Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Rabu, 12 November 2025

Satu Tahun DPRD Binjai, Ketua GMNI : Tunjangan Mengalir Deras, Produk Hukum Nihil

Muhammad Irsan - Jumat, 05 September 2025 18:28 WIB
61 view
Satu Tahun DPRD Binjai, Ketua GMNI : Tunjangan Mengalir Deras, Produk Hukum Nihil
Foto: Dok
Ketua DPC GMNI Kota Binjai, Windi Tanjung.
Binjai(harianSIB.com)


Setahun sudah 35 anggota DPRD Kota Binjai duduk di kursi legislatif. Namun, alih-alih menghadirkan terobosan baru bagi masyarakat, kinerja mereka justru dinilai minim kontribusi.

Sorotan tajam ini datang dari Ketua DPC GMNI Kota Binjai, Windi Tanjung saat dihubungi jurnalis harianSIB.com, Jumat (05/09/2025).

Menurutnya, DPRD Binjai hanya menghabiskan anggaran tanpa menghasilkan produk nyata. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2017, anggota DPRD Kabupaten/Kota menerima rangkaian tunjangan berkisar Rp 36- 45 juta per anggota per bulan (sudah termasuk potongan pajak penghasilan, PPh 21).

" Duduk, absen, pulang dan tunjangan jalan terus. Sejak dilantik pada september 2024, DPRD Binjai nyaris tidak menghasilkan satu pun peraturan daerah (Perda) baru yang signifikan. Padahal, setiap anggota dewan digaji dengan fasilitas dan tunjangan yang cukup besar, nol besar kinerjanya," ucap Windi.

Menurutnya, pola ini menunjukkan bahwa DPRD Binjai gagal menjalankan tiga fungsi utama legislatif yaitu legislasi, pengawasan, dan anggaran. Kondisi ini berbanding terbalik dengan beban anggaran yang dikeluarkan daerah untuk membiayai para wakil rakyat tersebut.

Dari 35 anggota DPRD, Windi menilai hanya segelintir yang benar-benar bekerja dan menyuarakan aspirasi masyarakat. Ia mencontohkan Ronggur Raja Doili Simorangkir dari Fraksi Partai Gerindra, yang berani mengangkat isu maraknya tempat hiburan malam (THM) di Binjai.

" Sisanya nyaris tak terdengar. Padahal gaji dan tunjangan mereka tidak kecil. Apa pantas rakyat membiayai mereka hanya untuk rapat seremonial," tegas Windi.

Selain itu, salah satu kritik tajam yang dilontarkan Windi adalah soal potensi pendapatan asli daerah (PAD) dari Pajak Air Tanah (PAT). Banyak cafe dan penginapan di Binjai diketahui menggunakan air tanah atau sumur bor untuk operasional, tanpa kontribusi berarti ke kas daerah.

" Ini jelas merugikan daerah. Kota Binjai punya BUMD yaitu PDAM Tirtasari, yang harusnya diberdayakan. DPRD bisa buat aturan agar pengusaha wajib menggunakan air PDAM atau dikenakan pajak air tanah. Itu solusi konkret untuk menambah PAD," paparnya.

PAT sendiri telah diatur dalam UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD). Regulasi ini menegaskan bahwa pemanfaatan air tanah untuk kepentingan industri dan komersial wajib dikenakan pajak, dengan tarif maksimal 20 persen dari harga dasar air.

Pengenaan pajak ini bertujuan untuk mengatur penggunaan air tanah agar tidak dieksploitasi secara berlebihan, mengingat air tanah merupakan sumber daya alam yang terbatas dan memerlukan waktu yang lama untuk terisi kembali (recharge).

Oleh karena itu, kata Windi, pemerintah daerah harus mengatur pemungutan pajak ini guna memastikan penggunaan yang lebih bijak serta menjaga ketersediaan air tanah bagi generasi mendatang.

Windi juga mengatakan bahwa Kota Binjai dalam beberapa tahun terakhir kerap mengalami defisit anggaran, yang salah satunya disebabkan lemahnya penerimaan PAD. Namun di sisi lain, DPRD tidak memanfaatkan fungsi legislasi untuk melahirkan perda strategis yang mampu meningkatkan pendapatan daerah.

"Jika DPRD serius, Binjai tidak akan terjebak defisit terus-menerus. Tapi setahun ini, yang terjadi justru pembiaran. Produk hukum nihil, sementara tunjangan mereka jalan terus," sindir Windi.

Windi mendesak DPRD Binjai untuk membuka laporan kinerja secara transparan, agar publik mengetahui sejauh mana capaian legislasi selama satu tahun ini. Ia juga mendorong adanya evaluasi menyeluruh terhadap efektivitas lembaga legislatif tersebut.

" Rakyat berhak tahu berapa Perda yang sudah dibuat, berapa aspirasi yang benar-benar ditindaklanjuti, jangan hanya jadi beban APBD," tegasnya.

GMNI Binjai, kata Windi, akan terus mengawal isu ini dan memastikan DPRD tidak bersembunyi di balik rapat-rapat seremonial.

" DPRD harus membuka berapa Perda yang sudah dibuat setahun terakhir, berapa aspirasi masyarakat yang berhasil ditindaklanjuti. Kalau tidak, publik hanya menyaksikan struktur legislatif jadi beban APBD tanpa fungsi. Legislatif harus kembali ke jalur pengabdian, bukan sekadar penikmat fasilitas," pungkasnya. (**).

Editor
: Eva Rina Pelawi
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru