Jakarta
(harianSIB.com)
Ada alasan medis di balik warga negara Eropa kebanyakan lebih
glowing dan charming ketimbang warga
Indonesia. Hal ini disinggung Sekretaris Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Sekretaris Utama
BKKBN Prof Budi Setiyono.
Pria yang juga memiliki pengalaman di berbagai organisasi profesional termasuk UNDP dan UNFPA tersebut menyinggung pengaruh hormon
stres atau kortisol pada penampilan wajah kebanyakan warga
Indonesia.
Baca Juga:
"Kenapa orang Eropa, atau warga negara di negara maju lebih banyak warga yang charming,
glowing? Itu dipastikan mereka tidak ada kekhawatiran menghadapi disrupsi kehidupan," sorot Prof Budi dalam diskusi bersama media di perjalanan menuju Ambarawa, Semarang, Jumat (25/11/2025).
Berbanding terbalik dengan beban yang dihadapi warga
Indonesia, banyak kekhawatiran terkait finansial dan keberlangsungan masa depan. Bahkan, untuk sekadar mencukupi kebutuhan dasar sehari-hari pun sulit.
Baca Juga:
"Jadi sebenarnya tidak melulu karena DNA-nya, di kita pengaruhnya adalah hormon
stres atau hormon kortisol, yang otomatis keluar dari tubuh saat menghadapi adanya ancaman, kelaparan, ketidakpastian, saat itulah hormon kortisol bergerak," sorot dia seperti yang diberitakan detik.com.
Semakin banyak hormon kortisol yang keluar, semakin besar berpengaruh pada penampilan. Sesederhana seperti melihat seseorang tengah
stres, sakit, dan menghadapi beban masalah yang menumpuk.
"Itu yang terjadi, wajah orang
Indonesia sehari-hari dipenuhi dengan kortisol. Kalau kita ingin wajah kita berubah, maka kita harus mengikuti pola penjaminan hidup di atas garis kesejahteraan benar-benar terjamin," kata dia.
Itu pula yang disebutnya tengah diupayakan pemerintah dengan menyediakan program makan bergizi gratis, pengadaan koperasi merah putih, serta berdirinya sekolah rakyat. Meski menurutnya, belum banyak masyarakat yang benar-benar memahami program pemerintah tengah berjalan ke target tersebut.
Prof Budi juga membandingkan tampilan wajah Korea Utara dan Korea Selatan. Meski etnik, bahasa, dan kulturnya sama, perbandingan wajah populasi umum kedua negara tersebut jelas berbeda, dengan mengesampingkan maraknya juga tren operasi plastik.