Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Minggu, 01 Juni 2025

UU KIP Jamin Keterlibatan Masyarakat Mengontrol Transparansi dan Akuntabilitas Pengelola Keuangan Negara

* Oleh Dr. Maju Siregar (Auditor Ahli Madya Inspektorat Provinsi Sumatera Utara)
Redaksi - Kamis, 01 Oktober 2020 12:04 WIB
591 view
UU KIP Jamin Keterlibatan Masyarakat Mengontrol Transparansi dan Akuntabilitas Pengelola Keuangan Negara
Foto Dok
Dr. Maju Siregar (Auditor Ahli Madya Inspektorat Provinsi Sumatera Utara)
Di era reformasi birokrasi, usaha untuk mewujudkan "good governance" tidak dapat dilepaskan dari prinsip-prinsip dasar penyelenggaraan pemerintahan yang baik, yaitu transparansi, partisipasi dan akuntabilitas sebagai unsur utama. Good governance merupakan elemen penting untuk menjamin kesejahteraan nasional (national prosperity) melalui peningkatan akuntabilitas, reliabilitas (kehandalan) dan pengambilan kebijakan.

Kesesuaian antara prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam menjalankan program atau kebijakan dari suatu badan publik, harus berasaskan atau bernilai sebagai ruang partisipasi masyarakat secara umum untuk ikut mengawal dan menjalankan suatu kebijakan yang dikeluarkan oleh badan publik atau pemerintah.

Meningkatnya iklim demokrasi yang baik (dilihat dari peran aktif pemerintah dan masyarakat) dengan mewujudkan prinsip transparansi dan akuntabilitas akan mencegah, atau paling tidak sedikitnya mengurangi kasus korupsi.

Pencegahan korupsi merupakan komitmen pemerintah yang harus diimplementasikan dalam rangka mewujudkan penyelenggaraan negara yang bersih dan berwibawa. Semangat good governance dapat diwujudkan melalui penerapan dimensi akuntabilitas dan transparansi anggaran di pemerintahan daerah, termasuk di dalamnya anggaran yang dimiliki oleh desa bersumber dari APBN.

Melihat pentingnya prinsip transparansi dan akuntabilitas untuk diterapkan oleh suatu badan publik, pemerintah telah membuat suatu perangkat aturan perundang-undangan tentang Informasi Publik yaitu Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008. Dengan tersedianya perangkat regulasi untuk mewujudkan prinsip transparansi dan akuntabilitas bagi badan publik, maka diharapkan seluruh komponen kebijakan (pemerintah dan masyarakat) dapat berperan aktif mengurangi dan mencegah kasus korupsi.

Undang-Undang No.14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik merupakan instrumen hukum yang mendukung perwujudan transparansi. Undang-undang ini lahir untuk memberikan jaminan terhadap semua orang dalam memperoleh informasi. Sebagaimana yang dijamin Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 28 f yang berbunyi, "Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosial, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki dan menyimpan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.

Salah satu cara agar suatu lembaga/instansi terbebas dari praktik-praktik korupsi adalah dengan memperbaiki tata kelola lembaga/instansi, yaitu dengan menyediakan media informasi yang baik maka dari itu di bagian sistem keuangan suatu lembaga/instansi memerlukan adanya sistem prinsip-prinsip transparansi dan akuntabilitas agar semua orang dapat dengan mudah mengetahui informasi tata kelola keuangan serta sistem manajemen yang jelas.

Keterbukaan sistem informasi manajemen publik untuk menjamin kebebasan akses informasi terkait tata kelola lembaga/instansi saat ini masih sangat minim. Jika ingin mengetahui sistem informasi keuangan harus mempunyai izin dan tujuan tertentu sesuai kebutuhan dan harus melewati berbagai macam proses yang berbelit-belit. Maka dari itu pihak suatu lembaga/instansi harus mampu memberikan ketersediaan informasi serta publikasi yang baik melalui website, agar publik dapat dengan mudah mengakses suatu informasi dengan mudah.

Transparan dalam bidang pengelolaan dapat diartikan sebagai adanya keterbukaan dalam mengelola suatu kegiatan. Keterbukaan tersebut dapat meliputi keterbukaan dalam sumber pemasukan dan jumlahnya, rincian penggunaan dan pertanggung jawabannya harus jelas sehingga dapat memudahkan pihak-pihak yang berkepentingan untuk mengetahuinya. Transparansi keuangan diperlukan dalam rangka meningkatkan tingkat kepercayaan stakeholder. Selain itu transparansi dapat menciptakan kepercayaan timbal balik antara pemerintah dan masyarakat melalui penyediaan informasi dan menjamin kemudahan di dalam memperoleh informasi yang akurat dan memadai. Transparansi dalam pengelolaan keuangan pada suatu lembaga institusi telah menjadi kewajiban secara perundang-undangan.

UU KIP tentang Badan Publik, Pasal 1 ayat (3) menyebutkan, "Badan Publik adalah lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif dan badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, atau organisasi non-pemerintah sepanjang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, sumbangan masyarakat dan/atau luar negeri".

Selain dengan transparansi, korupsi dapat juga dapat ditekan dengan adanya akuntabilitas. Akuntabilitas publik merupakan kewajiban agen untuk mengelola sumber daya, melaporkan dan mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan yang berkaitan dengan penggunaan sumber daya publik kepada pemberi mandat.

Akuntabilitas di dalam pengelolaan keuangan dapat diartikan penggunaan uang dalam suatu lembaga/instansi dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan perencanaan yang telah ditetapkan sebelumnya. Berdasarkan perencanaan yang telah ditetapkan dan peraturan yang berlaku, maka lembaga/institusi membelanjakan uang secara bertanggung jawab. Pertanggungjawaban dapat dilakukan kepada masyarakat dan pemerintah.

Penerapan transparansi anggaran dapat dilakukan melalui pemberian semua akses ke masyarakat terkait informasi pagu yang dibutuhkan untuk menghasilkan suatu output. Prinsip akuntabilitas harus mengikuti aturan pemerintah, dimana pelaksanaannya disesuaikan dengan peraturan pemerintah keuangan dan proses pendanaan mengacu pada peraturan tersebut. Dengan adanya tranparansi dan akuntabilitas akan menyebabkan orang semakin sulit untuk melakukan korupsi.

Akuntabilitas terkait erat dengan instrumen untuk kegiatan kontrol terutama dalam hal pencapaian hasil pada pelayanan publik dan menyampaikannya secara transparan kepada masyarakat. Akuntabilitas publik secara tradisional dipahami sebagai alat yang digunakan untuk mengawasi dan mengarahkan perilaku administrasi dengan cara memberikan kewajiban untuk dapat memberikan jawaban (answerability) kepada sejumlah otoritas eksternal.

Merujuk dua pengertian di atas, akuntabilitas lekat dengan transparansi (keterbukaan). Kemudian dalam pemahaman sehari-hari keterbukaan itu merupakan manifestasi dari kejujuran. Jadi untuk memperoleh akuntabilitas kinerja yang baik, menuju birokrasi yang tidak korup, maka harus merealisasi prinsip dasar transparansi yang dalam hal ini keberadaannya memanifestasikan makna kejujuran. Dengan kata lain semakin terbuka pelayanan birokrasi seiring dengan mekanisme sistem kontrol internal maupun eksternal, diharapkan semakin jujur penyelenggaraan birokrasi yang kemudian bermuara pada capaian pemerintahan yang baik dan bersih dari korupsi.

Mekanisme pencegahan tindak pidana korupsi dilakukan dengan meningkatkan akuntabilitas serta transparansi pejabat pemerintah kepada masyarakat. Hal ini diharapkan untuk dapat menjadi mekanisme pengawasan eksternal dari setiap tindakan dan kebijakan yang diambil oleh pejabat negara dengan kekuasaan yang diamanahkan kepadanya. Hal tersebut juga dalam rangka meningkatkan peran masyarakat dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi. Hal tersebut merupakan implementasi dari Pasal 41 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan tindak pidana korupsi yang berbunyi "Masyarakat dapat berperan serta membantu upaya pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi". Yang dipertegas dengan klausul yang tercantum pada Pasal (2) huruf a dan b bahwa "Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diwujudkan dalam bentuk : a. Hak mencari, memperoleh, dan memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi; b. Hak untuk memperoleh pelayanan dalam mencari, memperoleh dan memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi kepada penegak hukum yang menangani perkara tindak pidana korupsi".

Jadi masyarakat mempunyai hak untuk mencari dan memperoleh informasi tentang apa yang telah dilakukan oleh penyelenggara negara, bahkan untuk mengetahui berapa harta kekayaan dan juga perkembangannya selama penyelenggara negara terkait memegang jabatan dan kekuasaan. (d)

SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru