Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Senin, 12 Mei 2025

KPK dan Dewas Kompak Tolak Gugatan MAKI soal Penghentian Kasus Lili Pintauli

Redaksi - Rabu, 29 Maret 2023 09:40 WIB
275 view
KPK dan Dewas Kompak Tolak Gugatan MAKI soal Penghentian Kasus Lili Pintauli
Foto: Andhika Prasetia/detikcom
Gedung KPK 
Jakarta (SIB)
KPK dan Dewan Pengawas (Dewas KPK) memberikan jawaban atas gugatan praperadilan yang diajukan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) soal penghentian penyidikan kasus dugaan korupsi mantan pimpinan KPK Lili Pintauli Siregar. Keduanya kompak menolak dalil gugatan yang diajukan MAKI.

"Termohon I berkesimpulan bahwa semua dalil-dalil yang dijadikan alasan Pemohon untuk mengajukan permohonan praperadilan ini adalah tidak benar dam keliru oleh karena itu selanjutnya Termohon I memohon kepada hakim praperadilan untuk memeriksa, mengadili, dan memutus perkara praperadilan ini," kata Koordinator Tim Biro Hukum KPK Iskandar Marwanto dalam persidangan di PN Jaksel, Selasa (28/3).

Iskandar juga menyinggung legal standing MAKI untuk mengajukan gugatan praperadilan tersebut. Menurutnya, MAKI tak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan gugatan tersebut.

"Bahwa Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum atau legal standing untuk mengajukan permohonan praperadilan a quo karena Pemohon belum mempunyai surat keterangan terdaftar sebagai ormas dan juga tidak berbadan hukum," ujarnya.

Dia mengatakan gugatan praperadilan yang diajukan MAKI juga tidak berdasarkan ketentuan Undang-undang, sehingga gugatan MAKI dinilai kabur. Menurutnya, gugatan praperadilan itu seharusnya ditolak.

"Dengan demikian, permohonan praperadilan yang diajukan oleh Pemohon adalah tanpa alasan berdasarkan undang-undang karena Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan permohonan praperadilan sebagai pihak ketiga yang berkepentingan, sehingga permohonan praperadilan sudah sepatutnya ditolak atau setidak-tidaknya dinyatakan tidak dapat diterima (niet ontvankelijke verklaard)," ujarnya.

Kemudian, Iskandar mengatakan melakukan atau tidak melakukan penyidikan merupakan kewenangan penyidik di mana hakim tidak berwenang memerintahkan penyidik melakukan penyidikan. Dia menyebut gugatan MAKI tak masuk dalam ruang lingkup praperadilan.[br]


"Berkenaan dengan petitum Pemohon yang pada pokoknya meminta hakim untuk memerintahkan Termohon I (KPK) melakukan suatu penyidikan, hal tersebut bukan merupakan objek dari praperadilan karena tidak diatur baik di dalam ketentuan KUHAP maupun Perma 4 Tahun 2016," kata Iskandar.

"Melakukan atau tidak melakukan penyidikan merupakan kewenangan penyidik, hakim dengan kewenangannya berdasarkan peraturan perundang-undangan tidak memiliki kewenangan untuk memerintahkan penyidik melakukan penyidikan suatu tindak pidana tertentu. Dengan demikian petitum Pemohon tersebut adalah error in objecto dan tidak berdasarkan atas hukum," imbuhnya.


Dewas Juga Tolak
Sikap yang sama terhadap gugatan praperadilan MAKI juga diungkapkan oleh Dewan Pengawas (Dewas KPK). Dalam persidangan, Dewas KPK juga meminta hakim menolak gugatan praperadilan tersebut.

"Termohon II berkesimpulan bahwa semua dalil-dalil yang dijadikan alasan pemohon untuk mengajukan permohonan praperadilan ini adalah tidak benar dan keliru," kata perwakilan Dewas KPK dalam persidangan di PN Jaksel.

"Dalam eksepsi, satu, menerima dan mengabulkan eksepsi termohon II (Dewas KPK) untuk seluruhnya. Dua, menyatakan pemohon tidak memiliki legal standing dalam mengajukan permohonan praperadilan a quo. Tiga, menyatakan praperadilan kabur (obscuur libel). Empat, menyatakan permohonan praperadilan bukan lingkup praperadilan (error in objecto)," imbuhnya.

Sebelumnya, dalam berkas praperadilan MAKI dijelaskan pada 2022, termohon II, yaitu Dewan Pengawas (Dewas KPK), telah memeriksa Lili Pintauli yang diduga telah menerima sejumlah fasilitas tiket nonton dan penginapan selama kurang lebih 1 minggu untuk gelaran Moto GP di Mandalika. Pemeriksaan juga dilakukan kepada Direktur Utama PT Pertamina Nicke Widyawati.

MAKI menyebutkan saat itu KPK tengah menyelidiki kasus dugaan korupsi liquid natural gas (LNG) di tubuh anak perusahaan PT Pertamina yang sebelumnya ditangani Kejaksaan Agung. Menurut MAKI, pemberian fasilitas dalam hal itu adalah bentuk gratifikasi dan perkara itu seharusnya dilimpahkan ke KPK.[br]


"Bahwa para termohon seharusnya mengetahui bahwa pemberian fasilitas adalah bagian dari bentuk gratifikasi dan patut diduga mengarah pada bentuk penyuapan sehingga seharusnya penyelesaiannya tidak semata-mata hanya diselesaikan oleh termohon II melalui putusan etik (administratif)," ujarnya.

MAKI menilai Lili menerima fasilitas tiket nonton dan penginapan itu saat masih menjabat sebagai komisioner KPK. MAKI menyebut langkah KPK dan Dewas KPK yang tidak meneruskan penyelesaian kasus tersebut ke penuntutan ke pengadilan merupakan bentuk penghentian penyidikan yang tidak sah. (detikcom/a)





Sumber
: Koran SIB
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru