Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Senin, 04 Agustus 2025

Ribuan Karyawan Terancam Dirumahkan, Ratusan Perusahaan Terdampak Juni Ini

Redaksi - Senin, 02 Juni 2025 10:34 WIB
592 view
Ribuan Karyawan Terancam Dirumahkan, Ratusan Perusahaan Terdampak Juni Ini
ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha/tom.
Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jawa Tengah mencatat 10.965 pekerja di empat perusahaan terdampak pemutusan hubungan kerja (PHK) PT Sritex Tbk setelah diputus pailit oleh pengadilan niaga. Ilustrasi
Jakarta(harianSIB.com)

Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) kembali melanda pasar tenaga kerja Amerika Serikat. Berdasarkan data dari Worker Adjustment and Retraining Notification Act (WARN), lebih dari 130 perusahaan telah mengajukan pemberitahuan resmi akan melakukan PHK massal pada Juni 2025.

Dilansir WARNTracker.com dan dikutip dari CNBC Indonesia, tercatat 138 perusahaan dari berbagai sektor berencana melakukan PHK bulan ini—melebihi angka pada Mei yang mencapai 130 perusahaan.

Baca Juga:

PHK menyasar sektor ritel, farmasi, makanan dan minuman, logistik, manufaktur, hingga layanan kesehatan. Sejumlah nama besar yang masuk daftar termasuk Walmart, Pfizer, Chevron, Rite Aid, McDonald's, CVS Health, UPS, FedEx, dan Kaiser Permanente.

Tak hanya itu, perusahaan telekomunikasi seperti U.S. Cellular dan raksasa teknologi seperti Oracle America, Thermo Fisher, serta NetApp juga akan merumahkan karyawan. Jumlah pekerja terdampak bervariasi, mulai dari beberapa hingga ratusan orang per perusahaan.

Baca Juga:

* Pakar: Ini Bukan Sekadar Soal Ekonomi

Meskipun PHK massal kerap dihubungkan dengan ketidakpastian ekonomi, sejumlah pakar menyebut fenomena ini mencerminkan pola manajemen dan kebijakan korporat yang lebih luas.

"Para pekerja harus bersiap, bukan karena kinerja mereka buruk, tetapi karena pengusaha masih kecanduan dengan pandangan jangka pendek tentang neraca keuangan. Restrukturisasi hanyalah kode untuk memangkas orang demi memangkas biaya," kata Bryan Driscoll, konsultan sumber daya manusia, seperti dikutip Newsweek.

Menurut Driscoll, gelombang PHK kemungkinan masih akan berlanjut dalam beberapa bulan ke depan. "Perusahaan terus menempatkan efisiensi biaya di atas segalanya. Dan sekarang, pemerintah pun turut memangkas tenaga kerja sebagai bagian dari penyesuaian struktural," tambahnya.

James Hohman, Direktur Kebijakan Fiskal di Mackinac Center for Public Policy, juga mencatat adanya perubahan struktural dalam ekonomi tenaga kerja Amerika.

"Industri jasa secara umum membayar lebih tinggi daripada manufaktur di Amerika saat ini. Amerika semakin kaya; orang kaya semakin kaya, dan orang miskin juga mengalami peningkatan kesejahteraan. Globalisasi adalah bagian dari hal itu," katanya.

Sementara itu, Alex Beene, instruktur literasi keuangan di University of Tennessee, menyebut gelombang PHK kali ini terbagi dalam dua jenis: efisiensi struktural di lembaga pemerintah dan pemangkasan karena tekanan biaya di sektor swasta, khususnya asuransi kesehatan.

"Kami melihat lembaga federal merombak struktur mereka seiring perubahan pemerintahan, sementara perusahaan asuransi mengurangi tenaga kerja untuk membebaskan uang tunai akibat peningkatan klaim dan biaya medis," ujarnya.

Para analis kemudian menyarankan pekerja untuk mempersiapkan diri menghadapi pasar kerja yang semakin kompetitif, dengan meningkatkan keterampilan dan fleksibilitas di tengah lanskap ekonomi yang terus berubah.(*)

Editor
: Robert Banjarnahor
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru