Medan (SIB)
Guru Besar Hukum Pidana Universitas Sumatera Utara (USU), Prof Ediwarman dihadirkan sebagai saksi ahli dalam sidang lanjutan permohonan praperadilan (Prapid) oleh Pemohon Albert Kang, Warga kompleks Royal Sumatera dengan termohon Polda Sumut di Pengadilan Negeri (PN) Medan, Kamis (39/9).
Dalam keterangannya, Prof Edi yang dihadirkan pihak pemohon prapid sebagai saksi menegaskan bahwa perkara Albert Kang merupakan perbuatan melanggar perjanjian dari suatu izin yang diberikan pihak Royal Sumatera. Untuk itu katanya perbuatan melanggar perizinan tersebut, masuk ke ranah Perdata, bukan Pidana.
"Albert Kang mempunyai izin, bukan tidak mempunyai izin, dari izin itu ada suatu perjanjian. Tapi, Albert Kang melanggar perjanjian, maka itu yang dilanggarnya perjanjian, jadi masuk di Perdata," katanya di hadapan Hakim Tunggal Merry Dona Tiur Pasaribu.
Sedangkan, katanya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 51 tahun 1960, yang disangkakan kepada Albert Kang tersebut merupakan penguasaan tanah tanpa izin. "Kalau ada izin tidak kena pada ketentuan perundang-undangan," ucapnya.
Selain saksi Prof Ediwarman, pemohon juga menghadirkan saksi Ricardo Sianturi. Dari kesaksian Ricardo Sianturi selaku tukang bangunan yang membangun lahan yang manjadi permasalahan dalam kasus ini menerangkan bahwa ia sudah bekerja dari tahun 2014 dan merenovasi dermaga tersebut tahun 2018.
Ia juga menegaskan bahwa jika dermaga tersebut tidak dibuat pondasi tanah (coran semen) maka rumah yang ditempati Albert Kang bakalan longsor.
"Dari tahun 2014, saya bangun masang batu pagar, yang 2018 dermaga. Membuat pondasi tanah, karena agak curam pak, jadi agar tidak longsor. Kalau tidak di cor mungkin rumah pak Albert bisa longsor," ucapnya.
Ia juga mengungkapkan bahwa selain pemohon ada juga warga lain yang membangun dermaga seperti yang dilakukan Albert Kang. "Saat mengerjakan dulu pada tahun 2004, ada security yang menegur terkait izin, habis itu ketemu sama Albert, habis itu tidak pernah lagi ditegur sampai sekarang. Ada juga dermaga di situ selain pak Albert Kang," ungkapnya.
Sementara itu, termohon Polda Sumut menghadirkan saksi Hwang Jang Suk, yang merupakan Project Manager PT Victor Jaya Raya (VJR) di persidangan. Dalam keterangannya yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia oleh penterjemah yang turut dihadirkan di persidangan itu membenarkan bahwa Albert Kang ada mengajukan permohonan kepadanya untuk merombak tanah seluas kurang lebih 430 meter persegi. Namun, katanya Albert harus mematuhi sejumlah syarat.
Lalu, saat ditanya hakim apa poin keberatan saksi terkait perombakan tersebut, saksi Hwang Jang Suk mengatakan bahwa Albert Kang tidak mematuhi syarat yang sudah disepakati terhadap perombakan lahan tersebut. "Dia tidak mematuhi perjanjian itu," kata saksi yang dihadirkan pihak Polda Sumut.
Seperti diketahui, Polda Sumut telah menetapkan Albert Kang sebagai tersangka karena ada sejumlah bangunan permanen yang didirikan Albert Kang antara lain rumah pohon yang terbuat dari beton, dinding beton, lantai beton, tiang kolom beton, tangkahan beton dan tangkahan yang terletak di atas danau. Kesemuanya itu menurut Polda Sumut dibangun Albert Kang di atas lahan Royal Sumatera.
Menurut Polda, perbuatan Albert Kang mendirikan bangunan di atas tanah tidak sesuai izin mengakibatkan kerugian PT Victor Jaya Raya selaku pengelola komplek perumahan Royal Sumatera sebesar Rp2,6 miliar. Atas perbuatan tersebut, Polda menyangkakan Albert melanggar Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 51 tahun 1960.
Kuasa hukum Albert Kang membantah tudingan pihak Polda Sumut. Menurut Junirwan Kurniawan, selaku kuasa hukum pemohon, sesuatu perbuatan yang berawal dari perjanjian antara kedua belah pihak yang dituangkan secara tertulis, maka akibat hukumnya adalah hukum perdata, bukan pidana. (A17/c)