Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Minggu, 15 Juni 2025

AS Tetapkan 12 Warga China sebagai Mata-Mata Berbahaya, Diduga Terlibat Peretasan Besar

Robert Banjarnahor - Jumat, 07 Maret 2025 10:52 WIB
307 view
AS Tetapkan 12 Warga China sebagai Mata-Mata Berbahaya, Diduga Terlibat Peretasan Besar
GETTY IMAGES
Ilustrasi mata mata.
Jakarta(harianSIB.com)

Departemen Kehakiman Amerika Serikat (DOJ) menetapkan 12 warga negara China sebagai pelaku spionase berbahaya pada Rabu (5/3). Dua di antaranya diketahui merupakan pegawai negeri sipil (PNS) China.

Mereka diduga terlibat dalam aksi peretasan yang mendapat dukungan dari pemerintah Xi Jinping. Serangan siber skala besar tersebut diklaim telah mencuri data dari berbagai perusahaan di AS, termasuk Departemen Keuangan AS.

Baca Juga:

Menurut laporan, Kementerian Keamanan Publik dan Kementerian Keamanan Luar Negeri China diduga membayar pegawai tetap maupun kontrak di perusahaan keamanan siber 'i-Soon' untuk melancarkan serangan tersebut secara masif.

Penetapan ini dilakukan hampir setahun setelah bocornya dokumen yang diduga berasal dari i-Soon. Dokumen tersebut mengungkap bahwa perusahaan ini memiliki keterkaitan dengan kelompok peretas yang beroperasi atas dukungan pemerintah China.

Baca Juga:

Temuan DOJ pada pekan ini menunjukkan bukti bahwa i-Soon dan beberapa kontraktor swasta China telah didanai untuk membantu mencuri data melalui peretasan komputer, dikutip dari PCMag dan dilansir dari CNBC Indonesia, Kamis (6/3/2025).

Secara spesifik, 12 oknum yang ditangkap terbagi atas 8 karyawan i-Soon dan 2 PNS China dari Kementeria Keamanan Publik. Aksi mereka dimulai sejak 2016.

"Selama bertahun-tahun, 10 pelaku menggunakan teknik peretasan yang canggih untuk menargetkan organisasi, jurnalis, dan lembaga pemerintah, untuk mengumpulkan informasi sensitif ke pemerintah China," kata Matthey Podolsky, Plt Pengacara di Pengadilan Distrik Selatan New York dikutip dari CNBC Indonesia.

Peretasan ini tak hanya mencoba mencuri data, tetapi juga profiling para pengkritik pemerintah China, termasuk masyarakat AS. Sebagai imbalan, China membayar biaya kontrak dengan jumlah besar.

DOJ mengatakan i-Soon dan para pegawainya bisa mengumpulkan pendapatan sebesar puluhan juta dolar. Simpelnya, i-Soon mencuri data komputer dan menjualnya ke setidaknya 43 biro di 31 provinsi terpisah di China.

i-Soon lantas menetapkan biaya di kisaran US$10.000-75.000 (Rp163 jutaan hingga Rp1,2 miliar) untuk setiap inbox email yang sukses dieksploitasi.

Editor
: Robert Banjarnahor
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru