Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Selasa, 24 Juni 2025
Terkait Penanganan Kasus Korupsi di Basarnas

Panglima TNI: Kalau Intervensi, Saya Perintahkan Batalion Geruduk KPK

* Setiap Prajurit Tak Boleh Minta “Uang Komando”
Redaksi - Kamis, 03 Agustus 2023 09:13 WIB
409 view
Panglima TNI: Kalau Intervensi, Saya Perintahkan Batalion Geruduk KPK
Foto: KOMPAS.com/Ardito Ramadhan D
BERI KETERANGAN: Panglima TNI Laksamana Yudo Margono memberi keterangan pers saat ditemui di Kediaman Resmi Wakil Presiden, Jalan Diponegoro, Jakarta, Rabu (2/8). 
Jakarta (SIB)
Panglima TNI Laksamana Yudo Margono buka suara soal anggapan yang menyebut anak buahnya mengintimidasi dan mengintervensi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait penanganan kasus dugaan korupsi di Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas). Yudo menyatakan kedatangan aparat TNI ke KPK bukan untuk mengintimidasi karena mereka yang datang merupakan para ahli hukum yang memiliki gelar sarjana dan magister di bidang hukum.

"Yang hadir di sana itu pakar hukum semua loh, kalau saya intervensi itu merintahkan batalion mana saya suruh geruduk ke situ, itu namanya intervensi," kata Yudo kepada wartawan di Rumah Dinas Wapres, Jakarta Pusat, Rabu (2/8).

Yudo mengatakan, sikap TNI mengambil alih penyidikan terhadap Kepala Basarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi dan Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas Letkol Afri Budi Cahyanto dari KPK sudah sesuai dengan undang-undang. Ia mengimbau publik membuang prasangka bahwa pengusutan kasus ini akan terhenti setelah ditangani oleh TNI.

"Jangan punya perasaan seolah-olah itu diambil TNI, (lalu) dilindungi, tidak, undang-undangnya menyatakan begitu. Jadi kami tunduk pada undang-undang gitu loh, undang-undang yang menyatakan itu, bukan kami yang meminta," ujarnya.

Yudo menegaskan, TNI akan objektif dalam menangani kasus ini. Dia mempersilakan publik mengawasi.

"Saya jamin objektif. Karena memang itu sudah kewenangannya. Boleh dikontrol. Kan, sekarang ini di luar enggak bisa disembunyikan seperti itu," tuturnya.

Menurutnya, peradilan militer juga sudah pernah mengadili berbagai kasus tindak pidana yang melibatkan prajurit TNI. Dia juga mencontohkan soal kasus dugaan korupsi yang melibatkan prajurit TNI.

"Ada UU Nomor 13 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer, kan, jelas. UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI sudah jelas peradilan umum selama tidak ada ketentuan UU baru yang mengatur UU 31 Tahun 1997. Jadi masih tunduk pada peradilan militer," jelasnya.

"Dan selama ini sudah terjamin. Ini, kan, bukan hal yang pertama di TNI. Kasus waktu satelit juga ditangani sama dijatuhkan hukuman yang maksimum. Terus juga yang Bakamla dijatuhkan maksimum. Mana lagi? Enggak ada. Makanya jangan ada ketakutan. Mari kita monitor bersama-sama," ujarnya.


Nggak Boleh
Yudo mengatakan tak paham soal istilah 'dana komando' di kasus suap Kabasarnas Marsdya Henri Alfiandi. Dia lalu menuturkan meminta 'dana komando' tak boleh.

"Saya nggak tahu masalah yang itu," kata Yudo.

Seperti diketahui istilah 'dana komando' muncul dalam kasus suap proyek pengadaan peralatan pendeteksi korban reruntuhan di Basarnas. Yudo menegaskan pihaknya mengetahui istilah tersebut dari KPK memeriksa para tersangka.

Ia hanya menegaskan tak memperbolehkan setiap prajurit meminta uang suap apapun istilahnya. "Meminta 'uang komando' kan nggak boleh. Meminta 'uang komando' bagaimana maksudnya?," tanya Yudo.

Yudo lantas mengatakan selama ini internal TNI selalu diawasi oleh inspektorat jendral (Irjen) sebagai pengawas. Kemudian, TNI juga diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) selama enam bulan sekali.


Temui Panglima TNI
Ketua KPK Firli Bahuri ternyata bertemu dengan Panglima TNI Laksamana Yudo Margono di Rumah Dinas Panglima, Rabu (2/8) pagi. Apa yang dibahas keduanya?

Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri mengatakan pertemuan Firli dengan Yudo membahas tindak lanjut penanganan perkara dugaan suap di Basarnas. Dalam pertemuan itu, katanya, Firli mengapresiasi jajaran TNI yang mendukung penanganan perkara dugaan korupsi tersebut.

"Terkait dengan apakah ada pertemuan terkait dengan Ketua KPK dengan Panglima TNI, kami ingin menyampaikan bahwa benar tadi pagi ada pertemuan Ketua KPK dengan Panglima TNI untuk membahas tindak lanjut dari penanganan perkara suap pengadaan di Basarnas ini," kata Ali Fikri di Gedung KPK, Jaksel, Rabu (2/8).

"Tentu dalam pertemuan tersebut, Ketua KPK menyampaikan apresiasi kepada jajaran TNI yang telah mendukung penuh penanganan perkara dugaan korupsi ini, sehingga tentu harapannya ke depan bisa berjalan secara efektif dan juga progresif sehingga tuntas sampai nanti dibawa pada proses persidangan," sambungnya.

Ali mengatakan Firli juga menjelaskan, penanganan awal perkara tersebut. Ali menyebut KPK dan TNI sepakat soal join investigation atau investigasi bersama.

"Kemudian dalam pertemuan itu disepakati beberapa hal di antaranya tentu nanti akan dilakukan penanganan perkara ini secara bersama-sama gabungan atau join investigation, antara KPK dan Puspom TNI, sehingga perkara ini nantinya bisa diselesaikan dengan kewenangan masing-masing dalam hal bahwa tentu KPK memiliki dasar 42 UU KPK kemudian ada Pasal 89 KUHAP," kata Ali.

"Oleh karena itu penanganan perkara ini sebagai bentuk sinergi dan kolaborasi hari ini juga tadi penyidik dari Pom TNI ke KPK melakukan koordinasi dengan tim penyidik KPK dan dilanjutkan melakukan pemeriksaan bersama terhadap tersangka pemberi sebagai saksi," sambungnya.

Sebagai informasi, Henri Alfiandi ditetapkan sebagai tersangka penerima suap proyek pengadaan barang dan jasa di Basarnas. Kasus yang menjerat Henri dan Afri ditangani oleh Puspom TNI.

Sementara, kasus yang menjerat tiga tersangka penyuap ditangani oleh KPK. Berikut daftar tersangka dalam kasus ini:
Tersangka pemberi (Ditangani KPK)
1. Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati, Mulsunadi Gunawan
2. Direktur Utama PT Intertekno Grafika Sejati, Marilya
3. Direktur Utama PT Kindah Abadi Utama, Roni Aidil


Tersangka penerima (Ditangani Puspom TNI)
1. Kepala Basarnas Marsdya Henri Alfiandi
2. Koorsmin Kabasarnas Letkol Afri Budi Cahyanto


Henri dan Afri diduga telah menerima suap Rp 999,7 juta dari Mulsunadi dan Rp 4,1 miliar dari Roni. Selain itu, Henri dan Afri diduga telah menerima suap total Rp 88,3 miliar dari sejumlah vendor sejak 2021 hingga 2023.


Tolak
Sementara itu, Pimpinan KPK menolak pengunduran diri yang diajukan Brigjen Asep Guntur Rahayu. KPK mengatakan Asep kini masih menjabat Direktur Penyidikan (Dirdik) KPK.

"Jadi, tentang Pak Asep, jadi betul kemarin hari Senin dia berkirim surat ke pimpinan. Hari ini tadi pimpinan sudah mendisposisi, sepakat sudah menolak pengunduran Pak Asep," kata Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri di gedung Merah Putih KPK, Jaksel, Rabu (2/8).

Ali mengatakan saat ini Asep tetap menjabat Direktur Penyidikan dan Plt Deputi Penindakan KPK.

"Artinya, Pak Asep tetap menjadi Dirdik dan juga Plt Depdak, bersama-sama kita, bersama-sama teman media, ayo kita ke depan berantas korupsi," kata Ali.(detikcom/d)



Sumber
: Koran SIB
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru