Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Sabtu, 27 September 2025
Walhi Sumut: PT TPL Perusak Kehidupan

Negara Tidak Boleh Bersembunyi di Balik Alasan Investasi

Rickson Pardosi - Jumat, 26 September 2025 18:05 WIB
93 view
Negara Tidak Boleh Bersembunyi di Balik Alasan Investasi
Foto ist
Rianda Purba

Medan(harianSIB.com)

Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Sumatera Utara (WALHI Sumut) Rianda Purba mengatakan bahwa, sejak awal berdirinya PT Toba Pulp Lestari (TPL) yang dahulu bernama PT Inti Indorayon Utama telah menuai penolakan luas dari masyarakat. Selama puluhan tahun, perusahaan itu identik dengan perampasan tanah, perusakan hutan adat serta ancaman serius terhadap hak-hak asasi Masyarakat Adat di Tano Batak, Sumatera Utara.

"Sejak awal berdirinya PT TPL yang dulunya PT Inti Indorayon Utama telah menuai penolakan luas dari masyarakat," kata Rianda Purba, Rabu (24/9) di Medan.

Ditegaskannya, PT TPL telah kehilangan legitimasi sosial di Tano Batak. Sejarah panjang penolakan masyarakat adalah bukti bahwa perusahaan ini tidak memiliki ruang untuk terus beroperasi. Karena itu, Walhi Sumatera Utara mendesak DPR RI melalui Komisi XIII untuk menetapkan PT TPL sebagai pelanggar HAM atas praktik perampasan ruang hidup dan intimidasi terhadap Masyarakat Adat.

Merekomendasikan penutupan PT TPL sebagai langkah konkret negara dalam menghentikan siklus konflik dan perusakan lingkungan di Tano Batak.

Menjamin pemulihan hak-hak Masyarakat Adat serta pengakuan atas hutan adat sebagai wilayah kelola rakyat, bukan konsesi industri ekstraktif. Negara tidak boleh terus bersembunyi di balik alasan investasi. Fakta-fakta pelanggaran yang terjadi selama ini sudah lebih dari cukup untuk menegaskan PT Toba Pulp Lestari adalah perusak kehidupan.

Menurutnya, langkah terbaru Komisi XIII DPR RI yang membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) merupakan sinyal politik penting atas akumulasi persoalan TPL. TGPF harus hadir sebagai jawaban atas eskalasi konflik agraria, intimidasi, kriminalisasi serta kekerasan yang terus dialami Masyarakat Adat. Fakta di lapangan menunjukkan pola pelanggaran yang sistematis, hutan adat dikapling untuk kepentingan konsesi, masyarakat kehilangan sumber penghidupan dan mengalami kekerasan secara fisik dan mental, ruang budaya tercerabut dan lingkungan hidup mengalami kerusakan permanen.

Walhi Sumatera Utara menegaskan bahwa keberadaan TPL telah menjadi sumber konflik berkepanjangan yang mengancam stabilitas sosial-ekologis di kawasan Tano Batak. Alih-alih membawa kesejahteraan, keberadaan perusahaan justru memperparah ketidakadilan agraria, menghancurkan ekosistem hutan dan menciptakan lingkaran kriminalisasi dan kekerasan terhadap masyarakat yang mempertahankan tanahnya.

Pembentukan TGPF harus dimaknai sebagai momentum negara untuk memastikan kebenaran dan keadilan. Penyelidikan tidak boleh berhenti pada pengumpulan data administratif, tetapi harus menelisik akar persoalan; perampasan hutan adat, praktik intimidasi dan pelanggaran HAM yang selama ini dibiarkan.

"TGPF juga harus bekerja transparan, melibatkan masyarakat sipil, serta memastikan rekomendasinya tidak berhenti di meja birokrasi," harap Rianda. (A8/d)

Editor
: Redaksi
SHARE:
Tags
 
Berita Terkait
komentar
beritaTerbaru
Pemkab Karo Wujudkan UHC Prioritas

Pemkab Karo Wujudkan UHC Prioritas

Karo(harianSIB.com)adsensePemerintah Kabupaten Karo secara resmi mengumumkan pencapaian Universal Health Coverage (UHC) Prioritas, dengan