Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Senin, 23 Juni 2025

Proyek Multiyears Rp2,7 T di Sumut Jadi Sorotan, Kejagung Diminta Turun Tangan

Duga Munte - Selasa, 14 Mei 2024 15:14 WIB
974 view
Proyek Multiyears Rp2,7 T di Sumut Jadi Sorotan, Kejagung Diminta Turun Tangan
(Foto: Dok/Duga)
Ir Sabar Sitompul

Medan (harianSIB.com)
Kejaksaan Agung (Kejagung) diminta turun tangan menangani proyek multiyears berbiaya Rp2,7 triliun di Sumut, yang saat ini menjadi sorotan masyarakat karena tidak terlaksana sesuai rencana.

"Kenapa Kejagung? Karena Kejagung telah menunjukkan kinerja bagus dalam penanganan kasus proyek pembangunan jalur kereta api Besitang-Langsa pada Balai Tehnik Perkeretaapian Medan tahun 2017-2019 berbiaya Rp1,3 triliun yang bersumber dari APBN.

"Dalam kasus ini, Kejagung telah menetapkan 7 tersangka, yakni para pejabat terkait dan rekanan dalam kasus tersebut," kata Ketua Asosiasi Ahli Konsultan Indonesia (Asakindo) Sumut Ir Sabar Sitompul, saat dihubungi di Medan, Selasa (14/5/2024).

Baca Juga:

"Sedangkan yang berbiaya Rp1,3 triliun saja sudah turun Kejagung menangani, apalagi yang berbiaya Rp2, 3 triliun? Saya pikir ini harus mendapat perhatian serius dari Kejagung," kata Sabar.

Setelah proyek multiyears tersebut digulirkan tahun 2021 lalu, kata dia, pihaknya terus mengikuti perkembangan dimana pemenang tender tidak mampu melaksanakan seluruh proyek sesuai dengan kontrak.

Baca Juga:

Terbukti, lanjutnya, tahun 2022 pemenang tender ada mendapat 3 kali peringatan dari pemilik proyek karena progres proyek yang dikerjakan di lapangan tidak sesuai kontrak yang ditandatangani.

Demikian juga tahun 2023, kembali mendapat 3 kali peringatan karena masalah yang sama.

Tahun 2023 di akhir masa kontrak, yang dikuatirkan banyak pihak benar menjadi kenyataan. Pihak pemenang tender PT WK tidak dapat menyelesaikan pekerjaan semua proyek sesuai kontrak yang ditandatangani.

Menurut Sabar, jika pemenang tender tidak dapat menyelesaikan pekerjaannya sesuai tender, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dapat memberi waktu 90 hari lagi bagi pemenang tender untuk menyelesaikan pekerjaan proyek yang didalamnya sudah termasuk denda.

"Kalau setelah perpanjangan waktu tersebut, kontraktor tak juga dapat menyelesaikan pekerjaannya, biasanya PPK dan KPA harus memutus kontrak, karena dalam perpanjangan waktu tidak ada juga progres. Sehingga perusahaan tersebut di blacklist atau masuk daftar hitam, SBU (Sertifikat Badan Usaha-red) dicabut dan tidak boleh digunakan selama 2 tahun," kata Sabar.

Dengan telah diputusnya kontrak tersebut, BPK akan turun melakukan audit untuk mengetahui progres pekerjaan yang sudah terlaksana di lapangan dan berapa banyak dana yang sudah dibayarkan.

Namun, lanjut Sabar, selama dia menggeluti dunia kontraktor, baru pada proyek Rp2,7 triliun di Sumut ini terjadi yang demikian, hingga terkesan ada praktik akal-akalan dari pihak terkait proyek itu diduga untuk tujuan tertentu.

Sebab, sesuai penjelasan Kadis PUPR Sumut Mulyono, kontrak tak ada disebut diputus namun pemilik proyek dan kontraktor telah sepakat mengakhiri pekerjaan di lapangan.

Sementara untuk memastikan progres dan kualitas pembangunan jalan dan jembatan yang sudah dilakukan, disebut Dinas PUPR Sumut akan menurunkan tim ahli independen untuk memverifikasi untuk mengetahui berapa progres yang dikerjakan kontraktor.

"Yang kita ketahui, satu-satunya yang berhak dan diakui mengaudit proyek pemerintah adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), di mana mereka akan turun melakukan audit setelah kontrak putus. Namun, dalam proyek multiyears Rp2,7 triliun, kontrak tak diputus tapi pekerjaan di lapangan diakhiri. Serta diturunkan pula tim ahli independen melakukan verifikasi agar diketahui progres yang sudah dikerjakan," katanya. Menurut dia, hal itu yang janggal. Disebut tim ahli independen diturunkan untuk melakukan verifikasi, sementara pihak yang berwenang melakukan audit adalah BPK.

"Ada apa dengan semua itu? Itu makanya kita minta Kejagung turun menangani dugaan proyek bermasalah Rp2,7 triliun di Sumut ini," kata Sabar. (**)

Editor
: Donna Hutagalung
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru