Jakarta (SIB) -Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) menyebut pesawat Lion Air PK-LQP rute Jakarta-Pangkal Pinang pada 28 Oktober lalu sudah dinyatakan laik terbang. Hal ini untuk mengklarifikasi pemberitaan sejumlah media yang menyebut Lion Air PK-LQP tidak laik terbang, baik dari Denpasar-Jakarta, maupun Jakarta-Pangkalpinang.
"Lion Air PK-LQP dalam kondisi laik terbang saat berangkat dari Denpasar, Bali dengan nomor penerbangan JT043, maupun pada saat berangkat dari Jakarta dengan nomor penerbangan JT610," kata Ketua Sub Komite Investigasi Kecelakaan Penerbangan KNKT, Kapten Nurcahyo Utomo dalam keterangan tertulis, Kamis (29/11).
Nurcahyo mengatakan menurut peraturan di Indonesia, pesawat dinyatakan laik terbang jika Aircraft Flight Maintenance Log (AFML) telah ditandatangani oleh engineer (releasman).
Setelah pesawat mendarat, pilot akan melaporkan jika terdapat gangguan pada penerbangan, yang kemudian ditindaklanjuti dengan melakukan perbaikan dan pengujian.
"Setelah hasil pengujian menunjukkan hasil baik, maka AFML ditandatangani oleh releasman dan pesawat dinyatakan laik terbang," kata Nurcahyo.
Salah satu kondisi yang menyebabkan kelaikudaraan berakhir apabila pada saat terbang pesawat mengalami gangguan. "Keputusan untuk melanjutkan terbang atau segera mendarat berada di tangan Captain atau pilot in command," kata dia.
Berdasarkan prosedur tersebut, dalam konteks pesawat Lion Air PK-LQP, KNKT menyebutkan kondisinya laik terbang, baik dalam penerbangan JT610 yang berangkat dari Jakarta menuju Pangkalpinang, maupun pada penerbangan JT043 dari Denpasar tujuan Jakarta.
Sebelumnya KNKT mengeluarkan dua rekomendasi dalam investigasi awal. Rekomendasi pertama, meminta Lion Air menjamin implementasi dari Operation Manual part A subchapter 1.4.2 dalam rangka meningkatkan budaya keselamatan dan untuk menjamin pilot dapat mengambil keputusan untuk meneruskan penerbangan atau tidak.
Hal ini terkait dengan kasus penerbangan pesawat itu pada rute Denpasar-Jakarta yang sudah mengalami gangguan," kata Nurcahyo saat konferensi pers di kantornya, Jalan Medan Merdeka Timur, Jakarta Pusat pada Rabu (28/11).
Rekomendasi kedua, lanjut Nur Cahyo, adalah Lion Air menjamin semua dokumen operasional diisi secara tepat. Pasalnya, pihak KNKT menemukan ketidaksesuaian jumlah awak penerbangan. Pada dokumen weight and balance sheet, terdata ada dua pilot, lima pramugari, dan 181 penumpang.
"Padahal kenyataannya ada enam pramugari," ujarnya.
Diketahui, pesawat Lion Air PK-LQP dengan nomor penerbangan JT610 jatuh di perairan Tanjung Pakis, Karawang, Jawa Barat, Senin (29/10). Berdasarkan penyelidikan KNKT, menjelang terbang pesawat itu mengalami stick shaker atau kemudi pada pilot bergetar. Hal ini merupakan indikasi bahwa pesawat akan mengalami kehilangan daya angkat.
Sehari sebelumnya, pesawat yang sama terbang dari Bali menuju Jakarta. Kondisi pesawat memiliki kendala yang sama dengan yang terjadi saat penerbangan dari Jakarta menuju Pangkalpinang. Kondisi stick shaker juga terjadi pada penerbangan ini.
Ungkap Surat Larangan
Sementara itu, pengacara Hotman Paris Hutapea mengajak keluarga korban pesawat Lion Air mengajukan gugatan ke perusahaan Boeing di Amerika Serikat. Namun, ada kabar dari pihak keluarga bahwa ada surat larangan menggugat dari Lion Air setelah mendapatkan santunan sekitar Rp 1,3 miliar.
"Yang jadi masalah, ada dugaan oknum perusahaan penerbangan sudah mengedarkan surat yang isinya kalau Anda menerima kompensasi sesuai aturan Kemenhub yang jumlahnya Rp 1,25 miliar, maka you tidak boleh gugat lagi di mana pun (dalam dan luar negeri)," tutur Hotman di Kopi Johny Kelapa Gading, Jakarta Utara.
Hotman menyatakan, tidak ada hubungannya antara santunan dengan pengajuan gugatan. Pasalnya, uang ganti rugi memang menjadi hak dari korban dan mesti diberikan.
"Jadi inilah, kita imbau Kemenhub agar memerintahkan kepada Lion Air bahwa kompensasi yang diatur dalam Menhub itu berlaku untuk kecelakaan apa pun. Misalnya kalau pesawat jatuh karena halilintar, tetap itu bayar. Tapi kalau ada dugaan kelalaian, maka keluarga bebas menggugat di luar itu," jelas dia.
Hotman bersama firma hukum Ribbeck Law Chartered yang berasal dari Chicago pun meminta keluarga korban memperhatikan adanya surat edaran tersebut. Terlebih, ganti rugi dari pihak perusahaan Boeing akan lebih besar dibanding pemberian Lion Air.
"Kalau dari perusahaan penerbangan datang menghubungi untuk memberikan kompensasi, dari Kemenhub yang jumlahnya kecil, lebih bagus tunda dulu agar jelas dulu masalahnya di Pengadilan Chicago. Karena kalau benar terbukti ada tidak layak, maka kompensasinya jauh lebih besar. Karena kewajiban Lion itu setiap waktu ada bisa diambil," kata Hotman.
Salah satu keluarga korban Lion Air jatuh, Ramli Abdullah, membenarkan adanya surat edaran dari Lion Air yang melarang gugatan setelah dana santunan dicairkan. Mertua anggota DPRD Bangka Belitung atas nama Dolar itu pun masih mempertimbangkan proses pencairan uang ganti rugi tersebut.
"Ya itu surat edaran sudah sampai di anak saya. Tapi saya sudah bicara ke anak saya jangan teken apa pun dan jangan terima. Hanya berita saja dari isu-isu yang beredar di lapangan dari lawyer Lion Air. Diminta supaya kalau sudah terima santunan, maka tidak boleh ada tuntutan di pihak mana pun, enggak berhak menuntut lagi," ujar Ramli.
KLARIFIKASI LION AIR
President and CEO Lion Air Group Edward Sirait menyatakan, pihaknya tidak mengeluarkan surat larangan menggugat seperti yang diungkap keluarga korban. Ia menduga, surat larangan gugatan tersebut merupakan bagian dari proses pencairan asuransi yang diterima keluarga korban.
"Bukan dari kami, itu mungkin standarnya dari asuransi. Kalau kita terima klaim kan biasanya ada release and discharge (jaminan pembebasan dari proses maupun tuntutan hukuman). Jadi jangan dibilang kita yang menciptakan (larangan menggugat)," ujar Edward.
Ia menegaskan, Lion Air tidak ada masalah jika keluarga korban akan melakukan gugatan hukum kepada pihak Boeing yang memproduksi pesawat nahas jatuh di Karawang oktober lalu.
"Tidak ada masalah, mereka punya hak sipil, tapi asuransi kan harus membuat standar. Ada term dan condition-nya," kata Edward.
(Liputan6/CNNI/c)