Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Selasa, 07 Oktober 2025

Terapkan RJ, Kejaksaan Setujui Penghentian 6 Perkara Pidum

Redaksi - Senin, 26 Februari 2024 21:18 WIB
321 view
Terapkan RJ, Kejaksaan Setujui Penghentian 6 Perkara Pidum
(Foto: Dok/Ist)
Gedung JAM Pidum Kejagung 
Medan (harianSIB.com)
Enam perkara tindak pidana umum (Pidum) dengan 6 tersangka yang diajukan beberapa Kejari di Indonesia, disetujui Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk dihentikan penuntutannya berdasarkan penerapan keadilan restoratif atau Restorative Justice (RJ).
“Selanjutnya Jaksa Agung melalui JAM- Pidum Dr Fadil Zumhana memerintahkan kepada para Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) yang mengusulkan penghentian itu untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2),” sebut Kapuspenkum Kejagung Dr Ketut Sumedana, dalam keterangan tertulis, Senin (26/2/2024).
Disampaikan, penerbitan SKP2 itu adalah berdasarkan keadilan restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM- Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum.
Adapun 6 perkara tersangka yang dihentikan adalah, Febiana Oroh alias Eva dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Minahasa, terkait perkara penganiayaan melanggar Pasal 351 KUHP, tersangka Sukarman als Kremek bin Arjo Sentono (Alm) dari Kejari Klaten perkara pencurian (Pasal 362 KUHP), tersangka Sutarji bin Alm Suhar dari Kejari Semarang dalam perkara penganiayaan (Pasal 351 Ayat (1) KUHP).
Kemudian, perkara tersangka Junaedi alias Dedi bin (Alm) Mansur dari Kejari Samarinda terkait penadahan (Pasal 480 Ayat (1) KUHP), perkara tersangka Tamrin bin Daeng Talli dari Kejari Samarinda terkait penadahan (Pasal 480 Ayat (1) KUHP), perkara tersangka Azhar alias Degur dari Kejari Lombok Tengah terkait penganiayaan (Pasal 351 Ayat (1) KUHP).
Alasan pemberian penghentian penuntutan antara lain, karena telah dilaksanakan proses perdamaian di mana tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf, tersangka belum pernah dihukum, tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana, ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun dan tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya.
Kemudian, proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan dan intimidasi, serta tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar.
“Alasan lainnya karena pertimbangan sosiologis yaitu karena penyelesaian masalah dengan menerapkan RJ mendapat respon positif dari masyarakat,” katanya. (**)

Editor
:
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru