Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Minggu, 05 Oktober 2025
Tinggalkan Arab Saudi, Putra Khashoggi Menuju AS

Jaksa Agung Saudi Sebut Pembunuhan Khashoggi Direncanakan

* AS Diminta Berhenti Dukung Arab Saudi dalam Perang Yaman
- Sabtu, 27 Oktober 2018 15:18 WIB
241 view
Riyadh (SIB)- Putra jurnalis yang terbunuh Jamal Khashoggi, Salah meninggalkan Arab Saudi dan tiba di Amerika Serikat (AS). Salah sebelumnya dikabarkan sempat tidak bisa meninggalkan Arab Saudi. Dilansir dari CNN, Jumat (26/10), Salah yang berkewarganegaraan ganda Arab Saudi-AS itu sebelumnya tidak dapat meninggalkan Arab Saudi setelah paspornya dibatasi oleh kerajaan beberapa bulan lalu.

Seorang juru bicara Departemen Luar Negeri mengatakan Menlu (AS) Mike Pompeo mendesak Arab Saudi untuk membebaskan Salah Khashoggi. Wakil Juru Bicara Robert Palladino mengatakan AS senang bahwa akhirnya Salah diizinkan meninggalkan negara itu.

Salah Khashoggi adalah putra tertua dari kolumnis The Washington Post yang kini diakui oleh para pejabat Arab Saudi tewas dalam pembunuhan yang dilakukan oleh pasukan pria yang memiliki hubungan dekat dengan Putra Mahkota negara itu, yakni Mohammad bin Salman. Awalnya, Arab Saudi menyangkal semua informasi tentang hilangnya Khashoggi di dalam konsulat mereka di Istanbul, Turki.

Namun, para pejabat Arab Saudi kemudian mengumumkan bahwa mereka telah mengidentifikasi 18 orang yang terlibat dalam operasi yang menewaskan Khashoggi itu. Buntutnya, Departemen Luar Negeri Arab Saudi mengumumkan pembekuan visa bagi 21 warganya.

Sebelumnya, pada hari Selasa (23/10), Putra Mahkota Mohammad bin Salman dan ayahnya Raja Salman berjabat tangan dengan Salah Khashoggi yang berwajah lebih muda dalam sebuah pertemuan di Riyadh. Para pejabat mengatakan kepada CNN, sangat tidak mungkin bahwa operasi melawan pembangkang dan pengkritik Saudi bisa terjadi tanpa kesadaran putra mahkota, yang mengontrol aparat keamanan negara.

Direktur CIA Gina Haspel, yang melakukan perjalanan ke Turki pada Selasa (23/10) untuk berkonsultasi dengan para pejabat di sana, memberi penjelasan kepada Presiden Donald Trump tentang penyelidikan Turki atas kematian Khashoggi.

Menurut The Washington Post, Haspel mendengar audio dalam kepemilikan Turki yang konon dari pembunuhan 2 Oktober oleh Khashoggi. Palladino menegaskan bahwa Pompeo menghadiri pengarahan Haspel di Gedung Putih, tetapi tidak akan mengkonfirmasi apakah dia mendengar audio atau melihat video yang diklaim dimiliki oleh pejabat Turki.

Sementara itu Jaksa Penuntut Umum Arab Saudi yang dikutip oleh media pemerintah negara itu menyebut "Pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi direncanakan." Penyiar Al-Ekhbariya mengatakan dugaan ini muncul berdasarkan penyelidikan yang dilakukan oleh satuan tugas bersama Saudi-Turki. Selain itu dilaporkan pula bahwa jaksa penuntut mempertanyakan tersangka sebagai hasil penyelidikan bersama.

Kerajaan tersebut awalnya membantah semua kabar terkait keberadaan kolumnis The Washington Post itu, ketika dia dinyatakan hilang pada 2 Oktober. Sejak mendapat desakan internasional untuk mengakui kasus itu, Arab Saudi membenarkan bahwa Jamal Khashoggi dibunuh di konsulat Saudi di Istanbul, meski kabar motif penghabisannya masih misterius.

Saudi Press Agency resmi melaporkan, bahwa Putra Mahkota Kerajaan, Mohammad bin Salman, mengadakan pertemuan pertama bersama komite untuk mereformasi dinas intelijen negara, yang dibentuk setelah kematian Jamal Khashoggi.

Arab Saudi juga memecat dua penasehat utama dan menangkap 18 orang. Pangeran Mohammed berjanji untuk menghukum mereka yang terlibat dalam kasus pembunuhan tersebut. Kendati demikian, desas-desus yang beredar menyebut bahwa Putra Mahkota terlibat dalam pelenyapan wartawan berkebangsaan Amerika Serikat itu, dengan mengerahkan asisten Mohammed. Tuduhan ini muncul setelah ada bocoran dari sumber-sumber keamanan Turki.
Hentikan Dukungan

Pemerintah Amerika Serikat diserukan untuk menghentikan dukungan pada Arab Saudi dalam perang di Yaman, terlebih setelah pembunuhan jurnalis kawakan Jamal Khashoggi di Konsulat Saudi di Istanbul, Turki. Seruan itu disampaikan senator terkemuka Bernie Sanders dalam tulisan opini di media The New York Times. Menurutnya, pemerintah AS harus menunjukkan pada Saudi bahwa kerajaan tersebut tak bisa dibiarkan terus melanggar hak-hak asasi manusia.

"Satu hal yang bisa kita mulai adalah menghentikan dukungan Amerika Serikat untuk perang di Yaman," tulis Sanders. "Bukan hanya perang ini menciptakan bencana kemanusiaan di salah satu negara termiskin di dunia, namun juga keterlibatan Amerika dalam perang ini tidak diizinkan oleh Kongres dan oleh karena itu tidak konstitusional," imbuhnya.

Pada tahun 2015, Saudi dan sekutu-sekutu Arab-nya melancarkan serangan-serangan udara masiv di Yaman yang dimaksudkan untuk memerangi para pemberontak Houthi. Operasi tersebut telah menghancurkan infrastruktur publik Yaman, termasuk sistem sanitasi dan air, bahkan mendorong PBB untuk menyebut situasi di negara itu sebagai salah satu "bencana kemanusiaan terburuk di zaman modern".

"Amerika Serikat sangat terlibat dalam perang ini. Kita menyediakan bom-bom yang digunakan koalisi pimpinan Saudi, kita mengisi bahan bakar pesawat-pesawat mereka sebelum mereka menjatuhkan bom-bom, dan kita membantu mereka dengan intelijen," tulis Sanders.

Sanders menuliskan, dalam banyak kasus, warga sipil menjadi target bom-bom tersebut. "Dalam salah satu contoh terbaru yang mengerikan, bom buatan Amerika memusnahkan sebuah bus sekolah yang penuh dengan anak-anak kecil, membunuh lusinan dan melukai lebih banyak lagi," tulisnya. "Sebuah laporan CNN menemukan bukti bahwa senjata Amerika telah digunakan dalam serangkaian serangan mematikan terhadap warga sipil sejak perang dimulai," imbuhnya.
Awal tahun ini Sanders telah menyerukan Kongres untuk menghentikan dukungan AS dalam perang Saudi di Yaman. Namun Senat kemudian menunda pembahasan resolusi yang diajukannya bersama beberapa senator lainnya. "Sejak saat itu, krisis ini hanya semakin buruk dan keterlibatan kita menjadi semakin besar," tulisnya.

Sanders pun berniat untuk mengajukan kembali resolusi tersebut ke Kongres. "Pembunuhan brutal Tuan Khashoggi mendesak kita untuk memperjelas bahwa dukungan Amerika Serikat kepada Arab Saudi bukan tanpa syarat," tegasnya. Sanders berharap agar Kongres AS akan menghentikan dukungan AS atas "pembantaian" di Yaman. "Nyawa manusia lebih berharga daripada profit untuk para produsen senjata," tulisnya. (Detikcom/f)
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru