Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Kamis, 31 Juli 2025

Anggota DPD RI Protes Keras Tindakan Represif Aparat Penegak Hukum Bubarkan Massa Penolakan UU TNI

Firdaus Peranginangin - Minggu, 30 Maret 2025 17:07 WIB
148 view
Anggota DPD RI Protes Keras Tindakan Represif Aparat Penegak Hukum Bubarkan Massa Penolakan UU TNI
Foto: SiB/Firdaus
Pdt Penrad Siagian STh MSi
Jakarta (harianSIB.com)

Anggota DPD RI Pdt Penrad Siagian memprotes keras tindakan represif yang dilakukan aparat penegak hukum dalam membubarkan massa aksi yang menolak pengesahan Undang-Undang (UU) TNI yang terjadi di berbagai daerah. Sebab, tindakan tersebut bentuk pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia (HAM) dan kebebasan berpendapat.

Baca Juga:
"Saya meminta Kapolri untuk mempertanggungjawabkan kebijakan represif yang sistematis dan meluas ini serta segera mengeluarkan kebijakan yang jelas guna melarang penggunaan kekerasan dalam pembubaran aksi unjuk rasa di tanah air," kata Penrad Siagian, dalam keterangan resminya kepada wartawan, Minggu (30/3/2025).

Menurut anggota Komite I ini, hak untuk berkumpul dan menyatakan pendapat di depan umum merupakan hak konstitusional setiap warga Indonesia yang dijamin dan dilindungi oleh undang-undang, sehingga tidak diperkenankan dilakukan tindakan represif, sebab bertentangan dengan nilai-nilai demokrasi.

Baca Juga:

Menurut Penrad, penggunaan gas air mata, pentungan rotan dan penangkapan sewenang-wenang terhadap demonstran, termasuk mahasiswa, pelajar dan masyarakat sipil, merupakan bukti nyata pelanggaran HAM serta bentuk pembatasan hak masyarakat sipil secara semena-mena.

"Penggunaan kekerasan dalam penanganan aksi yang damai sebagai tindakan yang tidak dapat dibenarkan dalam negara hukum dan menunjukkan pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia, khususnya hak untuk berkumpul dan menyampaikan pendapat yang dijamin oleh Pasal 28E UUD 1945 dan Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik (ICCPR)," katanya.

Berkaitan dengan itu, Penrad mendesak Presiden RI untuk meninjau ulang pengesahan UU TNI tersebut, agar proses legislasi berjalan sesuai prinsip demokrasi dan transparansi, sebab pengesahan UU tersebut secara prosedural melanggar asas keterbukaan dan keterlibatan publik.


Penrad juga meminta pemerintah dan DPR untuk tidak mengkhianati rakyat dalam proses penyusunan perundang-undangan, sebab secara prosedural, dalam Pasal 96 UU No13/2022 tentang perubahan kedua atas UU No 12/2011, mewajibkan Pemerintah dan DPR untuk melibatkan partisipasi publik yang luas dan mudah kepada masyarakat dalam pembahasan Rancangan Undang-undang (RUU).

"Proses pembahasannya bukan malah dikebut secara kilat di hotel bintang lima," tegasnya sembari menambahkan, publik harus diberikan ruang untuk berpartisipasi dalam pembentukan peraturan perundang-undangan.

Seperti diketahui, aksi penolakan terhadap UU TNI di sejumlah kota diwarnai tindakan represif aparat, seperti di Surabaya, 25 pedemo ditahan dan dua jurnalis mengalami kekerasan. Seluruh demonstran akhirnya dibebaskan, Selasa (25/3/2025). Disusul Malang, enam mahasiswa ditahan saat unjuk rasa pada Minggu, 23 Maret 2025 dan telah dibebaskan.

Selain itu, 10 demonstran mengalami kekerasan fisik hingga dilarikan ke rumah sakit, satu di antaranya mengalami cedera serius di rahang, tengkorak dan gigi dan hal serupa terjadi di Jakarta, Bandung, Semarang, Tasikmalaya, Sukabumi, Jember, Majalengka, Lumajang, Kupang, Ende, Blitar, Pematangsiantar dan beberapa daerah lainnya.(*)

Editor
: Donna Hutagalung
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru