Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Senin, 04 Agustus 2025

Ombudsman: Tolak atau Pulangkan Pasien BPJS Termasuk Malaadministrasi

Redaksi - Rabu, 18 Juni 2025 10:51 WIB
476 view
Ombudsman: Tolak atau Pulangkan Pasien BPJS Termasuk Malaadministrasi
Ist/SNN
Anggota Ombudsman RI, Robert Na Endi Jaweng
Jakarta(harianSIB.com)

Anggota Ombudsman RI, Robert Na Endi Jaweng, menegaskan bahwa tindakan rumah sakit yang menolak atau memulangkan pasien yang masih membutuhkan perawatan medis merupakan bentuk malaadministrasi layanan kesehatan.

Pernyataan ini disampaikan menyusul maraknya laporan penolakan dan pemulangan paksa pasien BPJS Kesehatan, yang menurut Robert hanya merupakan "puncak gunung es" dari berbagai persoalan dalam sistem jaminan kesehatan nasional.

Baca Juga:

"Fasilitas kesehatan jelas melanggar regulasi jika menolak pasien dalam kondisi gawat darurat. Ini diatur secara tegas dalam Pasal 174 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan," ujar Robert di Jakarta, Senin (16/6), dikutip dari Antara.

Ombudsman, kata dia, telah menerima berbagai aduan terkait penundaan penanganan darurat, layanan rawat inap yang tak kunjung diberikan, diskriminasi layanan bagi peserta BPJS, hingga pembatasan kuota waktu layanan medis.

Baca Juga:

"Masalah ini berujung pada kerugian besar bagi pasien. Bahkan,

Selain itu, disebutkan bahwa harus diingat pula hukum tertinggi dalam layanan publik adalah keselamatan rakyat, termasuk dan terutama keselamatan nyawa setiap pasien dalam layanan kesehatan.

Dia menuturkan terdapat setidaknya empat poin perbaikan yang dianjurkan Ombudsman. Pertama, pemerintah pusat maupun pemerintah daerah harus tegas dalam penegakan hukum dan penerapan sanksi administratif terhadap rumah sakit yang menolak atau memaksa pasien yang dipaksa pulang.

Merujuk Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 47 Tahun 2018, ia mengungkapkan tidak ada dalil rumah sakit dapat memulangkan pasien secara prematur atau batasan waktu (kuota) jumlah hari layanan.

"Pasien kategori triase hijau pun harus dalam kondisi yang sudah tak memerlukan perawatan baru bisa diperbolehkan pulang," ungkapnya.

Poin kedua, BPJS Kesehatan harus memastikan dan terus-menerus mengedukasi rumah sakit mitra bahwa pelayanan kegawatdaruratan ditanggung oleh BPJS Kesehatan.

Pasalnya, kata Robert, rumah sakit yang menolak atau memulangkan paksa pasien kerap beralasan beberapa layanan medis atau layanan gawat darurat tidak dicakup pembiayaan BPJS Kesehatan atau menjadi alasan pending-claim atau klaim yang tertunda selama ini.

Padahal, dikatakan bahwa Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 82 Tahun 2018 secara jelas mengatur kriteria gawat darurat, termasuk yang ditetapkan oleh tenaga medis yang berwenang. Artinya, pasien dengan kondisi gawat darurat sepenuhnya dilindungi oleh fasilitas Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Ketiga, pemerintah daerah diminta untuk menindak Sumber Daya Manusia Kesehatan (SDMK) yang lalai dalam memberikan pelayanan pasien dalam kondisi gawat darurat lantaran kualitas SDMK menjadi penentu kondisi kesehatan pasien.

"Pemda harus mampu menjamin SDMK yang berkompeten dan berorientasi pada keselamatan manusia. Evaluasi berkala dapat dilakukan lewat audit rumah sakit, sidak berkala, monitoring kepuasan pasien, dan sebagainya," kata Robert menegaskan.

Dia menambahkan, poin keempat, yakni Komite Akreditasi Rumah Sakit (KARS) perlu mempertimbangkan pembaharuan akreditasi rumah sakit yang bermasalah.

Menurutnya, rumah sakit dengan rekam jejak menolak atau memulangkan pasien harus memperbaiki kualitas layanan sebelum bisa meningkatkan akreditasinya, dengan tolak ukur rumah sakit menjalankan hasil audit maupun saran perbaikan lembaga pengawas lainnya karena akreditasi juga merupakan cerminan reputasi dan kepercayaan publik.

Dirinya pun mengingatkan bahwa salah satu kejadian rumah sakit menolak pasien yang berujung meninggal dunia di Padang, Sumatera Barat beberapa waktu lalu, sudah menjadi cerminan gagalnya sistem pelayanan kesehatan. Dijelaskan bahwa kasus serupa banyak terjadi namun tidak boleh terulang kembali.

Oleh karenanya, Ombudsman mengimbau masyarakat untuk menyampaikan pengaduan atau laporan jika mengalami atau menyaksikan tindakan malaadministrasi pelayanan kesehatan melalui berbagai kanal resmi Ombudsman yang tersedia di pusat dan kantor-kantor perwakilan di 34 provinsi.(r)

Editor
: Robert Banjarnahor
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru