Selain itu ia juga mendorong adanya koordinasi Menteri Kesehatan, Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian, dan Menteri Perdagangan dalam mendesain satu ekosistem. "Nah koordinasi ini yang tadi bapak Presiden minta coba dirapiin," imbuh dia.
Lebih MahalTerkait mahalnya harga alat kesehatan hingga obat-obatan di Tanah Air, Budi menyebut harga obat di Indonesia bisa lima kali lebih tinggi ketimbang di negara tetangga, Malaysia.
"Tadi juga disampaikan bahwa perbedaan harga obat itu tiga kali, lima kali dibandingkan dengan di Malaysia misalnya, 300 persen kan (sampai) 500 persen," ujar Budi.
Baca Juga:
Budi lalu menjelaskan perbedaan harga itu dikarenakan terjadinya inefisiensi dalam perdagangannya dan masalah tata kelola. Ia ingin perbedaan harganya ini bisa dijabarkan transparan.
"Kita mesti bikin supaya lebih transparan, ada biaya-biaya yang mungkin harusnya tidak harus dikeluarkan. Kan ujung-ujungnya yang beli juga pemerintah juga, kan," tuturnya.
Baca Juga:
Kemenkes saat ini sedang berkoordinasi dengan asosiasi industri kesehatan untuk mencari solusi terkait hal ini. Ia menilai bila harga obat di luar negeri murah, harga obat di Indonesia juga bisa murah.
"Memang butuh koordinasi. Yang tahu kan menteri teknisnya, kan harus ngomong dengan Menteri Perindustrian yang nanti ngatur, kemudian juga kita mengusulkan ke Kementerian Keuangan mengenai policy-nya seperti apa. Nah, koordinasi itu yang di Indonesia kan mahal ya," lanjutnya.
Tolak Dokter AsingTerkait Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (FK Unair) menolak rencana Kementerian Kesehatan mendatangkan dokter asing ke Tanah Air, Budi lalu bicara mengenai 12 ribu bayi yang mengalami kelainan jantung.
"Itu karena pada saat sekarang kita punya lebih 12 ribu bayi yang punya kelainan jantung bawaan. Itu harus dioperasi cepat. Kalau nggak meninggalnya tinggi," ujar Budi. Budi menjawab pertanyaan wartawan terkait tanggapanya soal penolakan FK Unair terkait dokter asing.
Budi menyebut kapasitas tenaga medis Indonesia untuk melakukan operasi hanya 6 ribu per tahun. Artinya banyak kasus kelainan jantung pada 12 ribu bayi yang tidak tertangani.
"Jadi 6 ribu bayi tidak tertangani. Ini bayi-bayi ini memiliki risiko tinggi untuk meninggal. Kalau kita tunggu risikonya makin tinggi," jelas Budi.
"Nah kedatangan dokter asing itu itu sebenarnya untuk menyelamatkan 6 ribu nyawa ini," tuturnya.
Rencana kedatangan dokter asing, kata Budi, bukan merendahkan kemampuan dokter lokal. Dia yakin, dokter lokal mampu untuk menyelesaikan masalah kalainan jantung pada bayi, namun jumlahnya tak cukup.
"Sebanyak 12 ribu ibu-ibu yang akan sedih kalau bayinya kemudian cacat jantung bawaan. Jadi nggak ada hubungannya dengan kualitas dokter, nggak ada hubungannya dengan kemampuan dokter kita. Itu ya mungkin agak tersentuh secara emosional, tapi sebenarnya masalah menyelamatkan nyawa," terang Budi.
Sebelumnya, FK Unair merespons tegas sinyal
Menkes Budi Gunadi untuk mendatangkan dokter asing. FK Unair menolak.
"Secara pribadi dan institusi, kami dari fakultas kedokteran tidak setuju," kata Dekan FK Unair Prof Budi Santoso ditemui di Kampus Unair A, Kamis (27/6).
Prof Budi yakin 92 Fakultas Kedokteran di Indonesia mampu meluluskan dokter-dokter yang berkualitas. Bahkan kualitasnya dia yakini tidak kalah dengan dokter-dokter asing.
"Saya pikir semua dokter di Indonesia tidak rela kalau dokter asing bekerja di sini, karena kita mampu untuk memenuhi dan kita mampu menjadi dokter tuan rumah sendiri," tegasnya. (**)