Christopher Wright dalam bukunya "The Mission of God's People" yang diterbitkan dalam bahasa Indonesia oleh Literatur Perkantas dengan judul Misi Umat Allah, menyatakan : "yang jelas tak terhindarkan ialah bahwa penderitaan adalah suatu bagian integral dari hidup banyak orang dalam Alkitab yang setia kepada panggilan Allah dan misi mereka". Sadrah, Mesah dan Abednego harus pasrah di gua Singa disertai dengan api yang menyala-nyala karena mereka lebih memilih taat kepada Allah ketimbang harus menyembah Kaesar. Artinya, penderitaan bagi orang Kristen harus dihadapi meskipun mengandung resiko dan harus dipertanggungjawabkan.
Namun ada juga hamba Tuhan yang berencana lari dan menghindar dari kenyataan pahit yang seharusnya dihadapinya karena dicekam rasa ketakutan, khawatir terhadap bahaya yang mengancam dirinya disebabkan tindakannya yang membunuh nabi-nabi palsu perusak citra Tuhan. Orang tersebut bernama nabi Elia. Ia lari dan bersembunyi ke Gunung Horeb untuk menghindar dari kejaran Izebel, Ratu Israel yang akan menangkap dan akan membunuhnya sebagai pembalasan. Tetapi dalam teks ini Tuhan mengetahui tentang apa yang dikerjakannya, lalu Tuhan justru akan menyelamatkan nyawanya supaya ia kembali mengemban tugas sebagai seorang nabi Tuhan.
Penderitaan tidak dapat dipisahkan dari panggilan orang percaya. Dengan menghindari penderitaan itu, tidak sedikit orang percaya hidup jauh dari jalan panggilannya. Salah satu tokoh Alkitab yang sempat undur dari jalan panggilan adalah Elia. Di ayat 9 dan 13, Allah bertanya, "Apakah kerjamu di sini, hai Elia?" Pertanyaan ini mendorong Elia berefleksi mengenai panggilan (kerja) dan keberadaannya (di sini) sebagai nabi Tuhan: apakah ia berada di 'tempat' di mana seharusnya ia dipanggil? Elia adalah seorang Nabi yang dipanggil untuk bekerja segiat-giatnya menyatakan firman Tuhan di tengah-tengah bangsanya yang meninggalkan Tuhan dan menyembah berhala. Tetapi mengapa ia berada, lebih tepatnya bersembunyi, dalam sebuah gua? Bukankah seharusnya ia berada di tengah-tengah bangsanya menyampaikan firman?
Jawaban Elia atas pertanyaan Tuhan menunjukkan apa yang menjadi kegelisahan hatinya. Ia merasa sendiri dan takut kehilangan nyawanya karena Izebel, Ratu Israel, berencana hendak membunuhnya (19:1-3). Ketakutan akan ancaman pembunuhan ini yang membuat Elia meninggalkan jalan panggilannya.
Karya Tuhan melalui angin besar dan kuat, gempa serta api (ay.11-12) menunjukkan kekuatan kuasa Allah yang melampaui kekuatan kuasa para penganiaya. Allah telah mempersiapkan penghukuman bagi para penganiaya pada waktunya (Hazael, Yahu dan Elisa, ay. 15-17). Jalan penderitaan memang membuat banyak orang meninggalkan jalan Tuhan, namun jalan itu tidak pernah kehabisan orang karena masih ada tujuh ribu orang pada saat itu yang setia pada jalan Tuhan (ay. 18). Oleh karena itu Elia tidak perlu gentar menghadapi ancaman dan tak perlu merasa sendiri.
Allah memerintahkan Elia : "kembalilah ke jalanmu". Kembali hidup di jalan panggilan itu. Ada kuasa Allah dan kehadiran sesama orang percaya yang memberikan kekuatan, perlindungan, pemeliharaan dan penghiburan yang meneguhkannya di jalan panggilan Allah meskipun menghadapi berbagai ancaman penderitaan.
Pertanyaan Allah kepada Elia juga senantiasa diarahkan kepada kita untuk mengajak kita mengevaluasi apakah jalan kita masih di jalan panggilan itu, atau sudahkah menjauhinya karena enggan menderita. Seorang yang ingin hidup setia dalam jalan panggilannya harus rela meninggalkan kenyamanan dan keamanan semu demi panggilannya. Allah berkuasa memelihara hambaNya di dalam berbagai penderitaan karena jalan panggilan itu. Janganlah kita merasa takut dan gentar kepada manusia yang membenci dan yang sedang merancang permusuhan kepada umat Tuhan dan Gereja-Nya, sebab Allah akan memberi jaminan kuasa, hikmat, dan pengetahuan untuk mencermati berbagai hal agar kita mampu dan dapat terhindar dari segala macam mara-bahaya.
Masalah Nabi Elia ini merupakan gambaran kepada kita bahwa Tuhan tidak akan membiarkan hamba - hamba-Nya yang menderita oleh karena membela eksistensi ke-Kristenan, Gereja dan orang percaya, walaupun kita mungkin akan menghadapi resiko. Tuhan senantiasa membutuhkan seperti kesetiaan nabi Elia, yang giat dalam pekerjaan dan misi Tuhan meski ia dibenci. Bagaimanakah dengan saudara dan saya. Apakah kita justru menjadi manusia penakut dan pengecut untuk membela kepentingan Tuhan karena ada resiko dan ancaman yang membahayakan.? Setialah dalam perkara kecil sebab Tuhan akan mengaruniakan kemuliaan yang tidak terhingga. Amin.! (f)