Medan (SIB)- Para pimpinan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di jajaran Pemprovsu kabarnya ragu-ragu mengelola uang APBD Sumut TA 2014 yang telah disahkan DPRD-SU pada Senin (20/1). Penyebabnya, proses pengesahan R-APBD itu menjadi APBD lebih kental nuansa politiknya ketimbang kepentingan program pembangunan untuk kesejahteraan rakyat.
Ketakutan para pimpinan SKPD itu antara lain menyangkut tanggung-jawab atas pengelolaan anggaran dimaksud rentan menjadi temuan hukum di kemudian hari. Sikap ragu-ragu dan kebingungan para pejabat itu juga mengemuka dalam perbincangan kalangan pengusaha jasa konstruksi di Sumut dalam beberapa kesempatan saat duduk-duduk rehat dengar para pemerhati kebijakan publik.
Di antara para praktisi jasa konstruksi di Sumut, Ir Junjungan Pasaribu ACPE yang berbincang-bincang dengan wartawan, Selasa (21/1) juga mengaku mendengar hal itu. “Menurut informasi dari para pejabat SKPD, dalam APBD itu banyak mata anggaran kegiatan yang diserap dari ‘usulan’ para wakil rakyat, bukan seperti seharusnya yaitu mekanismenya harus usulan dari SKPD-SKPD yang disampaikan melalui Bappeda yang selanjutnya diusulkan ke Gubsu. Karena memang APBD itu kan untuk membiayai program pembangunan yang dilaksanakan dinas-dinas terkait,†kata Junjungan yang juga mantan Ketua Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional (LPJKN).
Direktur Eksekutif Elsaka (Lembaga Studi Advokasi Kebijakan) Efendi Panjaitan SE MH yang ditemui terpisah mengatakan, di satu sisi jabatan menjadi taruhannya jika para pimpinan SKPD tidak melaksanakan. Tapi kalau pun dilaksanakan risikonya bisa berurusan dengan penegak hukum.
“Anggaran tidak leluasa dikelola. Karena itu, ketakutan tidak terelakkan. Sementara walaupun terlaksana meski kemungkinannya tidak jadi temuan hukum, namun dipastikan dinas-dinas tidak puas sebab realisasi penyerapan anggarannya diyakini bakal tidak efektif dan tidak efisien. Parahnya lagi, terindikasi kuat bahwa program mata anggaran kegiatan di APBD itu muncul begitu saja atau tidak lahir dari perencanaan maupun dari Musrembang, rencana pembangunan daerah dan tidak mengacu ke skala prioritas untuk kesejahteraan masyarakat Sumut karena kebanyakan pesanan oknum-oknum anggota dewan menjelang Pemilu 2014,†sebut Efendi.
Melihat kondisi itu Junjungan dan Efendi Panjaitan memprediksi tahun anggaran 2014 ini akan banyak terjadi mata anggaran yang tidak bisa terserap ke dalam pelaksanaan pembangunan, sehingga menghasilkan sisa lebih penghitungan anggaran (Silpa) dalam jumlah yang semakin besar.
Secara terpisah, Pengamat Anggaran Pemerintah Elfenda Ananda juga mengawatirkan ketidakleluasaan dinas-dinas dalam mengelola anggarannya. "Iya, karena memang itu tadi, diduga kuat sangat kental kepentingan politik dalam proses pengesahannya," sebutnya.
Menurut Elfenda, gaya birokrasi yang mengutamakan kepentingan para pejabat tingkat tinggi, memaksa bahwa anggaran yang dipolitisasi dewan itu akan dilaksanakan. "Ini jadi pilihan berat bagi pejabat SKPD karena banyak kasus selama ini terjadi dari anggaran-anggaran pesanan dewan," katanya.
Jika itu yang terjadi, baik Junjungan maupun Elfenda mengatakan, masyarakatlah juga yang ikut menjadi korban. "Penyerapan anggaran tidak berkualitas karena dana-dananya banyak terbuang di permainan-permainan, seperti fee, komisi proyek, uang macam-macamlah dan lain-lain. Dan kemudian akan banyak Silpa. Kegiatan pembangunan banyak tidak seluruhnya terlaksana," kata Junjungan.
Untuk itu, diharapkan agar masyarakat ikut terlibat mengawasi pengelolaan anggaran. "Tidak lagi pengawasan bertumpu ke wakil rakyat, tapi pengawasannya oleh masyarakat. Kalau dewan, apalagi mau diawasinya, orang hampir semua pesanannya di APBD itu," timpal dia lagi.
Elfenda menambahkan, pengelolaan anggaran harus benar-benar transparan, akuntabel dan efisien. Kemudian soal kesesuaian antara Kebijakan Umum Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (KUPPAS) dengan APBD yang ditetapkan. Artinya, harus ada sinkronisasi, jangan pula ada mata anggaran yang dibuat-buat. Yang tak kalah penting sebutnya, soal keterlibatan masyarakat dalam proses penyerapan anggarannya atau pelaksanaan program. "Perlu keterlibatan aktif dari masyarakat agar sasaran penyerapan anggaran itu tepat," sebut Elfenda.
Sejumlah pimpinan SKPD Pemprovsu yang dihubungi terpisah takut memberi keterangan secara gamblang terkait adanya desas-desus kegelisahan para SKPD itu. Ada beberapa orang staf dari pimpinan SKPD yang mengakui hal itu namun minta wartawan tidak menulis namanya di koran.
Sekdaprovsu Nurdin Lubis ditanyai wartawan terkait desas-desus itu tidak bersedia memberikan komentar.
Sementara terkait pengesahan diduga sarat nuansa politis itu, Sekdaprovsu Nurdin Lubis enggan menjawabnya.
Saat Nurdin Lubis usai melakukan rapat membahas masalah Sinabung dan rencana kedatangan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ke Tana Karo dengan sejumlah aparat terkait, Selasa (21/1) di Kantor Gubsu Lt8, hanya mengatakan janganlah itu dulu. "Janganlah itu dulu, kita lagi fokus ke Sinabung. ya...", katanya, sambil memukul pundak salah satu wartawan saat keluar dari ruang rapat sore itu sembari berlalu dari hadapan wartawan.
Ketika dimintai tanggapan atas tudingan kalangan masyarakat itu, anggota Komisi A DPRD Sumut Drs H Ahmad Ikhyar Hasibuan malah mengancam, jika ada SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) yang ragu-ragu atau takut mengelola keuangan APBD Sumut TA 2014 yang telah disahkan paripurna dewan, sebaiknya mundur saja dari jabatannya.
“Kita ingatkan para SKPD tidak perlu takut melaksanakan kegiatan maupun program kerjanya yang dianggarkan di APBD Sumut, karena APBD tersebut telah disahkan secara resmi melalui paripurna dewan dan untuk selanjutnya akan diperiksa kembali oleh Mendagri (Menteri Dalam Negeri). Jadi tidak akan ada item-item yang illegal didalamnya,†ujar Ahmad Ikhyar Hasibuan kepada wartawan, Rabu (22/1) di DPRD Sumut.
“Hasibuan pun mengklaim, APBD 2014 ini sudah benar-benar aspiratif. Tapi dia juga menjelaskan, mata anggaran yang dicantumkan berasal dari usulan rakyat, usulan kabupaten/kota, usulan anggota dewan yang diserap melalui kegiatan reses-reses pribadi masing-masing dewan dan tentunya tidak terlepas dari Musrenbang (Musyawarah Rencana Pembangunan).
Ditambahkan Ikhyar, jika ada tudingan-tudingan bahwa proses pengesahan R-APBD Sumut menjadi APBD lebih kental nuansa politisnya, ketimbang program pembangunan untuk kesejahteraan masyarakat, hal itu jelas tidak mengandung kebenaran. “Ya ini memang benar lembaga politik, tapi pengesahan APBD bukan bernuansa politik, tapi telah dilalukan melalui mekanisme yang sah. Semua pihaknya hendaknya jangan mempolitisirnya,†katanya.
Berkaitan dengan itu, Ikhyar yang juga Penasihat FP Demokrat ini mengajak seluruh SKPD untuk tetap menyukseskan serapan anggaran yang telah dicantumkan di APBD Sumut semaksimal mungkin, guna tercapainya cita-cita pembangunan sekaligus meminimalisir SiLPA (Sisa Lebih Penggunaan Anggaran), karena target eksekutif dan legislatif, SiLPA tahun ini tidak ada sama sekali.
“Target kita memang tahun ini tidak ada SiLPA seperti tahun-tahun lalu, sehingga besar harapan eksekutif dan legislatif para SKPD bekerja semaksimal mungkin untuk merealisasikan anggaran di APBD Sumut, agar pembangunan di daerah ini bisa bergerak, sehingga hasilnya memiliki dampak positif bagi kepentingan masyarakat,†tegas politisi vocal ini.
(A10/A16/A4/x)