Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Minggu, 07 Desember 2025

Kemnaker Susun Regulasi Ketenagakerjaan Ekonomi Digital

- Sabtu, 01 Juli 2017 16:54 WIB
531 view
Jakarta (SIB)- Perkembangan teknologi membuat dinamika di sektor ketenagakerjaan berubah. Contohnya, perusahaan transportasi online kini mengendalikan dan mengawasi mitra kerjanya melalui teknologi. Begitupun juga mitra kerjanya tidak berhubungan langsung dengan pihak perusahaan dalam keseharian.

"Hubungan pekerjaannya bersifat virtual, fleksibel dan cenderung kemitraan. Dari sisi ketenagakerjaan, harus ada aturan yang jelas, karena melibatkan pekerja dan pemberi kerja," kata Menteri Ketenagakerjaan M. Hanif Dhakiri dalam rilisnya, Jumat (30/7).

Hanif mengakui dalam sistem kerja seperti ini harus ada regulasi yang mengatur hubungan kerja, tarif, jaminan sosial untuk sopir dan penumpangnya, penegakan standar Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), serta hal lainnya. Menurut Hanif, tanpa regulasi yang jelas, industri ini berpotensi menciptakan gesekan sosial.

Oleh karena itu saat ini Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) sedang menyelesaikan rancangan regulasi yang mengatur hal itu. Regulasi penting untuk menjamin kepastian hak pekerja, pemberi kerja, konsumen dan konsekuensi ketenagakerjaan lainnya, serta menghindari potensi gejolak sosial.

Untuk menyusun regulasi tersebut, berbagai kajian telah dilakukan oleh Kementerian Ketenagakerjaan bekerja sama dengan Badan Ekonomi Kreatif, Departemen Perhubungan dan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan.

Kajian difokuskan pada ketenagakerjaan di era ekonomi digital. Kajian ini juga bekerja sama dengan organisasi buruh dunia (ILO) dan organisasi yang fokus pada masalah ini. Kemnaker juga mempelajari pengalaman negara lain.

Di saat yang sama pemerintah juga terus mendorong pertumbuhan startup (bisnis rintisan) yang berbasis digital. Saat ini, jumlah startup di Indonesia sekitar dua ribu.

Seiring terus meningkatnya pengguna telepon pintar dan internet di Indonesia, jumlah startup di Indonesia diperkirakan melonjak hingga 20 ribu startup pada 2020.

Data Kementerian Komunikasi dan dan Informasi, transaksi e-commerce di Indonesia pada 2016 mencapai sekitar US $20 miliar atau sekitar Rp 261 triliun. Oleh karena itu, pemerintah menargetkan Indonesia menjadi pusat ekonomi digital di Asia Tenggara pada 2020.

Sebelumnya, Direktur ILO untuk Asia Pasifik, Gary Rynhart mengatakan, dampak revolusi teknologi tak bisa dihindari. Riset ILO yang menunjukkan, risiko dari digitalisasi teknologi telah menghilangkan 86 persen pekerjaan sektor garmen dan alas kaki di Vietnam, Kamboja dan Myanmar.

"Kondisi Indonesia tak jauh beda. Sektor padat karya, jasa, pertanian dan manufaktur yang paling terancam," ujarnya. (dtf/q)
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru