Medan (SIB)
Gubernur Sumut Edy Rahmayadi geram masih menemukan pedagang yang menjual minyak goreng curah di atas harga eceran tertinggi (HET). Edy mengancam akan menutup usaha pedagang itu.
"Pastinya saya tak puas dengan harga ini," kata Edy di Pusat Pasar, Medan, Selasa (29/3).
Edy mengatakan hal itu saat melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke sejumlah pedagang grosir dan pedagang eceran yang menjual minyak goreng curah. Edy geram karena harga dari pedagang di grosir dan pedagang eceran yang ada di pasar itu berbeda jauh.
"Saya membawa dari PPI (PT Perusahaan Perdagangan Indonesia), jadi dialah yang menentukan harga ini. Harga yang mereka turunkan adalah Rp 13.000 per liter, 14.450 per kilo. Tapi yang ke dalam (pedagang eceran), ada Rp 20.000 (per kilogram), ada Rp 18.000," tutur Edy.
"Hanya dekat sekali, jalan kaki sampai. Kenapa begitu," sambungnya.
Edy mengatakan, harga minyak yang tidak stabil ini mempengaruhi inflasi di Sumatera Utara. Saat ini, kondisi inflasi sudah hampir mencapai batas atas.
"Inflasi kita Sumatera Utara sekarang sudah 2,45 persen. Tinggal 0,15 persen dengan jarak limit atas. Ini harus kita jaga. Kalau persentase ini di atas 3 lebih, inflasi, itu sama dengan tensi, bisa struk kita nanti. Kalau struk semua terganggu," tuturnya.
Menurut Edy, pedagang menjual sesuai harga eceran tertinggi yaitu Rp 15.500 per kilogram juga masih mendapatkan untung. Untuk itu, Edy menegaskan agar para pedagang mematuhi aturan harga itu.
Edy menjelaskan untuk menjaga harga sesuai HET ini, akan diturunkan tim untuk melakukan pengawasan kepada pedagang. Bagi pedagang yang nakal, Edy mengancam akan melakukan penutupan kepada usahanya.
"Yang nakal, kita taruh petugas. Saya minta maaf kepada pedagang, saya harus lakukan ini. Begitu ada hal yang salah, kita akan tindak. Begitu dia main-main, saya minta maaf, saya setop. Saya buka penjual baru, yang bisa diatur," jelasnya.
Sementara, menurut laporan wartawan SIB, sejumlah kios yang menjual Migor didatangi Edy untuk mengetahui sejauhmana ketersediaan bahan pokok itu di pasaran. Mengingat hingga kini masalah mahalnya harga jual Migor di masyarakat terus dikeluhkan, meskipun Indonesia adalah satu negara penghasil minyak sawit terbesar dunia khususnya di Sumut.
Dari sidak itu Gubernur menemukan tingginya perbedaan harga jual Migor curah di satu lokasi Pusat Pasar yakni antara Rp18 ribu hingga Rp20 ribu/kilogram. Sedangkan saat berada di satu kios khusus menjual Migor sang pedagang mengaku menjualnya Rp14.500 per kg. Namun orang nomor satu di Pemprov itu seakan tidak bisa percaya begitu saja dengan informasi dimaksud.
Atas informasi itu Gubernur mengindikasikan ada yang tidak beres dari kondisi perbedaan harga yang sangat jauh.
Dalam sidak itu, perwakilan PT PPI Kushendratno menyebutkan, akan berupaya keras untuk memantau dan memastikan harga minyak goreng curah yang beredar di pasar dijual dengan harga yang wajar.
Sedangkan pengakuan pedagang, kenapa harga Migor dijual dengan harga tinggi karena pengambilan di distributor atau grosir tidak memungkinkan untuk bisa diecer dengan harga yang ditetapkan pemerintah. Sehingga mereka harus menjual mahal kepada pembeli agar tidak merugi.
Lakukan Tiga Langkah
Di kesempatan terpisah, Pemprov Sumut terus berupaya menjaga agar angka inflasi tetap terkendali menjelang Ramadan dan Lebaran tahun ini. Untuk itu Gubernur Edy Rahmayadi melakukan tiga langkah.
Langkah pertama dengan terus memonitoring pasar agar harga jual sesuai HET dan tidak ada distributor atau pedagang yang melakukan penimbunan. “Kita monitoring pasar, biar tahu persis orang-orang jahat yang suka menimbun,†kata Edy Rahmayadi saat memimpin Rapat Koordinasi Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) se-Sumut di Aula Tengku Rizal Nurdin, Rumah Dinas Gubernur, Jalan Sudirman Medan, Selasa (29/3).
Langkah kedua mengimbau masyarakat agar tidak membeli barang atau produk tertentu dengan jumlah yang besar. Serta ketiga meningkatkan koordinasi dengan kepolisian, produsen, distributor untuk bersama-sama menjaga harga dan ketersediaan bahan pokok di pasar.
Edy juga menyampaikan fenomena kenaikan harga bahan pokok menjelang hari besar harus diantisipasi dan diperlukan cara atau langkah yang keras, agar tidak terulang terus menerus. “Memang kita harus keras kalau tidak lihat semuanya, setiap mau hari raya, natal, tahun baru naik lagi jadi turun naik turun naik, saya mau ada standar,†katanya.
Edy juga mengaku heran, Sumut pernah mengalami inflasi yang diakibatkan kurangnya ketersediaan cabai merah. Padahal Sumut merupakan salah satu sentra penghasil cabai merah terbesar di luar Pulau Jawa.
Saat ini inflasi disebabkan oleh berbagai faktor, di antaranya kenaikan harga minyak goreng, kelangkaan kontainer, kelangkaan bahan baku pupuk dan meningkatnya konsumsi masyarakat. Hal tersebut menyebabkan naiknnya beberapa harga komoditas.
Menurut Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Sumut Doddy Zulverdi, pada tiga bulan terakhir inflasi secara tahunan berada dalam tren peningkatan yang cukup besar. Salah satu penyebab inflasi didorong kenaikan harga minyak goreng.
Doddy juga memaparkan ekonomi Sumut pada triwulan IV 2021 tumbuh 3,81 persen (yoy). Perkembangan tersebut didorong kondisi pandemi yang relatif terkendali, pemulihan ekonomi global dan lain sebagainya. Doddy mengatakan recovery ekonomi Sumut akan masih terus berlangsung di tahun 2022.
Sementara Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Sumut Bahruddin Siregar menyampaikan, stok beberapa komoditas strategis aman untuk bulan Januari hingga Maret 2022. Untuk beras surplus lantaran produksi 688.213 ton dan kebutuhan hanya 483.261 ton. Jagung jumlah produksi 397.066 ton dan kebutuhan 370.695 ton. Cabai merah besar produksi 55.114 ton dengan kebutuhan 42.369 ton. Cabai rawit produksi 20.765 ton dan kebutuhan hanya 8.971 ton.
Selain itu, untuk terus menjaga ketersediaan atau stok komoditas pangan di Sumut pada tahun 2022 Pemprov Sumut telah menyiapkan berbagai bantuan yang akan disalurkan ke seluruh kabupaten/kota. Di antaranya benih padi 306 ton, benih jagung 37,5 ton, benih kedelai 12 ton, benih cabai merah 920 sachet benih, benih bawang merah 63 ton dan benih kentang 10,5 ton. (Detikcom/A13/a)