Jakarta (harianSIB.com)
Kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook di era Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim segera memasuki persidangan. Kejaksaan Agung (Kejagung) mengumumkan kerugian negara dalam kasus tersebut meningkat menjadi lebih dari Rp 2,1 triliun.
"Total kerugian negara mencapai lebih dari Rp 2,1 triliun," ujar Direktur Penuntutan pada Jampidsus Kejagung, Riono Budisantoso, di Gedung Bundar Kejagung, Jakarta Selatan, Senin (8/12/2025), dikutip dari Detikcom.
Jumlah tersebut naik dibandingkan perhitungan sebelumnya, yakni Rp 1,9 triliun. Riono menjelaskan, berdasarkan hasil audit, nilai kemahalan harga Chromebook mencapai Rp 1,56 triliun, sementara pengadaan Chrome Device Management (CDM) yang dinilai tidak diperlukan dan tidak memberikan manfaat mencapai Rp 621 miliar.
Kasus ini berkaitan dengan pengadaan perangkat teknologi informasi dan komunikasi (TIK) berupa Chromebook dan CDM pada periode 2019–2022.
Baca Juga:
Kejagung telah menetapkan lima tersangka yaitu,
Nadiem Makarim (NAM), Mantan Mendikbudristek, Jurist Tan (JT), Mantan Staf Khusus Mendikbudristek (saat ini buron), Ibrahim Arief (IBAM), Konsultan Teknologi Kemendikbudristek, Sri Wahyuningsih (SW), Mantan Direktur SD sekaligus KPA Direktorat SD 2020–2021, serta Mulyatsyah (MUL), Mantan Direktur SMP sekaligus KPA Direktorat SMP 2020–2021.
Menurut Riono, dugaan tindak pidana korupsi terjadi sejak tahap penyusunan kajian teknis hingga proses pengadaan peralatan TIK.
"Hasil penyidikan mengungkap bahwa saudara Nadiem Makarim diduga memerintahkan perubahan hasil kajian tim teknis," kata Riono.
Ia menjelaskan, tim teknis sebelumnya telah melaporkan bahwa spesifikasi pengadaan tidak boleh mengarah pada sistem operasi tertentu. Namun, kajian tersebut kemudian diubah untuk mengarahkan penggunaan Chrome OS sehingga fokus pada pengadaan Chromebook.
Riono juga mengungkap, pada 2018, Kemendikbudristek pernah melakukan pengadaan Chromebook dengan hasil yang dinilai gagal.
Meski demikian, pengadaan serupa kembali dilakukan pada 2020–2022 tanpa dasar teknis yang memadai.
Tindakan tersebut diduga tidak hanya mengarahkan pengadaan kepada produk tertentu, tetapi juga memberikan keuntungan melawan hukum kepada pihak-pihak di lingkungan Kemendikbudristek maupun penyedia barang dan jasa. Termasuk dugaan adanya penerimaan uang oleh pejabat negara.
Kejagung telah melimpahkan berkas perkara empat tersangka ke Pengadilan Tipikor Jakarta. Adapun Jurist Tan belum dilimpahkan karena masih berstatus buronan.
"Memang satu pelaku masih berstatus buron dan belum kami temukan," ujar Riono.
Ia menegaskan, penyidikan terhadap Jurist Tan belum rampung sehingga belum direncanakan sidang in absentia.
Sementara itu, empat tersangka lainnya dinilai telah memenuhi alat bukti untuk dibawa ke persidangan dan dibuktikan secara meyakinkan di pengadilan. (*)