Medan (harianSIB.com)
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Kejagung, Fadil Zumhana menyetujui 13 permohonan penghentian penuntutan perkara pidana berdasarkan keadilan restoratif atau restorative justice (RJ) setelah melalui ekspose secara virtual.
Ekspose tersebut dihadiri Direktur Oharda dan Koordinator pada Jampidum, para Kajati dan Kajari yang terkait dengan wilayah hukum perkara yang dimohonkan dihentikan tersebut.
Kasipenkum Kejati Sumut, Yos Tarigan via aplikasi pesan kepada wartawan termasuk jurnalis Koran SIB Martohap Simarsoit, Rabu (9/3/2022), menyebutkan, berdasarkan siaran pers Puspenkum Kejagung yang diterimanya, dari 13 berkas perkara yang
dimohonkan penghentiannya melalui RJ termasuk didalamnya dari wilayah hukum Kejati Sumut yaitu Kejari Labuhan Batu.
Adapun 13 berkas perkara yang dihentikan penuntutannya yakni, berkas perkara pencurian (pasal 362 KUHP) dengan tersangka Ramadhan alias Kana bin Nanang (alm) dari Cabang Kejaksaan Negeri (Cabjari) Kapuas di Palingkau, berkas perkara tersangka Siti Mina Chorela alias Mina dari Kejari Seram Bagian Barat terkait perkara lalu lintas jalan (pasal 310 UU No 22/2009), perkara pencurian (Pasal 362 KUHP) dengan tersangka Mahar Bin Darlin dari Kejari Kapuas.
Berkas perkara tindak pidana penganiayaan (351 KUHP) dengan tersangka Samsul Arifin Bin Harun dari Kejari Lampung Selatan, berkas perkara pencurian (362 KUHP) dengan tersangka A’an Puji Utomo Bin
Kamadi dari Kejari Surabaya, berkas perkara penganiayaan (351 KUHP) tersangka Iskil Jamal Bin Moh Holil dari Kejari Surabaya dan berkas perkara Lalu Lintas Jalan (pasal 310 UU No 22/2009) dengan tersangka Dian Putri Kumala Binti Muliyono dari Kejari Madiun.
Kemudian, berkas perkara 2 tersangka dalam perkara yang sama tentang penganiayaan dan pengeroyokan dengan tersangka Budi Iskandar als Budi
Bin Alm Efendi dan tersangka Ledy Darmawan als Manjo Bin Alm Rusli Efendi dari Kejari Aseh Tamiang yang disangka melanggar Pasal 351 Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Atau Pasal 170 Ayat (1) KUHP.
Berkas perkara 3 tersangka dalam perkara yang sama terkait penganiayaan dan pengeroyokan dengan tersangka Hermansyah als Herman bin Alm Ali Nur, tersangka Nurkari Als Hakim Bin Alm Abdul Ganisam dan tersangka Suci Agusriani als Uci binti Hasan Basri dari Kejari Aceh Tamiang yang disangka melanggar Pasal 351 Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Atau Pasal 170 Ayat (1) KUHP.
Selanjutnya perkara pencurian dengan tersangka Armiadi Bin Alm Rusli dari Kejari Sabang, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP, perkara penganiayaan dengan tersangka Pilemon Ombo alias Papa Risda dari Kejari Poso, serta berkas perkara penganiayaan dengan tersangka Muhammad Halomoan Harahap dari Kejari Labuhan Batu dan berkas tersangka Pendi Sianturi dari Kejari Labuhan Batu yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain, para tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana/belum pernah dihukum; ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 tahun ; telah
dilaksanakan proses perdamaian di mana tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf; tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar, serta adanya pertimbangan sosiologis dan respon positif dari masyarakat.
Jampidum mengapresiasi upaya Kajari dan Kacabjari dalam upaya perdamaian dan penyelesaian perkara mediasi penal (mediasi di luar pengadilan) antara tersangka dan korban, sehingga tidak perlu sampai ke persidangan. Upaya tersebut mempertimbangkan syarat formil dan
materiil serta aspek yuridis, sosiologis dan filosofis.
Disebutkan, penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif
merupakan penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban dan masyarakat/pihak lain terkait, untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula dan bukan pembalasan.
“Dalam penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif, perdamaian merupakan syarat mutlak yang tidak bisa diabaikan jaksa. Tanpa adanya perdamaian yang dilakukan dengan melibatkan keluarga pelaku dan korban serta masyarakat sekitar, penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif tidak dapat dilakukan,†kata Jampidum.
Menindaklanjuti ekspose dan persetujuan Jampidum, para Kajari dan Kacabjari diperintahkan menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) berdasarkan keadilan restoratif sesuai Peraturan Jaksa Agung (Perja) Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif dan Surat Edaran Jampidum Nomor 01 tanggal 10 Februari 2022, sebagai perwujudan kepastian hukum. (*)