Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Senin, 23 Juni 2025

Menkeu: Jika APBN Rusak, Rakyat Makin Rusak

* Kenaikan Harga BBM agar APBN Tidak Jebol
Redaksi - Senin, 26 September 2022 09:00 WIB
420 view
Menkeu: Jika APBN Rusak, Rakyat Makin Rusak
Foto : Ricardo/JPNN.com
Menteri Keuangan Sri Mulyani. 
Jakarta (SIB)

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkap caranya mengatur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) merespons kenaikan harga minyak dunia. Ia mengakui, kalau semua pilihan yang diambil bukan perkara mudah.

Misalnya, saat seluruh dunia mengambil pilihan untuk menangani kenaikan harga pangan dan energi. Termasuk di Indonesia dengan penyesuaian dan pembatasan pembelian BBM Subsidi.

"Kalau Indonesia bisa keluarkan Rp 500 triliun untuk BBM, negara-negara lain (belum tentu). Kita semuanya lihat Sri Langka, mereka APBN-nya tidak kuat lagi, APBN-nya jebol, kalau jebol pasti ekonominya juga dalam kondisi krisis," kata dia dalam pembukaan Olimpiade APBN 2022, Minggu (25/9). Menkeu menyebut, kenaikan harga BBM agar APBN tidak jebol.

"Jadi mengelola seluruhnya ini ekonomi, gejolak rakyat, belum kena pandemi, itu semuanya diatur apik dan hati-hati melalui APBN kita, tapi gak boleh jebol juga, karena kalau APBN-nya rusak gak ada kepercayaan, maka ekonomi dan rakyat akan makin rusak," tambah bendahara negara ini.

Untuk diketahui, sudah sekitar 3 pekan pemerintah menyesuaikan harga Pertalite menjadi Rp 10.000 per liter dan Solar menjadi Rp 6.800 per liter. Ini sebagai respons menjaga beban APBN terhadap alokasi subsidi dan kompensasi.

Menkeu Sri Mulyani menyampaikan, kalau subsidi BBM tak seluruhnya tepat sasaran. Misalnya, banyak pengguna mobil yang menikmati BBM Subsidi maupun kompensasi yang ditanggung negara.[br]

Ia mengatakan, selisih harga keekonomian BBM subsidi dan harga jual di Indonesia adalah ditanggung negara. Semakin banyak masyarakat pemilik kendaraan, baik mampu dan kurang mampu, maka seluruhnya bisa menikmati subsidi BBM.

"Nah ini yang punya mobil lebih banyak ini biasanya yang lebih mampu kan, jadi negara memberikan subsidi banyak, tapi yang menikmati mereka yamg punya kendaraan yang besar," kata dia.

"Pilihan ini jadi pilihan bagi suatu negara, kalau gitu ini susbdi gak tepat sasaran karena yang makin kaya makin menikmati. Tapi kalau harganya dibuatkan terus mengikuti harga pasar, ini berarti ekonomi juga berat. Karena inflasi juga naik, rakyat miskin kena," imbuhnya.


Mekanisme Pembatasan

Guna menyalurkan BBM Subsidi secara tepat, Sri Mulyani menilai perlu ada pembatasan. MyPertamina jadi salah satu pilihan instrumen dalam pembatasannya.

Meski, aturan pembatasan secara jelas akan tertuang dalam Revisi Perpres Nomor 191/2014 yang belum kunjung diterbitkan pemerintah. Sementara, Pertamina sudah mulai melakukan uji coba dalam pembatasan menggunakan MyPertamina untuk pendataannya.

"Itu juga pilihan kalau kita ingin batasi, memang harus ada mekanisme, kalau mekanismenya efisien, umpamanya digital, begitu masuk pompa bensin langsung tau nomer kendaraannya langsung kita tau siapa pemiliknya langaung, kita katakan 'oh kamu beli BBM sampai 100 liter. Kayaknya udah kebanyakan udah gak boleh lagi' kan bisa kaya gitu," terang dua.[br]

Kendati begitu, berbagai mekanisme yang diatur pasti akan menimbulkan dampak di masyarakat. Dampaknya, menurut dia, bisa sangat beragam, bisa dari waktu pengisian di SPBU.

"Kalau makin banyak subsidinya, APBN nya menjadi makin besar belanja subsidinya itu kita selalu sampaikan. Kita akan terus (gunakan APBN) karena hadapi tantangan yang sama. Setiap negara apunya pilihan kebijakan, dan setiap negara kondisi APBN-nya beda-beda," paparnya. (Liputan6/c)

Sumber
: Koran SIB
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru