Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Sabtu, 14 Juni 2025

Perang Harga Ancam Kelangsungan Industri Mobil China

Redaksi - Kamis, 12 Juni 2025 16:30 WIB
139 view
Perang Harga Ancam Kelangsungan Industri Mobil China
Ist/SNN
Industri otomotif Tiongkok sedang menghadapi krisis tersembunyi.
Jakarta(harianSIB.com)

Kekhawatiran serius mulai mencuat di kalangan pelaku industri otomotif China, bukan karena tekanan dari luar negeri, melainkan karena persaingan sengit di dalam negeri sendiri.

Di sebuah pasar mobil bekas di Beijing, Ma Hui, seorang penjual mobil, mengungkapkan kecemasannya terhadap kondisi pasar kendaraan listrik (EV) saat ini. Menurutnya, persaingan antar produsen telah berubah menjadi "balapan menuju jurang" yang mengancam keberlanjutan industri.

Baca Juga:

"Kami semua rugi tahun lalu. Terlalu banyak perusahaan, membuat terlalu banyak mobil energi baru ," kata Ma kepada CNBC, dikutip dari CNBC Indonesia, mengacu pada rekan-rekan sesama penjual mobil bekas.

Persaingan harga yang ekstrem, dipelopori oleh raksasa otomotif BYD, membuat harga mobil anjlok secara signifikan. Penurunan harga ini tak hanya menyulitkan produsen, tapi juga menghantam para pelaku pasar seperti Ma dengan margin keuntungan yang kian tipis.

Baca Juga:

Sebagai contoh, BYD baru-baru ini melakukan pemotongan harga besar-besaran pada akhir Mei, memberikan diskon hingga 34% untuk sejumlah model. Mobil termurahnya, Seagull mini hatchback, kini dijual sekitar US$7.700, turun dari harga sebelumnya US$10.000.

Banjir mobil murah akibat pemangkasan harga ini biasanya menjadi bahan kritik dari negara-negara mitra dagang seperti Uni Eropa dan Amerika Serikat. Namun kini, kritik serupa justru muncul dari dalam negeri, termasuk dari People's Daily, media resmi Partai Komunis China.

Dalam sebuah komentar tajam yang diterbitkan Senin, People's Daily menyoroti dampak negatif dari perang harga ini dengan tajuk "Perang Harga di Industri Otomotif Tidak Menuju ke Mana-Mana dan Tidak Memiliki Masa Depan."

"Perang harga yang tidak teratur menekan keuntungan di seluruh rantai pasok, mempengaruhi seluruh ekosistem industri dan berisiko mengurangi pendapatan pekerja," tulis media tersebut. "Dalam jangka panjang, persaingan 'balapan menuju jurang' ini tidak berkelanjutan."

Ketegangan ini juga mencuat di kalangan pimpinan perusahaan otomotif besar. Wei Jianjun, Chairman Great Wall Motor, dalam wawancara dengan Sina Finance pada 23 Mei lalu, memperingatkan adanya krisis tersembunyi yang mirip dengan krisis sektor properti yang melanda China, terutama yang menimpa raksasa real estat Evergrande.

"Sudah ada krisis seperti Evergrande dalam industri otomotif. Hanya saja, krisis itu belum meledak," kata Wei.

Pernyataan itu menuai perhatian luas di tengah situasi industri yang semakin kompetitif. Menanggapi kekhawatiran tersebut, Asosiasi Produsen Mobil China (China Association of Automobile Manufacturers/CAAM), sebuah organisasi yang didukung pemerintah, mengeluarkan pernyataan yang menyerukan perusahaan untuk tidak menjual mobil di bawah biaya produksi.

"Seorang produsen tertentu telah memulai pemotongan harga besar-besaran dan banyak perusahaan lain mengikuti, memicu kepanikan baru dalam perang harga," tulis CAAM tanpa menyebut nama BYD secara langsung.

BYD, dalam tanggapannya, membantah bahwa pemotongan harga yang mereka lakukan merusak pasar. Mereka menyebut komentar Wei sebagai pernyataan berlebihan dan menegaskan komitmennya terhadap persaingan yang adil.

Namun, di pasar mobil bekas, tekanan makin nyata. Salah satu fenomena baru yang muncul adalah "mobil bekas nol kilometer" kendaraan yang sudah didaftarkan dan memiliki plat nomor, namun belum pernah dikendarai. Praktik ini dilakukan oleh produsen dan dealer untuk menggelembungkan angka penjualan.

Ma mengatakan fenomena ini merupakan tanda lain dari stres dalam industri. Ia juga melihat bahwa konsumen menjadi semakin berhati-hati dalam belanja, terutama di tengah kondisi ekonomi yang lesu.

"Dengan harga turun seperti ini, banyak pembeli justru memilih menunggu," ungkap Ma. Mereka ragu apakah harga akan turun lebih jauh lagi, jadi mereka menahan diri.(*)

Editor
: Robert Banjarnahor
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru