Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Sabtu, 14 Juni 2025

RI Diminta Waspada, Kasus Covid-19 Naik Signifikan di Jepang, AS dan India

Redaksi - Sabtu, 27 Agustus 2022 11:17 WIB
606 view
RI Diminta Waspada, Kasus Covid-19 Naik Signifikan di Jepang, AS dan India
(AP Photo/Eugene Hoshiko)
Orang-orang berjalan di atas penyeberangan pejalan kaki di bawah terik matahari di Tokyo, Selasa (28/6/2022). Pemerintah Jepang mengeluarkan peringatan untuk kemungkinan pemadaman listrik di wilayah Tokyo pada hari Senin (27/6), meminta kantor da
Jakarta (SIB)
Satgas Covid-19 mengungkapkan ada kenaikan kasus Covid-19 yang cukup signifikan di 3 negara. Satgas meminta pemerintah dan masyarakat Indonesia waspada.

"Jika dilihat secara global, setidaknya terdapat 3 negara yang sedang mengalami lonjakan kasus yaitu Jepang, AS, dan India," kata juru bicara Satgas Covid-19, Prof Wiku Adisasmito, dalam jumpa pers daring, Jumat (26/8).

Penambahan kasus tertinggi terjadi di Jepang. Dia mengatakan pemicu melonjaknya kasus Covid-19 di 3 negara itu berbeda-beda.

"Jepang mengalami kenaikan dengan total kasus mingguan per 21 Agustus adalah sebesar lebih dari 1,5 juta penambahan kasus dalam 1 minggu," katanya.

"Kemudian Amerika Serikat (AS) juga melonjak kasusnya menjadi hampir 600 ribu kasus per minggu dan India sebesar 80 ribu kasus per minggu," imbuhnya.

Wiku menjelaskan, di Jepang, kenaikan terjadi akibat dominasi virus Omicron subvarian BA.5 pada kasus positif di sana.

Dia mengatakan penerapan protokol kesehatan (prokes) di Jepang dapat dikatakan tak selonggar negara lainnya.

"Melepas masker di tempat umum diperbolehkan asalkan menjaga jarak aman minimal 2 meter, jika tidak dapat menjaga jarak maka masker harus tetap digunakan," katanya.

Sementara di AS, kenaikan kasus terjadi akibat Covid-19 Omicron subvarian BA.4.6. Selain itu, peningkatan kasus ditambah kebijakan di AS yang sudah melonggarkan pelaksanaan prokes termasuk memakai masker dan menjaga jarak.

"Sehingga penularan lebih cepat meluas di tengah masyarakat," katanya.

Sedangkan di India, kenaikan kasus Covid terjadi akibat varian BA.2.75 yang didorong juga pelaksanaan protokol kesehatan, ditandai dengan sudah tidak wajib mengenakan masker di tempat umum.

"Dengan adanya kenaikan kasus ini pemerintah (India) segera menerapkan kembali kewajiban mengenakan masker di tempat umum dengan penerapan sanksi apabila tidak mematuhinya," katanya.[br]




Kondisi di Indonesia
Sementara itu, Wiku mengatakan kondisi Indonesia masih lebih baik dibanding ketiga negara tersebut. Namun Indonesia diminta tetap waspada kenaikan kasus Covid-19.

"Jika dibandingkan dengan ketiga negara tersebut, Indonesia masih jauh lebih rendah kasus mingguannya yaitu 32 ribu kasus dalam seminggu," ucapnya.

"Namun artinya Indonesia juga perlu waspada meningkatnya kasus di negara lain dan penting menjadi pengingat bahwa Covid-19 masih ada dan masih menjadi ancaman di dunia," tambah Wiku.

Dia mengatakan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) pada Juni lalu menyatakan Omicron varian BA.4 dan BA.5 sudah mendominasi kasus-kasus di Indonesia.

Dia meminta tetap ada persiapan dari sisi tenaga kesehatan, fasilitas kesehatan seperti RS, laboratorium, dan tempat isolasi terpusat, mekanisme monitoring kasus, dan pengetatan kedisiplinan prokes, serta evaluasi kebijakan berkala menjadi kunci keberhasilan kita menghadapi ancaman lonjakan kasus di kemudian hari.

Turun
Satgas Covid-19 juga menyoroti soal laju suntikan vaksin Covid-19. Satgas mengungkapkan laju penyuntikan vaksin Covid-19 sudah menurun sejak hampir 3 bulan lalu.

"Laju suntikan atau jumlah suntikan yang dilakukan setiap bulannya terus mengalami penurunan sejak bulan Mei," kata Wiku Adisasmito.

Satgas mengingatkan, vaksinasi merupakan salah satu modal untuk hidup berdampingan dengan ancaman penularan virus Corona selama pandemi. Maka, lanjutnya, cakupan vaksinasi harus terus ditingkatkan.

Dia mengungkapkan, laju suntikan vaksinasi Covid-19 cukup signifikan. Jumlah suntikan pada bulan ini hanya separuh suntikan pada Mei lalu.[br]





"Jika dibandingkan pada Mei lalu, jumlah suntikan dalam 1 bulan mulai dosis 1, 2, dan 3 sempat mencapai lebih 7 juta suntikan. Sementara di Agustus ini hanya sebesar 3,8 juta suntikan atau berkurang hampir 50%," urainya.

Wiku juga mengatakan capaian vaksinasi Covid-19 dosis kedua di Indonesia belum komplet. Sementara suntikan vaksin dosis ketiga atau penguat (booster) baru mencapai seperempat target penerima vaksin.

"Padahal capaian RI untuk vaksin dosis kedua dan ketiga di tingkat nasional masih dapat dikejar untuk terus ditingkatkan karena cakupan dosis kedua masih di bawah 80% dan bahkan untuk dosis 3 masih hanya sebesar 25% saja," bebernya.

Satgas meminta pemerintah daerah (pemda) menganalisis penyebab menurunnya laju suntikan vaksinasi. Satgas juga meminta pemda berkoordinasi dan melaporkan ke pemerintah pusat terkait cakupan vaksinasi dosis 2 dan 3.

"Dimohon juga meningkatkan komunikasi, edukasi, dan informasi terkait pentingnya vaksinasi bagi masyarakat agar cakupan dosis 2 dan 3 kembali meningkat. Penting juga deteksi kasus Covid sedini mungkin agar dapat segera ditangani baik sehingga tidak meluas penyebarannya dan dapat dikendalikan tingkat gejalanya," katanya.

Berdasarkan data Satgas, target sasaran vaksin Covid-19 di Indonesia ada sebanyak 234.666.020. Berikut capaiannya per Jumat (26/8) : vaksinasi ke-1: 203.232.296, vaksinasi ke-2: 170.832.581, vaksinasi ke-3: 60.081.964, vaksinasi ke-4: 282.653.

Hilang Pekerjaan
Dilaporkan terpisah, Covid-19 terus menjadi hambatan bagi para tenaga kerja di berbagai negara di dunia, tak terkecuali di Amerika Serikat.

Studi baru menemukan bahwa long Covid-19, kondisi dimana seorang penyintas Covid-19 masih merasakan gejala penyakit tersebut dalam jangka waktu yang lama, menyebabkan 4 juta orang di AS tidak dapat bekerja.

Dilansir dari CNN Business, Jumat (26/8) laporan Brookings Institution menemukan ada sekitar 16 juta orang di AS usia kerja (antara usia 18 dan 65 tahun) yang mengalami long Covid-19 saat ini.

Sebagai informasi, penderita long-Covid-19 menghadapi berbagai gejala yang dapat membuat mereka sulit untuk bekerja, termasuk kabut otak, kecemasan, depresi, kelelahan, hingga masalah pernapasan.

Brookings Institution memperkirakan 2 hingga 4 juta orang di AS kehilangan pekerjaan karena gejala Covid-19 yang berkepanjangan.

Temuan ini muncul ketika banyak sektor dan industri di AS, termasuk pendidikan, restoran, dan perawatan kesehatan, berjuang dengan kurangnya tenaga kerja yang memicu inflasi terburuk dalam empat dekade.[br]





Adapun tingginya kerugian yang tercatat dari penderita long Covid-19.

Brookings memperkirakan, tidak hadirnya 3 juta pekerja karena long Covid-19, membuat angusnya pendapatan sekitar USD 168 miliar atau setara Rp 2,4 kuadriliun dalam setahun.

Jumlah itu pun belum termasuk beban ekonomi penuh dari long Covid-19, ungkap Brookings, yang mencakup biaya produktivitas yang rendah, biaya perawatan kesehatan, dan hilangnya produktivitas perawat.

"Jika pasien long Covid-19 tidak mulai pulih pada tingkat yang lebih tinggi, beban ekonomi akan terus meningkat," tulis penulis laporan Brookings Institution. (detikcom/Liputan6/c)





Sumber
: Koran SIB
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru