidinya, serta siapa dan bagaimana cara mengelolanya.

Anggota DPR RI Herman Khaeron mengemukakan, Undang-Undang Tabungan Perumahan Rakyat, diawali dengan lahirnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 4 Tahun 2016.

Tetapi tidak diributkan sejak saat itu, dan baru gaduh setelah lahir Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2020 dan kemudian ribut lagi setelah lahir Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024 .

Memang, kata Khaeron, ada kewajiban kepada siapapun baik korporasi, maupun yang mandiri untuk turut serta di dalam Tabungan Perumahan Rakyat dengan syarat-syarat tertentu yang salah satunya adalah tabungan 3%, sebesar 0,5 % dari perusahaan dan 2,5 % dari karyawan/pegawai.

Politisi Partai Demokrat itu mepertanyakan, bagaimana apabila seorang pegawai sudah punya rumah, apakah juga masih dipotong dengan kewajiban yang sama atau tidak berlaku untuk yang mereka tidak berminat.

Semestinya hal ini harus di pertimbangkan dalam penyusunan Peraturan Pemerintahan tersebut. Masalah lain, dibuat tenor 30 tahun jangka waktu pengambilan kredit.

Bagaimana kalau jangka waktu 30 tahun, kemudian seorang karyawan berpindah-pindah atau tiba-tiba dalam 5 tahun mampu bayar karena berada dalam perusahaan yang sama atau dua tahun kemudian berhenti/nganggur, apakah terus menjadi kewajiban mandiri.

Selain itu, sekarang sudah banyak potongan, seperti BPJS, jaminan hari tua dan lain sebagainya.

Khaeron bukan tidak setuju dengan Peraturan Pemerintah, tetapi semestinya harus dipertimbangkan dan syarat dalam membuat aturan harus melalui sosialisasi, karena usernya adalah seluruh masyarakat.

Karena itu, DPR punya kewajiban untuk mengkaji, mengevaluasi dan bisa saja berinisiatif untuk melakukan revisi.

Namun, karena ini adalah Peraturan Pemerintah maka pemerintah harus mengkaji ulang terhadap reaksi publik dan kemudian memikirkan langkah-langkah teknis apa yang tepat dengan kemampuan daya beli dan keberadaan masyarakat saat ini. (*)

Editor
: Donna Hutagalung
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru