Jakarta (SIB)
Presiden Prancis Emmanuel Macron 'mengancam' akan memblokir jejaring media sosial, jika situasi di negara itu semakin memburuk.
"Kita perlu memikirkan masalah media sosial dan larangan yang berlaku. Jika situasinya memburuk, kita mungkin perlu mengatur dan mematikannya," kata Macron seperti dikutip Sputniknews.
Namun Macron menambahkan bahwa pembahasan ini tidak boleh dilakukan secara "gegabah".
Jumat pekan lalu, Macron mengatakan bahwa otoritas Prancis akan mengidentifikasi dan mencari tahu pihak-pihak yang memprovokasi unjuk rasa lewat media sosial. Kerusuhan di Prancis sendiri dipicu oleh penembakan polisi terhadap seorang remaja.
Beberapa hari terakhir, media Prancis melaporkan bahwa pemerintah telah bertemu dengan perwakilan media sosial, soal kerusuhan selama sepekan terakhir.
Secara khusus Menteri Dalam Negeri Prancis Gerald Darmanin dan Delegasi Menteri untuk Transisi Digital dan Telekomunikasi Jean-Noel Barrot, telah memperingatkan platform seperti TikTok, Snapchat dan Twitter mengenai tanggung jawab mereka dan meminta dukungan untuk mengidentifikasi pengguna yang terlibat dalam pelanggaran.
Telah Berlalu
Emmanuel Macron, Selasa (4/7), bertemu ratusan pejabat Prancis. Mereka mulai mencari tahu "alasan yang lebih dalam" dari kerusuhan pasca tewasnya seorang remaja ketika disetop polisi lalu lintas.
Pertemuan di istana Elysee itu dihadiri sekitar 300 wali kota, yang wilayahnya mengalami kerusakan selama seminggu kekerasan. Pihak berwenang melaporkan malam yang jauh lebih tenang di seluruh negeri.
"Apakah kembali tenang secara permanen? Saya akan berhati-hati, tetapi puncak kerusuhan yang kita lihat dalam beberapa hari ini telah berlalu," kata Macron, menurut seorang peserta pertemuan. "Kita semua menginginkan ketertiban yang langgeng," kata Macron. "Ini adalah prioritas mutlak."
Ratusan warga menunjukkan dukungan terhadap Wali Kota Vincent Jeanbrun, pasca serangan perusuh terhadap rumahnya yang juga menyebabkan istrinya terluka, Senin (3/7).
Prancis dilanda kerusuhan dan penjarahan Selasa 27 Juni lalu, sejak Nahel M, 17, tewas di tangan seorang petugas kepolisian di luar Paris. Insiden ini mengobarkan kembali tuduhan lama akan rasisme yang sistemik di kalangan pasukan keamanan.
Menurut Kementerian Dalam Negeri, puluhan bangunan rusak, termasuk serangan terhadap empat kantor polisi. Namun tidak ada korban luka. Lebih dari 150 kendaraan telah dibakar, dan ratusan kebakaran dimulai di tempat sampah atau tempat umum lainnya.
Mobilisasi polisi dipertahankan pada tingkat yang sama seperti dua malam sebelumnya, yaitu 45.000 di seluruh Prancis. Walikota di seluruh Prancis telah mengadakan aksi unjuk rasa, Senin, menyerukan diakhirinya bentrokan kekerasan. (CNNI/Voice of Indonesia/r)