Jakarta (SIB)
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, mengatakan direksi BUMN/BUMD wajib memastikan tidak ada kerugian bagi korporasi.
Namun bila terdapat kerugian, lanjutnya, direksi harus memastikan perbuatannya tidak ada benturan kepentingan dan didahului tindakan pencegahan.
Menurutnya, konsep ketidakmampuan direksi untuk bertanggung jawab atas kerugian perseroan merupakan peraturan yang serupa dengan Pasal 97 ayat (5) Undang-Undang Perseroan Terbatas (UU PT), atau yang dikenal dengan konsep Business Judgment Rules.
Namun, UU PT berlaku untuk Perseroan Terbatas, sementara Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2022 berlaku untuk BUMN.
"Selanjutnya, tidak seharusnya kerugian negara yang ada di BUMN serta merta adalah masalah pidana. Karena sepanjang tidak ada niat jahat yang bisa dibuktikan di persidangan, kerugian negara tidak bisa dianggap sebagai kerugian negara sebagaimana diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Sekali lagi, sepanjang tidak ada niat jahat," kata Hikmahanto, Sabtu (1/10).
Hal itu disampaikan dalam workshop bertema "Doktrin Fiduciary Duty di Perseroan Terbatas dan Pertanggungjawaban secara Pribadi Direksi dan Komisaris terhadap Kerugian Perusahaan" yang digelar Visi Law Office bekerja sama dengan Intrinsics.
Acara yang diikuti 70 orang peserta dari berbagai perusahaan BUMN/BUMD dan perusahaan swasta ini berupaya meningkatkan pencegahan korupsi dan kerugian negara serta membangun perlindungan hukum bagi para direksi dan komisaris berdasarkan doktrin Fiduciary Duty dan Business Judgment Rules yang diatur di UU PT dan PP 23/2022 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 45/2005 tentang Pendirian, Pengurusan, Pengawasan, dan Pembubaran BUMN.
Sementara itu, perwakilan Jamdatun Kejagung, Yudi Kristiana mengatakan, untuk menghindari kemungkinan adanya pertanggungjawaban pidana karena melakukan kesalahan dalam penyelenggaraan BUMN, diperlukan pemahaman mendalam tentang diskresi, penyalahgunaan wewenang, prinsip GCG, ultra vires dan BJR, pertanggungjawaban pribadi direksi dan komisaris, termasuk mitigasi risiko hukum melalui JPN.
"Penerapan BJR oleh direksi dan komisaris dalam penyelenggaraan BUMN sangat penting karena dalam hal Direksi dan Komisaris memenuhi prinsip BJR, maka terhadap yang bersangkutan tidak memenuhi asas kesalahan dan oleh karenanya tidak dapat dimintai pertanggungjawaban pidana," katanya.
Di lokasi yang sama, Managing Partner Visi Law Office, Febri Diansyah, mengatakan perlunya prinsip bisnis berintegritas untuk mencegah praktik korupsi di perusahaan dan menghindari kesalahan korporasi.
Dia mengatakan segenap organ perseroan harus melakukan uji tuntas resiko hukum dan korupsi untuk mengambil keputusan bisnis dengan itikad baik.
Pemahaman dan penerapan Business Judgment Rules seperti dimuat dalam UU Perseroan Terbatas dan PP 23/2022 dinilai penting untuk memberikan perlindungan hukum bagi direksi dan komisaris perusahaan dari pertanggungjawaban secara pribadi terhadap kerugiaan perusahaan.
Selain itu, diperlukan Good Corporate Governance, peningkatan peran satuan pengawas internal, dan juga pelibatan instansi negara seperti kejaksaan untuk melakukan mitigasi resiko hukum terhadap tindakan yang berpotensi merugikan keuangan negara. (detikcom/a)