Ketua Fraksi Partai Golkar (FPG) DPRD Sumut Drs H Syamsul Qamar mengaku sangat prihatin melihat besarnya Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) di APBD Sumut TA 2022 yang mencapai Rp1,076 triliun. Padahal Sumut sangat membutuhkan anggaran untuk perbaikan ekonomi pasca mewabahnya Covid-19.
"Setelah kita meneliti realisasi APBD Sumut TA 2022 saat Pemprov Sumut mengajukan Ranperda tentang Pertanggung-jawaban Pelaksanaan (PjP) APBD 2022, ternyata memiliki SiLPA yang tergolong besar, mencapai Rp1,076 triliun," tandas Syamsul Qamar kepada wartawan, Jumat (30/6) di DPRD Sumut.
Padahal, tambah Syamsul, di tengah banyaknya kebutuhan pembangunan yang harus dibiayai, maka anggaran sekecil apapun sangat berarti bagi kemakmuran rakyat. Tapi dalam situasi tersebut, justeru SiLPA teramat besar, sehingga banyak program pembangunan yang penting, bahkan prioritas tidak dilaksanakan.
"Sungguh sangat miris memang, di akhir tahun anggaran, terdapat SiLPA begitu besar. Yang terjadi bukan karena efesiensi, tapi dikarenakan rencana belanja pembangunan yang tidak direalisasikan," ujarnya.
Menurut Syamsul, besarnya SiLPA tersebut, menunjukkan Pemprov Sumut lemah dalam perencanaan anggaran atau kurang mampu melaksanakan kebijakan anggaran.
"Dari catatan Fraksi Partai Golkar, kinerja keuangan Pemprov Sumut juga menggambarkan selama tahun 2022 mengalami pasang surut, baik dari sisi pendapatan dan belanja yang belum menggembirakan, karena masih banyak target-target yang belum terealisasi dengan baik," tandas Syamsul Qamar.
Tidak Bermakna
Selain itu, tambahnya, masih banyak lagi realisasi anggaran yang digunakan semata untuk belanja proyek untuk kebutuhan aparatur semata, sehingga opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) yang diraih Pemprov Sumut dari BPK RI menjadi tidak bermakna apalagi dibanggakan.
"Opini WTP yang diraih Pemprov Sumut dari BPK RI tidak dibarengi peningkatan kesejahteraan penduduk, tidak menurunkan kemiskinan, pengangguran dan gini rasio, serta tidak mampu meningkatkan indeks pembangunan manusia, sehingga perlu dipertanyakan kualitas penyerapan anggaran," katanya.
Apalagi perolehan opini WTP itu di saat banyaknya temuan pelanggaran, seperti kelebihan pembayaran belanja honorarium di 35 OPD, kelebihan pembayaran belanja perjalanan dinas di 47 OPD, serta volume dan mutu pekerjaan proyek multiyears yang tidak sesuai desain, sehingga opini tersebut tidak layak untuk dibanggakan.
"Tanpa mengurangi keberhasilan yang telah dicapai dalam opini WTP, Fraksi Partai Golkar menegaskan, agar hasil temuan BPK RI segera ditindaklanjuti oleh Pemprov Sumut beserta seluruh OPD-nya," tegas Syamsul Qamar.
PENJELASAN KEPALA BPKAD SUMUT
Pemprov Sumut melalui Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Sumut Dr Drs Ismael P Sinaga MSi yang dimintai tanggapannya oleh SIB, Minggu (2/7) menjelaskan, terjadinya SiLPA itu antara lain berasal dari sisa dana BOS, sisa dana DAK fisik, sisa dana DAK non fisik.
Selain itu ada kelebihan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan ada juga dari belanja yang belum direalisasikan. Misal untuk selisih alokasi anggaran untuk proyek multiyears sebesar Rp500 miliar, tapi baru dibayarkan uang muka Rp119 miliar. Artinya masih ada selisih Rp380 miliar (SiLPA tertentu) untuk kegiatan tersebut.
Catatan adalah bahwa kegiatan multiyears kontrak sudah dikerjakan output konstruksi dalam pekerjaan hasil audit BPK sekitar Rp600 miliar.
"Jadi secara nominal dana APBD yang dikeluarkan hanya Rp119 miliar, namun secara fisik di lapangan sudah dikerjakan sampai akhir Desember sekitar Rp600 miliar dan sudah dinikmati masyarakat," tutupnya. (A4/A8/c)