Makassar (SIB)
Cawapres nomor urut 3 Mahfud MD setuju dengan pernyataan korupsi saat ini lebih gila dari zaman Orde Baru (Orba). Hal itu disampaikan dalam diskusi di Universitas Hasanuddin, Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel).
"Reformasi itu dulu disusun dengan anti KKN, tapi kok sekarang KKN-nya makin gila? Saya sering cerita gini, kenapa dulu Pak Harto dijatuhkan? Karena mengembangkan KKN. Istilah itu resmi di dalam hukum, disebut bahwa pemerintah Orde Baru itu pemerintah KKN," kata Mahfud, Sabtu (13/1).
Mahfud sepakat dengan salah satu hadirin yang mengatakan bahwa korupsi saat ini lebih gila dari Orba. Dia menyebut bahwa zaman Orba, korupsi itu ada di proyek.
"Sekarang kata Prof Hamid, korupsinya lebih gila dari Orde Baru, betul. Dulu zaman Pak Harto itu kalau orang mau korupsi ini APBN, lalu pada saat pelaksanaan APBN itu orang korupsi di proyek. Ini Undang-Undang APBN resmi sepenuhnya dibuat oleh pemerintah," ucapnya.
Dia lalu menjelaskan mengapa korupsi sekarang disebut lebih gila dibanding Orba. Mahfud memberi contoh korupsi yang dilakukan oleh anggota DPR.
"Sekarang nggak pak, APBN belum jadi, udah dikorupsi dulu. Caranya gimana? biasanya lewat anggota DPR, saya beri contoh anggota DPR yang sudah dipenjara aja biar tidak menjadi fitnah," ucapnya.
"Besok ya kamu saya beri alat kesehatan, caranya gimana? Kata rektor ya saya sudah minta ke Mendikbud nggak ada anggarannya. Udah saya yang ngasih, kamu perlu uang berapa? Rp 600 miliar? sudah, saya masukkan ke APBN. Sebagai anggota DPR, masuk," lanjutnya.
Kata dia, saat ini bayar dulu 7%, padahal APBN belum jadi dan anggaran belum ada. Salah satu contoh anggota DPR yang melakukannya dengan cara datang ke bupati-bupati meminta itu.
"Sekarang bayar dulu 7%, APBN-nya belum jadi, anggarannya belum ada, belum disahkan, sudah bayar 7%. Ada seorang anggota DPR yang perempuan yang dipenjara karena itu. Datang ke bupati-bupati, didatangi semua, bayar 7%. Ternyata nggak masuk, ketahuan lapor bupati-bupatinya, tangkap," pungkasnya.
Compang-Camping
Mahfud Md juga menyebut bahwa hukum di Indonesia itu compang-camping. Termasuk, lanjutnya, pelaksanaannya juga compang-camping.
"Saudara, hukum itu di Indonesia ini itu tidak bisa disembunyikan. Memang hukum kita itu compang-camping. Pembuatannya compang-camping, pelaksanaannya compang-camping," kata Mahfud dalam sambutannya.
Menurut dia, hukum di Indonesia tidak ada kepastian dan penegakannya tidak jelas. Dia memberi contoh dalam pengusaha saat mengurus izin usahanya.
"Itu di Indonesia hukum enggak ada kepastian, penegakannya nggak jelas, orang minta izin usaha dikasih IUP. Belum digarap sudah diterbitkan IUP lain ke orang lain, atau ditunda-tunda, lalu dikorupsi lagi," tuturnya.
"Maka di Indonesia itu indeks persepsi korupsinya itu paling, nah sekarang turun drastis dan kemudian akibatnya apa? Akibatnya angka kemiskinan kita masih sekitar 9,7 persen," sambungnya.
Menurut dia, pertumbuhan ekonomi Indonesia sangat penting. Salah satu caranya yaitu dengan memangkas korupsinya. Dia mengatakan bahwa birokrasi di Indonesia terkadang bertele-tele.
"Satu, korupsinya dibuang, ditindak tegas. Kedua, birokrasinya, jangan bertele-tele. Birokrasi kita itu kadang conflict of interest. DPR juga sama, menjadi semacam penghubung untuk mendapat proyek. Disampaikan ke Menteri ini, harus begini, di situ banyak korupsi," ucapnya.
Mahfud menegaskan bahwa pelanggaran hukum harus benar-benar ditegakkan. Dia memberi contoh bagaimana masyarakat dirugikan akibat penegakkan hukum tidak diterapkan dengan baik.
"Pelanggaran hukum kita itu di atas, pejabat dan penguasa hitam itu berkolusi untuk main-mainkan proyek. Di daerah-daerah ada mafia tambang itu dibackup oleh aparat, mafia penjahat itu dibackup oleh aparat," sebutnya.
"Rakyat kecil itu hak-haknya dirampas, tanah misalnya. Berapa ratus ribu hektare tanah milik masyarakat adat tiba-tiba beralih ke pengembang. Harus penegakkan hukum tanpa pandang bulu. strateginya ke atas sikat, apa bisa pak? bisa, asal presidennya mau," pungkas dia. (detikcom/c)