Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Kamis, 31 Juli 2025

Benarkah Laut Tangerang Dipagari Bambu Memiliki HGB ?

Redaksi - Senin, 20 Januari 2025 19:23 WIB
272 view
Benarkah Laut Tangerang Dipagari Bambu Memiliki HGB ?
Foto: Kompas.com
Pagar bambu di Laut Tangerang
Jakarta (harianSIB.com)
Viral di media sosial bahwa sepanjang 30 kilometer wilayah laut di Tangerang, Banten, yang dipagari bambu secara misterius dikabarkan telah memiliki status Hak Guna Bangunan (HGB). Beredar pula peta dari platform BHUMI yang mencantumkan informasi detail terkait luas wilayah tersebut beserta tipe haknya.

Kompas.com melakukan penelusuran melalui aplikasi www.bhumi.atrbpn.go.id milik Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN). Hasilnya menunjukkan adanya kavling-kavling di area dekat perumahan yang telah berstatus HGB dengan pecahan sertifikat.

Luas total area berstatus HGB ini mencapai lebih dari 537,5 hektare atau setara 5.375.000 meter persegi, dengan luas per kavling bervariasi, mulai dari 3.458 meter persegi hingga 60.387 meter persegi.

Baca Juga:

Menurut urbanis dan pengamat perkotaan Elisa Sutanujaya, luas area yang sudah bersertifikat tersebut cukup untuk membangun sebuah kota mandiri baru. "Bukan hanya untuk perumahan lagi, itu sudah level kota mandiri baru," ujar Elisa saat dihubungi Kompas.com, Minggu (19/1/2025).

Elisa juga menduga, pihak-pihak yang terlibat dalam pemasangan pagar bambu di laut Tangerang ini memanfaatkan celah dari Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 3 Tahun 2024.

Baca Juga:

Permen ini mengubah Permen ATR/Kepala BPN Nomor 17 Tahun 2021 Tentang Tata Cara Penetapan Tanah Musnah. "Kalau melihat kronologisnya, prosesnya berbeda dengan penerbitan HGB Pulau C dan D yg kontroversial pada 2017 sebelumnya," ungkap Elisa dikutip dari Kompas.com.

Saat itu, pengembang pulau reklamasi Pulau C dan D mengajukan rencana pengembangan, membuat masterplan, dan kemudian mengajukan perizinan pembangunan reklamasi.

Setelah reklamasi dibangun, kemudian mengajukan pemanfaatan lahan atau Surat Izin Penggunaan Tanah (SIPPT), baru selanjutnya sertifikat induk dipecah dengan tipe-tipe tertentu. "Sementara yang sekarang justru terbit sertifikasi pecah dahulu baru perizinan. Ini kan janggal," cetus Elisa.

Menurutnya, yang menyakitkan dari soal kavling laut berstatus HGB ini adalah mengangkangi rasa keadilan masyarakat. Karena pada saat yang bersamaan, ada ribuan warga baik di Jakarta, Tangerang, Bekasi, Demak, Semarang atau kawasan pesisir lainnya di 7 Provinsi Pulau Jawa, tak kunjung mendapatkan sertifikat kepemilikan dan pemanfaatan lahan.

Padahal mereka sudah bertahun-tahun mengajukan reforma agraria kepada Kementerian ATR/BPN. "Tak heran jika luas tanah yang didaftarkan untuk Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) tidak sampai 25 persen dari kavling laut HGB Tangerang," tuntas Elisa.

*Bukan Peta Real Time

Terkait hal ini, Kepala Biro Komunikasi Publik Kementerian ATR/BPN Harison Mocodompis mengatakan, www.bhumi.atrbpn.go.id merupakan aplikasi terbuka yang berbasis partisipasi masyarakat atau participatory-based.

"Jadi, peta pada aplikasi ini merupakan peta terbuka yang validitasnya harus dicek ke kantor pertanahan terkait. Ini bukan real time," ujar Harison kepada Kompas.com.

Menurut Harison, masyarakat bisa memperbarui peta tersebut, termasuk jika ingin mencantumkan tanah dan bangunan sendiri ke peta BHUMI. "Jadi, ada beberapa wilayah yang berada di sepanjang 30 kilometer luat Tangerang itu sudah berupa daratan," imbuh Harison.(*)

Editor
: Robert Banjarnahor
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru