Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Sabtu, 06 Desember 2025

Gugatan Terhadap Penerbitan SHM Tanah di Desa Silalahi Ditolak Hakim

* Penggugat akan Ajukan Banding
- Sabtu, 11 Agustus 2018 14:59 WIB
331 view
Medan (SIB)- Majelis hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan yang diketuai Agus Effendi menolak gugatan yang diajukan ahli waris Demak Sidebang yakni Muhammad Mursyid Silalahi melalui kuasa hukumnya terkait sah tidaknya penerbitan sejumlah Sertifikat Hak Milik (SHM) tanah yang diterbitkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Dairi dalam persidangan di gedung PTUN Medan di Jalan Bunga Raya Kecamatan Medan Sunggal, Kamis (9/8).
Menurut pertimbangan majelis hakim, penggugat tidak memiliki kepentingan mengajukan gugatan. Sebelumnya tergugat mengajukan eksepsi (nota keberatan) terhadap gugatan yang dilayangkan penggugat. 

Dalam perkaraitu, selain BPN Dairi yang dijadikan tergugat, Pangihutan Silalahi sebagai pemohon penerbitan sertifikat juga dijadikan sebagai tergugat intervensi. Dalam eksepsinya, tergugat intervensi mengatakan bahwa penggugat tidak memiliki kepentingan hukum atas objek sengketa yakni puluhan SHM yang telah diterbitkan BPN Dairi atas permohonan tergugat intervensi. 

Saat dikonfirmasi, kuasa hukum penggugat Efendi Tambunan mengaku tidak menghadiri sidang putusa  tersebut. Namun ia mendapat informasi bahwa eksepsi tergugat diterima majelis hakim. "Saya tadi tidak datang sidang. Jadi saya tidak begitu tahu isi putusannya. Tetapi saya dengar dari teman, bahwa gugatan tidak dapat diterima," ucapnya.

Sementara kuasa hukum tergugat intervensi Hilmar Silalahi membenarkan majelis hakim telah menerima eksepsi mereka. "Gugatan tidak dapat diterima hakim. Eksepsi kita dikabulkan," terangnya. 
Atas putusan tersebut, Muhammad Mursyid Silalahi akan mengajukan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN). "Kita akan mengajukan banding," ucapnya.

Ia juga menyayangkan sikap majelis hakim yang tidak menerima gugatannya. Menurutnya, ia mempunyai kepentingan atau hubungan hukum dengan permasalahan penerbitan SHM yang terletak di Desa Silalahi III Dusun Rumah Tanggal Kecamatan Silahisabungan Kabupaten Dairi. Di mana diketahui, puluhan SHM yang menjadi objek sengketa adalah tanah kakek moyangnya. Tanah tersebut satu hamparan dan tidak terpisah-pisah. Bahkan menurutnya lagi, ia mendapat kuasa dari para ahli waris untuk melakukan kepengurusan lahan tersebut.

"Saya adalah generasi keempat dari Ompung Demak Sidebang. Ompung itulah yang dulunya miliki lahan tersebut. Dan para ahli waris yakni saudara-saudara saya memberikan kuasa kepada saya untuk melakukan kepengurusan. Artinya sudah cukup jelaslah hubungan hukum saya dengan permasalahan ini. Namun majelis hakim berpendapat beda. Majelis menerima eksepsi pihak lawan. Akibatnya, pokok perkara termasuk asal usul tanah tidak sempat dibahas dalam persidangan. Tak hanya itu, majelis juga  tidak melihat proses penerbitan sertifikat yang tidak benar termasuk tanggal terbit sertifikat dengan tanggal surat ukur tidak sesuai prosedur," terangnya.

Menurut Mursyid, pihak BPN Dairi diduga tidak melaksanakan prosedur dalam tata cara penerbitan sertifikat seperti diatur dalam pasal 12 PP No 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah. Ia menjelaskan mekanisme yang dimaksud adalah tahapan tersebut harus melalui dua kegiatan utama yaitu pengumpulan/pengolahan data fisik dan pembuktian. "Namun tergugat yakni pihak BPN Dairi diduga tidak melakukan prosedur ini dengan benar tapi justru saya menduga telah melanggar ketentuan peraturan ini," jelasnya.

Selain itu, Mursyid juga melihat kejanggalan soal pendaftaran tanah mensyaratkan adanya penguasaan fisik atas tanah yang diajukan oleh pemohon sertifikat. Menurutnya pemohon tidak pernah menguasai tanah secara fisik dan juga secara yuridis. "Anehnya, tergugat kita nilai sangat tidak cermat dengan tidak mempelajari dokumen-dokumen yang menyangkut putusan pengadilan soal keperdataan tanah tersebut yang sudah ada putusan Mahkamah Agung sebelumnya terkait objek tanah tersebut tentang asal-usul tanah yang dimiliki pemohon sertifikat," terangnya.

Ia menjelaskan sebelum menerbitkan sertifikat, tergugat wajib mengumumkannya selama 60 hari dengan menempelkan pengumuman pemberitahuan itu di kantor Kepala Desa atau di tempat lain, atau pengumuman di media massa. " Sebidang tanah yang disertifikatkan 62.684 m2, sangat luas untuk menjadi milik satu orang. Tergugat seyogianya bersikap hati-hati dan mengumumkannya di media massa agar diketahui oleh pihak lain yang mungkin akan mengajukan keberatan. Namun tergugat saya duga tidak melakukan kebijaksanaan sebagai mana seharusnya pejabat negara yang mempunyai akuntabilitas dan memedomani asas kehati-hatian," jelasnya. 

Anehnya lagi, lanjut Mursyid, ia mengatakan keluarnya sertifikat atas objek tanah yang jadi perkara tersebut, muncul sebelum adanya pengukuran dan pemetaan objek tanah yang dilakukan beberapa minggu setelah terbit sertifikat. "Kan lucu. Sertifikat duluan yang terbit baru menyusul surat ukurnya. Biasanya surat ukur dulu yang terbit. Dan surat itulah yang menjadi acuan bagi penerbitan sertifikat hak milik," tegasnya. Namun meskipun begitu, ia menegaskan, akan mengajukan upaya hukum banding ke PTTUN Medan. "Kita belum membahas soal materi perkara, majelis sudah mengabulkan eksepsi tergugat. Sehingga dengan begitu, kita akan banding," tegasnya.(A14/c)
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru